Thursday, November 11, 2010

12:49 PM - No comments

Maaf, Tuhan...

Kembali saya merasa tengah berada di suatu titik yang tidak menyenangkan. Dimana saya merasa begitu lemah. Ya. Memang pada dasarnya saya adalah lemah. Rasa lelah dan bosan tengah menumpuk tebal. Terakumulasi hingga penyangganya retak. Mungkin, sudah patah. Anda tahu rasanya? Begitu menyebalkan. Semuanya terasa melelahkan. Bahkan, hal paling ringan sekali pun. Semuanya terasa memuakkan. Bahkan, hal paling menyenangkan sekali pun. Semuanya terasa salah dan menghakimi.

Saya tahu banyak orang di sekeliling saya. banyak orang yang sadar akan kehadiran saya. banyak orang yang mengajak saya berbicara. Banyak orang yang memperhatikan saya. Tapi saat saya berada di titik ini, semuanya serasa menghilang. Semuanya tak lagi berasa. Seperti semua orang tak menyadari kehadiran saya. serasa semua orang tak menginginkan kehadiran saya. serasa semua orang tengah sibuk dengan kepentinganya masing – masing. semuanya terasa menyesakkan.

Berkali – kali saya mencoba menenangkan diri. Mencoba memilih diam untuk mengendapkan perasaan yang tidak menyenangkan itu. Berkali – kali pula saya dapat mengalahkan perasaan tidak menyenangkan itu. Tapi ternyata semuanya seperti selingan. Perasaan ringan dan menyenangkan itu lebih sejenak dibanding dengan perasaan tidak menyenangkan. Sekeras apa pun tawa yang saya umbar. Selucu apa pun cerita yang tengah saya dengar. Saya merasa kan sekali lagi yang namanya KOSONG.

Anda tahu, betapa menyiksanya hal yang satu itu. Betapa cukup untuk membuat niat dan semangat saya perlahan mati. Mungkin saat saya kehilangan dukungan dan semangat dari orang lain, saya masih mampu bertahan dengan semangat dari diri saya sendiri. Tapi, kali ini semangat dari diri saya sendiri lah yang hilang. Lalu bosan perlahan datang dengan suka cita, diikuti oleh lelah yang mengharu biru. Semuanya lengkap! Tanpa ada yang kurang.

Bercangkir – cangkir kopi bahkan bulan sabit dan para bintang ternyata tak mampu membuat KOSONG pergi dari saya. Ia masih saja ada di dalam diri saya. merasuki hati dan fikiran saya. dan saya mengalami kelumpuhan. Puluhan artikel dan buku – buku pembangkit penyemangat pun tak pernah mempan untuk mengembalikan semangat saya. kali ini saya benar – benar lemah. Dan sampai pada titik mengharapkan kejaiban.

Pada suatu subuh saya terbangun. Hawa dingin subuh mulai menyerang saya. cukup untuk membuat saya enggan turun dari ranjang. Bersamaan dengan suara adzan yang menggema, saya tiba di depan keran yang menetes. Ada suatu ketenangan di sana. Ada kedamaian yang tersenyum pada saya. Bukan lagi dingin menusuk yang mencengkeram saya saat air keran membasuh wajah dan sebagian tubuh saya. yang tertinggal hanya kesejukan dan ketenangan. Rasa ringan mulai memeluk hati saya. dan ketenangan mulai menyusup ke dalam fikiran saya. ini lah keajaiban. Seperti sebuah teras yang telah berdebu tebal dan akhirnya ada kucuran air yang membasuh debu itu hingga lenyap. Seperti itu lah saya selama ini ternyata.

Saya akhirnya menemui lagi Tuhan saya yang baik. Setelah lama saya tidak menemui-Nya. Rasanya menyenangkan. Seperti euphoria pulang kampung saat hari raya tiba. Saya merasa begitu ringan saat bersujud. Sepertinya selama ini otak saya kekurangan suplai darah dan oksigen, sehingga tak dapat berfikir dengan jernih. Ketenangan semakin menyusup ke dalam diri saya. Tak ada lagi rasa dingin di awal saya membuka mata tadi.

Saya berbicara lagi pada Tuhan saya, setelah sekian lama saya tak menyapa-Nya. Seperti menemukan teman yang tepat. Seperti menemukan sandaran yang nyaman. Saya terus bercerita. Lalu hati saya pun ikut berbicara. Menuturkan segala apa yang saya rasa membebani. Semua kekosongan dan rasa bosan yang begitu tidak menyenangakan. Ternyata hanya Tuhan yang mau mendengar dengan penuh. Hanya Tuhan sandaran nyaman yang saya cari.

Mungkin selama ini Tuhan tengah marah pada saya dengan menghadirkan perasaan yang tidak menyenangkan. Mungkin Tuhan marah karena sudah lama saya tidak menyapa-Nya. Sudah lama saya tidak bercerita pada-Nya. Dan ternyata bukan teman yang selalu ada yang saya butuhkan. Bukan kata – kata mutiara pembangkit semangat yang saya butuhkan. Tapi Tuhan saya yang baik dengan segala kasih-Nya. Hanya Tuhan saya yang baik.

Kebodohan saya untuk sekian kalinya adalah saya lupa saya punya Tuhan. Saya sudah memiliki Tuhan sejak dulu. Saya sudah mengenal Tuhan sejak dulu, tapi saya tetap mencari hal lain yang dapat membuat saya bahagia. Padahal Tuhan selalu memberikan kebahagiaan sesuai kebutuhan saya. Saya selalu memikirkan dan menyayangi hal lain melebihi Tuhan. Tapi Tuhan tetap menyayangi saya. Ia tidak lantas mencabut nikmat-Nya.

Maaf Tuhan… untuk kesekian kalinya. Atas kebodohan yang membuat saya jauh dari-Mu. Maaf untuk waktu yang selalu saya sia – sia kan. Maaf untuk pernah melupakan-Mu. Karena sesungguhnya hal terburuk dalam hidup saya adalah jauh dari-Mu.