Saturday, January 29, 2011

12:13 PM - No comments

Di Sudut Ini, Di Siang yang Terik

Di bawah terik siang ini aku tengah berada di suatu sudut,

Dimana dulu kau pernah mengajakku bergurau tentang hidup

Dan sekarang hidup mengguarukan kita

Aku sendiri di sini, bukan berarti aku kesepian

Sungguh tidak sekali pun aku merasa sepi itu merajai

Ia hanya menjadi raja bagimu yang selalu datang padaku tiap tahtanya naik


Di sini aku serasa melihat sebuah film pendek tentang sebuah sesi percakapan bodoh

Ya..

Kita yang bodoh

Atau hanya aku saja

Hey, itu masa lalu yang berkelebat

Tidak ada pahit, tidak ada manis, semua biasa saja…

Hanya bahagia yang menjadi rasanya


Kali ini aku mencintai terik siang yang selalu kita benci,

Jalanan siang yang tak pernah kita sebut sahabat,

Kita hanya mencintai senja dan malam,

Malam yang lamat – lamat menjelma subuh

Karena siang lah yang membuat kita terpisah


Siang tak pernah suka dengan gurauan kita akan hidup

Siang juga yang selalu tertawa ketika hidup mengguraukan kita

Aku dapat mendengar gelak tawanya di sini

Di suatu sudut ini

Sayang kau tak di sini

Ya..

Siang tak pernah suka kita berada di sudut ini bersamaan

Hanya senja dan malam lah yang selalu tersenyum bahagia saat kita mengguraukan hidup

Mereka selalu bersenandung merdu kala kita berada di sudut ini bersamaan

Ada secangkir kopi panas yang asapnya masih mengepul dan cremanya masih pekat

Aku suka harumnya,

Ia baru akan ku minum saat harumnya sudah sedikit memudar,

Dan kau tak pernah suka itu


Hey, tau kah kau di sana…

Di sudut ini, di kala siang yang terik

Aku dapat melihat manusia – manusia berlalu lalang dengan menyipitkan mata mereka

Jalanan di depan sana terlihat sangat menyebalkan, kau tahu?

Di sudut ini pula,

Aku dapat berkata pada siang, aku menikmati gurauan hidup akan aku

Aku menganggap gelak tawa siang yang terik adalah lagu merdu

Seharusnya kau di sini untuk melihat siang yang terik tercengang,

Tapi siang yang terik meyakinkan aku bahwa kau di sana juga dapat melihatnya tercengang


Aku lalu berkata pada siang yang terik,

“Aku rindu pada senja dan malam”

Ia lalu tersenyum teduh lalu tertawa

“Aku akan selalu membuatmu merindukan hal yang kau cintai, karena kau tak pernah mencintai aku”

Sejenak aku terdiam tak berkutik

“Ini kah kecemburuanmu, siang?”

Ia lalu tertawa lagi,

“Aku hanya menjadi waktu dimana kau dapat merasakan rindu, dimana kau dapat memahami bagaimana mencintai, bagaimana seharusnya kau memiliki, dan bagaimana kau bersyukur pada Tuhanmu dengan layak”



Kau tahu, aku mulai berfikir siang sebenarnya tidak sejahat yang kita kira

Atau kita yang terlalu jahat pada siang

Di sudut ini, di siang yang terik,

Aku selalu merindukan senja dan malam,

Sebaik apa pun siang padaku

J

0 komentar:

Post a Comment