No comments
Di Sudut Ini, Di Siang yang Terik
Di bawah terik siang ini aku tengah berada di suatu sudut,
Dimana dulu kau pernah mengajakku bergurau tentang hidup
Dan sekarang hidup mengguarukan kita
Aku sendiri di sini, bukan berarti aku kesepian
Sungguh tidak sekali pun aku merasa sepi itu merajai
Ia hanya menjadi raja bagimu yang selalu datang padaku tiap tahtanya naik
Di sini aku serasa melihat sebuah film pendek tentang sebuah sesi percakapan bodoh
Ya..
Kita yang bodoh
Atau hanya aku saja
Hey, itu masa lalu yang berkelebat
Tidak ada pahit, tidak ada manis, semua biasa saja…
Hanya bahagia yang menjadi rasanya
Kali ini aku mencintai terik siang yang selalu kita benci,
Jalanan siang yang tak pernah kita sebut sahabat,
Kita hanya mencintai senja dan malam,
Malam yang lamat – lamat menjelma subuh
Karena siang lah yang membuat kita terpisah
Siang tak pernah suka dengan gurauan kita akan hidup
Siang juga yang selalu tertawa ketika hidup mengguraukan kita
Aku dapat mendengar gelak tawanya di sini
Di suatu sudut ini
Sayang kau tak di sini
Ya..
Siang tak pernah suka kita berada di sudut ini bersamaan
Hanya senja dan malam lah yang selalu tersenyum bahagia saat kita mengguraukan hidup
Mereka selalu bersenandung merdu kala kita berada di sudut ini bersamaan
Ada secangkir kopi panas yang asapnya masih mengepul dan cremanya masih pekat
Aku suka harumnya,
Ia baru akan ku minum saat harumnya sudah sedikit memudar,
Dan kau tak pernah suka itu
Hey, tau kah kau di sana…
Di sudut ini, di kala siang yang terik
Aku dapat melihat manusia – manusia berlalu lalang dengan menyipitkan mata mereka
Jalanan di depan sana terlihat sangat menyebalkan, kau tahu?
Di sudut ini pula,
Aku dapat berkata pada siang, aku menikmati gurauan hidup akan aku
Aku menganggap gelak tawa siang yang terik adalah lagu merdu
Seharusnya kau di sini untuk melihat siang yang terik tercengang,
Tapi siang yang terik meyakinkan aku bahwa kau di sana juga dapat melihatnya tercengang
Aku lalu berkata pada siang yang terik,
“Aku rindu pada senja dan malam”
Ia lalu tersenyum teduh lalu tertawa
“Aku akan selalu membuatmu merindukan hal yang kau cintai, karena kau tak pernah mencintai aku”
Sejenak aku terdiam tak berkutik
“Ini kah kecemburuanmu, siang?”
Ia lalu tertawa lagi,
“Aku hanya menjadi waktu dimana kau dapat merasakan rindu, dimana kau dapat memahami bagaimana mencintai, bagaimana seharusnya kau memiliki, dan bagaimana kau bersyukur pada Tuhanmu dengan layak”
Kau tahu, aku mulai berfikir siang sebenarnya tidak sejahat yang kita kira
Atau kita yang terlalu jahat pada siang
Di sudut ini, di siang yang terik,
Aku selalu merindukan senja dan malam,
Sebaik apa pun siang padaku
J
0 komentar:
Post a Comment