Thursday, February 27, 2014

3:53 PM - No comments

Untuk Bidadari yang Tuhan Kirimkan dari Surga - Nya

Hay, bidadari yang Tuhan kirimkan dari surga-Nya,
Sudah lelah kah engkau berjalan bersamaku di atas jalan yang tak pernah halus ?
Masih mampu kah engkau terus ada di sampingku untuk mendaki bukit terjal ini ?
Aku melihat kedua matamu masih memancarkan sinar yang sama
Segaris senyum masih terukir begitu lembut di kedua sudut bibirmu
Genggaman tanganmu seolah mengisyaratkan agar aku berjalan lebih pelan lagi,
Mungkin nafasmu sudah semakin tersengal – sengal
Semua ini memang begitu terasa menguras tenaga
Perjalanan untuk menuju suatu savanna yang entah masih berapa jauh lagi

Picture from jiaeffendie.wordpress.com


Hai, bidadari yang Tuhan kirimkan dari surga-Nya,
Apakah kau masih sanggup melawan semua yang dihakimkan orang kepada kita ?
Masih kah engkau memiliki harapan yang sama denganku
Atau sekelumit ragumu kembali bangkit dan memenangkan harapan untuk bahagia bersamaku ?



Jika gelap dan terang tak dapat bersatu, lalu mengapa kita harus merasakan keduanya ?
Jika hidup hanya untuk menuju surga, mengapa harus ada neraka yang seakan menghantui ?


“Harus berapa lama lagi kita menyalahkan Tuhan?”
Pertanyaanmu seakan menghantam nafasku yang juga mulai tersengal
Perjalanan ini seperti penggembaraan yang tak ada ujungnya
Perjalanan yang tak memiliki ujung, sekalipun kita tahu harus kemana kita berakhir
Perjalanan ini seakan menampikan kuasa-Nya
Kuasa Dia yang mengirimkanmu kepadaku


Hai, bidadari yang Tuhan kirimkan dari surga-Nya,
Jika tautan kedua tangan kita ini memang harus terlepas,
Maka, seperti katamu,
“Dia selalu memberikan kita kebahagian dengan porsi yang sama, walau kita tak bersama”


~ Di ujung Senja ~

Monday, February 3, 2014

10:53 AM - No comments

Aku Angin

Selalu ingin membawamu serta,

Mengajakmu bergelung di tengah alam
Karena hanya kau yang ku rasa begitu damai,
Begitu menyejukan
Karena hanya kau yang tahu bagaimana caranya menari dengan indah
Yang selalu mampu kembali ke tempatmu,
Sejauh apa pun kau beranjak
Karena kau adalah “rumah” bagi kelanaku yang lelah

~ Untuk Ombak ~



Dari jauh pun aku dapat merasakan bagaimana hanya kepadanya lah aku akan pulang. Ia lah rumah bagi segala kelana dan jutaan gembara yang tak lagi dapat terhitung. Ia yang selalu tersenyum dari tempatnya. Seolah menantiku untuk mendatanginya. Ia yang selalu turut serta kemana pun aku membawanya. Tapi ia selalu dapat kembali ke tempatnya.


Tidak kah dapat kalian lihat, betapa indah tarian kami. Betapa liat ia menyatu denganku. Tidak kah kalian lihat, hanya aku yang dapat menggelungnya, membawanya hingga ke tepian pantai. Membuatnya merasa bahwa, ia adalah indah,meski tanpa aturan.


Suatu saat kalian akan mengerti mengapa aku selalu ingin membawanya serta. Selalu ingin mengajaknya menciptakan tarian – tarian yang hampir tak pernah henti. Suatu saat kalian tak akan mencaciku tanpa makna. Kalian hanya akan tersenyum dan terus memintaku untuk mengajaknya turut serta dan terus menari.


Mungkin takdir sudah lama berpihak padaku dan dirinya. Pada diriku yang selalu menginginkannya ada bersamaku. Pada dirinya yang tenang dan dapat saja menjadi liar ketika aku menghampirinya. Semesta sudah menggariskan riwayat yang harus dijalani. Diriku dan dirinya.


Seluas apa pun semesta yang harus ku gembarai, hanya kepadamu lah aku akan pulang