Wednesday, May 14, 2014

3:09 PM - No comments

Ceritamu Tentang Senja dan Laut


Kamu pernah bercerita tentang senja
Bagaimana bejana jingga yang indah pecah dan tumpah ruah ke langit
Lalu Tuhan membuat sebuah lukisan abstrak
Langit sebagai kanvasnya dan tinta jingga pewarnanya
Kadang masih ada sedikit warna biru
Kamu selalu terkagum – kagum pada senja
Meski sendu dan melankolis
Seakan kamu ingin semua langit di sepanjang waktu seperti senja
Tapi Tuhan hanya melukis senja pada sore hari
Di persimpangan antara matahari dan bulan,
Saat mereka tengah menyapa dan berbincang untuk bertukar posisi


Photo by Ari Naibaho



Kamu pernah bercerita tentang laut
Betapa sejuknya angin laut yang menyapamu
Ketika semua penat menggumpal menyumbat seluruh kesabaranmu
Aku masih ingat tanganmu menunjuk ke arah cakrawala
Perbatasan maya antara laut dan langit
Perbatasan yang sebenarnya tak ada namun terasa ada
Kamu selalu terkesan bagaimana langit seolah melengkungkan dirinya agar dapat bersatu dengan laut
Bagaimana ombak yang selalu berkejaran dengan awan
Namun mereka tak pernah saling menangkapkan diri
Senyummu tak pernah lekang ketika kedua matamu menyapu seluruh bagian laut yang tertangkap pengelihatan
Langkah – langkahmu begitu bahagia ketika menuju kepada ombak yang baru saja sampai di pantai
Seakan kau telah menemukan pelabuhanmu



photo by Ari Naibaho

Karena laut selalu ada bagi langit, walau mereka seperti jauh

Namun senja selalu indah bagi langit, walau hanya sekelumit waktu










Aku masih ingat kata – katamu ketika kita duduk di pinggir pantai kala senja tengah terlukis di langit luas






photo by Ari Naibaho






~ Aku yang kau jumpai di persimpangan kota~



Sunday, May 11, 2014

6:45 AM - No comments

Dengan waktu...


Siapa yang dapat menyangsikan kuasa waktu ?
Betapa hebat waktu memberikan perubahan
Ketika kata maaf tak mampu menyentuh luka, maka waktu datang sebagai penyembuhnya
Siapa yang dapat menghentikan waktu?


Lihat bagaimana daun mengering, jatuh dari dahannya lalu tertiup angin
Bagaimana tanah yang basah setelah hujan mengering
Atau mendung yang kemudian berubah menjadi hujan
Semuanya memang hal sepele, tapi mereka mengajarkan tentang hal yang sering dilupakan manusia


Waktu...


Begitu singkat waktu itu sebenarnya


Langkah satu per satu datang dengan berbagai ekspresi dan alasan
Lalu tangan saling berjabat kemudian senyum mengembang
Perkenalan adalah titik, obrolan pertama mungkin berkesan
Periode pun terangkum oleh waktu
Peristiwa memperjelas alur ceritanya
Ada mimpi yang sudah terlalu banyak diucapkan, tapi aku tetap memilih untuk menyimpannya beberapa
Bukan karena aku tak mau berbagi, tapi bukan saatnya aku berbagi
Fase – fase telah terbentuk sesuai takdirnya
Semua mencapai titiknya masing – masing
Titik yang dinanti tapi saat tiba seakan menimbulkan rasa sedih
“ini waktunya”
Ketika langkah sudah memutuskan untuk melanjutkan perjalanannya
Maka,  hati bermacam warna dibuatnya
Dunia tak pernah salah
Waktu tak pernah peduli seberapa siap kita
Hingga pada titik itu,
Semuanya kembali berjabat tangan dan tersenyum
Yang tinggal yang memandang langkah yang lain pergi
Atau mungkin sebenarnya saling pandang
Lalu fase berikutnya adalah keadaan baru yang terbentang
Aku mungkin belum tahu, bagaimana caranya terbiasa
Tapi waktu tak pernah putus asa membuatku terbiasa
Untuk perjumpaan yang telah sampai pada perpisahan,
Selalu ada waktu yang selalu menyertai



Wednesday, May 7, 2014

12:49 PM - No comments

Jika nanti ...


Jika aku menari di sepanjang jalan saat menuju ke arahmu,
Apakah kau akan menutup wajahmu karena malu dengan Koran yang sedang kau baca?

Jika aku terus menyanyi dengan suaraku yang tak seberapa merdu di sepanjang hari saat menemanimu,
Apakah kau akan menutup kedua telingamu dengan sepasang headset dan memilih mendengarkan lagu favoritmu?

Jika aku terus menerus mencoba untuk memasak untukmu tapi belum juga berhasil sesuai dengan seleramu,
Apakah kau akan lebih memilih untuk mengajakku makan di restoran favoritmu?

Jika aku belum juga pandai menyimak berita televisi yang biasanya kau simak,
Apakah kau hanya akan mengucapkan “Iya”, “tidak”, dan “hhmm” sekedarnya saja?

Jika aku tak dapat mempertahankan kecantikanku saat aku berumur lebih dari tigapuluhlima tahun nanti,
Apakah kau akan lebih suka berada di luar rumah dan menghabiskan waktumu dengan teman – temanmu?

Jika aku terus saja merengek agar kau mau menemaniku menghadiri pameran seni yang kau anggap membosankan,
Apakah kau akan lebih memilih menyibukkan diri dengan semua pekerjaanmu?

Jika aku ternyata lebih membosankan dari apa yang kau kira sebelumnya,
Apakah kau akan lebih memilih untuk membiarkanku tertidur di ruang tamu sendirian saat menunggumu pulang?

Jika nantinya kau semakin membuatku terbiasa untuk terus menunggu dan memahamimu,
Tanpa kau pernah menoleh sedikit pun ke arahku,
Maka, jangan pernah terkejut, jika ternyata perlahan jarak kembali menghadirkan dirinya di antara kita,

Padahal kau tahu, betapa kerasnya dulu kita menyingkirkan jarak yang terus menyeruak      di antara kita


~ Yogyakarta, 7 Mei 2014 ~