Thursday, July 29, 2010

7:48 PM - 2 comments

Saya, espresso, dan Anda

Secangkir kopi adalah favorit saya. Saya tahu itu juga favorit anda (jika saya tidak salah tahu). Entah bagaimana kopi bagi anda. Tapi bagi saya kopi adalah bagian hidup. Bagian hidup yang memang tidak terlalu saklek, tapi tetap saya cintai. Entah berapa cangkir yang tubuh anda butuhkan setiap harinya untuk merasa nyaman.


Kopi hangat. Kopi hitam. Espresso. Mungkin itu lah kopi yang terbaik. Kopi yang paling klasik dan murni. Tanpa gula adalah pahit. Tapi lidah saya hanya memerlukan sedikit gula untuk membuatnya menjadi lebih nyaman. Saya bukan pecinta kembang gula atau gula batu. Saya tidak terlalu menyukai rasa manis. Saya hanya membutuhkan sedikit rasa nyaman untuk lidah saya. Mungkin cara saya dan anda dalam menikmati espresso adalah berbeda. Tapi itu lah hidup. Berbeda. Tak semua hal mutlak sama. Dan beruntungnya saya dapat menikmati hadirnya perbedaan itu.


Espresso memiliki warna hitam. Dengan
crema sedikit lebih terang dibanding cairan di bawahnya. Mereka dua warna yang berbeda. Warna yang membentuk suatu batas. Tapi mereka adalah kombinasi dari suatu cita rasa. Cita rasa yang pahit dan pekat. Lalu menjadi manis saat suatu zat yang bernama gula dicampurkan ke dalam mereka. Tapi, rasa eneg akan dating saat mereka dikonsumsi secara berlebihan, bahkan asam lambung akan meningkat dengan drastisnya. Tapi, jika dalam kurun waktu tertentu ia tak dijumpai, maka lidah akan merindukan rasa manis dan pahit yang berbaur indah itu. Dan itu lah hidup menurut saya.


Hidup adalah berbeda. Tak hanya warna, tapi bisa juga cita rasa. Dimana semua telah ditakdirkan dan direncanakan Tuhan dengan rancangan terbaik tanpa ada yang dapat menandingi kesempurnaan tersebut. Perbedaan – perbedaan yang entah berapa banyaknya itu adalah kekuatan dari suatu keindahan, jika mereka dipadukan sesuai takaran yang telah ditentukan Tuhan. Tapi, jika manusia menakar kombinasi – kombinasi tersebut tidak sesuai seperti apa yang ditentukan Tuhan, maka jangan pernah sekali pun berharap bahwa, keindahan akan tiba di hadapan mereka. Mungkin, ya, keindahan itu akan menampakkan dirinya. Tapi apakah itu keindahan yang sesungguhnya?


Aroma kopi bagi saya adalah aroma yang paling membuat saya dapat meresapi bagaimana hati saya sungguh rapuh. Rapuh untuk mendapati bahwa saya tak sekuat aroma kopi tersebut. Saya tak dapat semenjulang asap yang terkepul dari secangkir kopi hangat. Terus meninggi sampai memasuki libang hidung, menjalari seluruh saluran pernafasan, dan mendarat di hati saya dengan begitu indahnya, sehingga saya harus mengatakan bahwa “saya mencintaimu”.


Sungguh saya berterimakasih kepada Tuhan saya yang begitu baik atas diperkenalkannya ‘kopi’ kepada hidup saya yang kecil ini. Kopi adalah sekelumit cerminan hidup yang paling saya sukai. Kopi memiliki semua titik ekstrem seperti hidup. Titik dimana saya dapat menyukainya dengan begitu menggila. Saya dapat merasa, saya tak dapat hidup tanpa kopi. Saya dapat begitu menciptakan suasana yang syahdu saat saya menyesap cairan lembutnya yang beraroma keras tersebut. Saya dapat merasakan sentuhan – sentuhan lembutnya pada syaraf – syaraf di mulut saya dan seluruh alat pencernaan saya. Bahkan, saya tahu bahwa hati saya begitu bergembira saat cairan tersebut memasuki tubuh saya. Tapi, kelamaan saya merasakan rasa pahit yang begitu memuakkan pada pangkal lidah saya. Saya merasakan betapa saya sungguh ingin muntah saat saya bangun tidur di pagi hari, setelah malam sebelumnya saya meneguk secangkir kopi. Lalu, saat rasa ngilu menghatam dada kiri saya, beberapa umpatan pasti akan saya lontarkan pada cangkir – cangkir kopi yang pernah saya teguk, lalu saya akan memutuskan untuk menjauhkan anda dari hidup saya sejauh mungkin.


Dan anda. Yang juga menjadi pecinta kopi. Saya memang tak mengenal anda sedetail saya mengenal diri saya sendiri. Tapi Tuhan saya yang baik sepertinya menghadirkan anda dalam hidup saya untuk suatu tujuan mulia. Untuk teman bagi saya menikmati cangkir – cangkir kopi tanpa batas dalam hidup saya dan anda. Untuk meresapi betapa hidup ini terlalu menyedihkan untuk dilewatkan tanpa berfikir, bertindak, lalu bersyukur. Anda adalah guru yang tak dikenal orang lain. Hanya saya yang mengenal anda sebagai guru. Anda seperti kopi. Begitu pekat dalam fikiran saya. Begitu harum dalam dunia kerinduan yang saya miliki. Tapi saya tidak pernah mengharapkan anda hadir seperti kopi yang lengkap dengan titik ekstrimnya.
Memang tak seluruh waktu saya habiskan bersama anda. Atau mungkin belum. Saya belum tahu. Tapi sekelumit waktu yang Tuhan ijinkan agar saya bersama anda telah menumbuhkan rasa syukur. Mengingatkan bahwa, saya bukan lah sesuatu dibanding banyak hal di dunia ini.


Anda telah jauh membuka fikiran saya. Kopi tak hanya hitam. Tak hanya espresso. Ada
cremer yang mengencerkan kepekatan cita rasanya. Ada hazelnut yang membumbui keangkuhan aromanya. Ada vanilla yang memaniskan ketegasannya. Ada sebongkah es krim yang mendinginkan tampilannya. Anda lah pelengkap dari kopi dalam hidup saya.
Saya, espresso, dan anda. Adalah secangkir kopi kehidupan. Yang diolah seorang barista terhebat di dunia, yaitu Tuhan, dengan segala kesempurnaan-Nya. Tanpa ada yang dapat menandingi.

Saturday, July 24, 2010

2:59 PM - No comments

with all respect that i have

Melihat jutaan senyum yang membumbung tadi pagi

Ada satu senyum yang begitu sederhana, tapi aku tahu kebahagiaan itu tak sesederhana senyumnya

Tuhan, aku berterimakasih atas tigapuluhmenit yang ku tempuh setiap hari agar bisa duduk di bangku kampus

Aku juga berterimakasih atas tigapuluhmenit yang ku jalani untukku dapat kembali ke rumah.

Beribu syukur atas sengatan matahari yang tak henti membakar kulitku dan juga pengapnya ruangan kala listrik mati.

Aku berterimakasih atas rasa lelah yang tak jarang mengundang air mataku

Aku berterimakasih atas hatiku yang tertarik pada bumi dan semesta

Atas fikiranku yang tak pernah puas dengan posisiku

Atas kedua mataku yang selalu mencari hal yang tak ku kenal

Aku berterimakasih pada sejuta bintang yang menjadi objek bagi kedua mataku untuk menyeimbangkan daya akomodasinya

Tuhan,

Aku juga berterimakasih pada hal – hal baru yang kerap hadir dalam hidupku, bahkan mereka kerap tak terjangkau oleh nalarku

Terimakasih untuk waktu yang walau sedikit memunculkan diri namun cukup membuatku banyak melihat dan belajar

Rasa syukur yang sekelumit ini mampu menghapuskan banyak kecewa yang menjadikanmu buruk

Tak ada satu pun yang tahu, engkau adalah guru yang tersembunyi

Teman yang tak terduga

Dan sedikit hati yang ada di sana

Terimakasih untuk semua hal yang pernah kau ajarkan,

Untuk Tuhan yang selalu kau ingatkan kepadaku

With all respect that I have

J

Friday, July 23, 2010

6:22 PM - No comments

with love darl


with love darl,

sure, i just have some pictures of you.
i just had a few times with you
it was so extra ordinary, i knew
it was so cliche, you knew
but, my heart doesn't have another choice
it's you.

If I can't say anything
it's all about you.
just about you.
Really, i can't.
I just can show you, how the way i love you.
So much i love you
Someday, You'll see
Although it was too late


J



Friday, July 16, 2010

11:59 PM - No comments

Kekal - Homogenic

Belakangan, sejak keseringan nonton film cin(T)a, jadi holic sama "Homogenic". Homogenic adalah band yang mengisi Original Soundtrack di film cin(T)a. Selain liriknya (yang menurutku) oke abis, musiknya juga (menurutku) sedikit horor - horor gimana gitu. But, overall, i love this band. Dan gak tau kenapa, sejak denger lagunya Sherina yang, Symphony hitam dan lagunya Frau yang Sepasang Kekasih Yang Pertama Bercinta Di Luar Angkasa, aku jadi suka sama lagu - lagu horor gitu. Hahaha.

It so dark in here
No I can`t see alight

Take all the fires on me
It`s all my desire
But you just surrender
Take all the pain in your dreams

Langkahku terpejam
Titik ku berada
Perlahan arahku memudar

Semu bayangku
Cermin tak berujar
Kemana arahku berjalan

Semua
Tertuju pada bayangku
Saat
Kau renggut nafas jiwaku
Biaskan angkuh diriku

Wednesday, July 14, 2010

4:32 PM - No comments

A Weird Empty Thing

Terkadang kita merasa menjadi seperti a weird empty thing. Muak dan penat dengan hidup kita sendiri. Dengan orang yang di sekitar kita. Dengan rutinitas. Ingin merasakan apa yang orang lain rasakan. Ingin mendapatkan apa yang orang lain dapatkan. Karena kita tidak dapat berbohong, bahwa terkadang, sering, atau bahkan selalu kita menginginkan apa yang orang lain inginkan.

Hidup selalu menuntut prioritas. Mana hal yang harus didahulukan dan mana hal yang (sedikit) dibelakangkan. Tapi, menentukan mana prioritas bukan lah hal yang mudah dalam hidup. Ya. Setidaknya begitu lah aku merasakannya. Memiliki sifat dasar sulit menolak sesuatu dan merasa sanggup melaksanakan banyak hal dalam waktu yang bersamaan, tapi ternyata ‘rasa sanggup’ itu terasa bias, cukup membuat hidupku serasa so much weird empty.

Setiap hal pasti memiliki takdir bukan? Pada titik ini, aku hanya dapat berfikir bahwa, takdir ‘keyakinanku’ dan hal yang seharusnya ku jalankan sudah habis. Mungkin ini suatu kesalahan. Tapi aku juga tidak dapat men-judge begitu saja. Aku harus berfikir seribu kali untuk melakukan itu. Ini adalah keputusan yang sudah ku buat. Aku sudah ada di dalam sebuah ruangan yang interiornya telah aku pilih sendiri. Mulanya aku merasa nyaman di dalam ruangan itu, tapi ternyata kenyamanan itu terasa begitu sefiktif dongeng Cinderela. Mungkin akan banyak orang yang tidak menyukai kalimat – kalimat ini. Tapi pada siapa lagi aku akan jujur jika bukan pada kalimat – kalimatku. Hanya ‘kalimat’ lah yang tak dapat aku bohongi. Alibiku tak berlaku pada ‘kalimat’. ‘Kalimat’ seperti menjadi makhluk yang paling mengetahui kebenaran hati seseorang.

Di tengah penat yang datang memburu, terbesit keinginan untuk mengasingkan diri. Entah sementara atau selamanya. Menginstal ulang semua yang telah aku jalani. Merubah hidupku, bukan membenahi. Atau akan lebih baik membenahi? Walaupun sulit.

Mengasingkan diri ke suatu tempat. Berharap tidak lagi menemukan orang – orang yang dalam keseharian selalu aku temui. Merubah tema dalam hidupku. Intinya aku butuh untuk menjadi sesuatu yang baru. Sesuatu yang dapat mengontrol emosi dengan baik. Dapat lebih menyadari kemampuan diri sendiri. Dapat lebih merasa ikhlas saat kehilangan sesuatu. Yang pasti, lebih memiliki ketenangan dan kedewasaan batin dalam menghadapi banyak hal.

Ketenangan hidup? Bagi sebagian besar orang mungkin akan berkata, “masalah dalam hidup adalah hidup itu sendiri”. Karena masalah dan hidup adalah satu hal. Bukan dua hal. Masalah dan hidup adalah komponen solid yang mustahil untuk dipisahkan. Hidup tidak akan bernama hidup jika tidak memiliki rasa masalah. Tanpa bumbu masalah, hidup adalah mati. Bahkan, mati sendiri pun pada dasarnya tidak begitu saja mencapai yang namanya suatu ketenangan. Saat kita mati, malaikat akan mengajukan banyak pertanyaan tentang amalan – amalan kita selama hidup di dunia. Jika apa yang kita lakukan selama di dunia menyalahi aturan agama Tuhan maka, kita akan disiksa. Begitu selanjutnya hingga hari kiamat tiba. Pada hari kiamat pun, kita tidak serta merta tenang. Dosa kita akan dibasuh dulu di neraka, baru surga akan menerima kita. Jadi, ketenangan hanya lah berada di surga.

Kalimat... pada detik aku menulis ini. Aku mengetahui satu hal. Masalah adalah hidup. Kehidupanku adalah menyelesaikan masalahku. Ketenangan adalah tujuan dari hidupku setelah mati. Yang artinya aku hanya ingin mendapatkan surga. Untuk mencapai surga, maka aku harus menyelesaikan semua masalahku sebaik aku mampu.

Hai, masalah J

Aku menyapamu dengan segala kegetiran dan harapan yang sanggup aku miliki. Aku hanya ingin menjadi apa adanya aku saat menghadapimu. Bukan menjadi sok kuat atau sok dewasa. Aku dengan emosiku, dengan keputus asaanku, dengan kekhawatiranku, dan dengan kemanusiawianku. Ketidak mampuanku menjadi 100% sebagai seorang manusia, mungkin akan membuatku terkadang menyelesaikanmu dengan tidak sempurna pula. Saat itu lah aku mulai menabung pada tabungan kesalahanku.

Hai, Tuhan yang baik J

Aku sungguh berterimakasih sekali lagi atas kehidupanku. Atas masalah dan hidup. Atas bahagia dan derita. Atas kepenatan yang berkali – kali aku hujat. Tuhan yang baik, aku hanya akan benar – benar menjadi a weird empty thing saat benar – benar jauh dari-Mu. Jadi, dekatkan aku selalu dengan jalan menuju surga-Mu, wahai Tuhan yang baik J

Hai, teman – teman J

Terimakasih atas segala cercaan dan sedikit pujian. Untuk banyaknya iriku atas kalian. Untuk semangat yang berkali – kali aku minta.

Yang tercinta, secangkir kopi J

Aku hanya dapat mengatakan, terimakasih atas rasa manis dan pahitmu.atas aroma yang indah dan tak dapat aku tinggalkan, walau banyak orang yang membencimu ada di dekatku. Untuk warna hitam dan coklat yang selalu aku cintai. Terimakasih sudah menemaniku terbangun dan menidurkanku. Atas rasa pusing dan mual, saat aku bangun dari tidur setelah sebelumnya meminummu.

Yang tersayang, kamarku dan seluruh isinya yang berantakan J

Sudah mau menjadi sampah bagi kehidupanku adalah hal yang begitu lapang dada. Sebenarnya kau dibangun untuk dirawat dan menyerap kebahagiaan. Tapi aku malah memberikan lebih banyak ketidak bahagiaan. Aku begitu jarang membuatmu rapi. Atas hangat, panas, dan dingin yang menjadi cuacaku di dalammu.

Yang terhormat, keluargaku J

Cinta yang tidak pernah untuk aku katakan. Yang mungkin tidak akan sanggup aku eja dengan C-I-N-T-A atau S-A-Y-A-N-G. untuk segala amarah yang tertumpah. Atas segala tuntutan dan keharusan. Kemanjaan dan ketidaksukaan. Dan untuk munculnya kehidupanku.

Yang tak terpisah, kehidupanku J

Aku = kamu. Kamu = aku. Tidak ada yang dapat memisahkan kita. Hatiku, fikiranku, tubuhku, dan sekitarku adalah kamu = aku. Selalu menjadi lebih baik ya. Karena Tuhan yang baik, selalu memberikan apa yang aku = kamu butuhkan. Selalu ingat kepada Tuhan yang baik ya.

JJJ


Tuesday, July 13, 2010

11:33 PM - No comments

:J

At this time,

I can’t find who I am

No one can make me knew

Many times ago, when you leaved me

You gave your greatest smile

You showed your best passion

And I felt something different there

So far away,

‘Till I can’t reach anything about you

Anything, your shadow, your body, your kisses, your arms, your passion

Still I feel empty

No one can filled it up

A part of my life is fading

Since you said, “we’ll get something better after this”

But, I never get it

When you came to my dream and said, “I’ve got my better and best”

Then you gone away with your silly smile

It has gone

And I should let it

‘Till I can give my silly smile to them

And I’ll say, “I’ve got my better and best”

Then you’ll give your arms forever

J

10:42 PM - No comments

AKU dan Sang Pengata

Tak ada yang pernah tahu bahwa aku sedang sakit
Hanya bantal, guling, kasur, selimut, dan ranjangku yang tahu
Kalian tahu kenapa?
Karena aku tak mau berbicara
Hanya karena aku tak mau berbicara
"Bukan hanya!", teriak suara dari luar pintu kamarku
"Berbicara lah maka, mereka akan tahu"
Tapi untuk apa?
Hanya untuk memperlihatkan kelemahanku?
Hanya untuk mengundang belas kasih mereka?
"Bukan!" suara itu makin lantang
Lalu apa gunanya?
Toh mereka tak akan pernah mampu menggantikan aku pada sakitku
Mereka tak akan dapat menggantikan aku atas takdirku
Ini sudah milikku, ini sudah jatahku
"Mereka menyayangimu" suara itu melirih
Sayang?
Aku makin betanya di balik selimutku yang hangat, tapi tubuhku tetap saja terasa dingin
Apa itu sayang?
Dunia ku kah?
Atau makananku kah?
Aku masih menggigil sendirian di atas ranjangku
Masih memeluk erat gulingku yang tak pernah merasa sesak nafas jika ku dekap erat
Bantalku masih menjadi sandaran kepalaku yang begitu pening
"Bodoh kau!" suara itu meninggi
Aku bodoh?
Sepandai apa kau wahai pengata?!
Apa takaranmu hingga kau mengataiku "bodoh"?!
"Kau ini disayang! Kau ini dirindukan!"
Sayang? Rindu?
Peduli setan aku!
"Setanmu begitu mulia rupanya! Begitu memikat hidupmu!"
Oh.. begitu mulianya kah kau wahai pengata?
Tahu apa kau tentangku?
Bahkan tak ada seorang pun yang tahu tentangku!
Berkali ku ingin mengucap, tapi mereka justru sibuk dengan khayalnya masing-masing
Aku enggan lagi mencoba
Penatku sudah membuncah!
"Penat?! Kau hiraukan penatmu yang menumpulkan pena hidupmu? Itulah BODOH-mu!"
Hahhh!
Tak mau tahu aku tentang rasa sayang, rindu dan sebagainya!
Aku menjalani hidupku dengan kedua kakiku
Tak ada kaki mereka yang menopangku
Aku merasa sakit dengan hatiku
Tak ada hati mereka bagikan bagiku untuk sedikit menyesap sakitku ini,
Dan aku merubah takdirku dengan diriku sendiri,
Tak ada diri mereka di sampingku untuk menepuk pundakku!
Tak satu pun!
Hanya AKU!
"SOMBONG! ke-AKU-an mu itu hanya sementara! Tuhanmu akan menghujammu dengan perih yang tak kau nyana!"
Tuhanmu?
Sampai mana aku mengenal-Nya?
Sampai mana aku memahami ada-Nya?
Aku benar-benar sendiri
Di sini..
Aku berbaring dan terlelap dalam sepi
Walau di luar sana hiruk pikuk
Sudah lah! Lepaskan saja lengkinganmu itu! Karena otakku sudah enggan mencerna pengata sepertimu!
Sang pengata itu justru tertawa keras, seolah ia memenangkan sesuatu
Peduli apa aku padanya, peduli apa aku pada mereka di luar sana
Tak satu pun mereka peduli padaku
"Turun lah kau dari ranjangmu! buka lah pintumu dengan kedua tangan lemahmu! Lalu tatap lah sekelilingmu!"
Sadarku tercekat, seolah ia baru saja bangun
Untuk apa?, aku bertanya pada otakku yang terus berputar, berfikir
Kaki kananku sudah beranjak turun dari ranjangku, keluar dari balutan selimutku
Sementara itu, kaki kiriku masih enggan mengikuti kaki kananku
Hingga otakku menginstruksikan kedua kakiku turun dari ranjang dan tubuh lemahku ini mengikutinya
Tuhan.... bibir gemetarku ini menggumam
Dan mataku serasa perih
Rasanya lama air mata tak mengalir keluar dari peraduannya, karena tak ada lagi hal yang patut untuk ditangisi
Sesaat kemudian kedua tangan lemahku bersamaan menggenggam gagang pintu yang berdebu, Lama rasanya tak tersentuh
Karena aku membiarkannya tak tersentuh sedikit pun
Dengan bergetar aku mengayunkan gagang pintu itu dan lalu terbuka
Mataku lalu silau oleh cahaya yang menyeruak menghantamku
Seakan cahaya itu tertahan begitu lama dan kini tak lagi ada penghalang baginya
Saat mataku terbelalak sedikit demi sedikit, aku melihat hamparan tanah hijau yang menyejukkan
Berbagai bunga berkelompok sesuai warnanya dan memberi paduan yang anggun
Lalu kupu-kupu bersayap anggun melengkapi keanggunan hamparan hijau itu
Aliran sebuah sungai kecil yang lembut dan menimbulkan suara gemericik air yang syahdu
Kedua indera pendengaranku seperti terbasuh olehnya
Dan ternyata kedua indera pendengaranku telah tuli
Tuhan...
Kembali bibirku yang bergetar ini menggumam
Hatiku yang seolah bercangkang ini pun bergetar, ku rasa cangkangnya retak
Mataku serasa sembab
Keringnya perlahan hilang
Air mata itu kini kembali mengalir
Berkali-kali kuucap lagi, Tuhan...
Semakin berguncanglah hatiku, lalu terisak
Aku kemudian hingga bersimpuh di hamparan hijau
Kurasa lututku menyentuh sejuknya dan menjalar hingga ke sekujur tubuhku
Dan terus saja ku sebut, Tuhan...
Tanpa ada kata lainnya, seolah bibirku terlalu lemah untuk mengucap kata yang lain
Hingga tubuhku tak sanggup lagi untuk tak berebah, masih lah bibirku mengucap Tuhan...
Kini Ia menjalari seluruh tubuhku
Menelesap dalam sisa-sisa nafas yang mampu aku hela
Sudah sebegitu jauh aku dengan-Nya
Dan kini aku ingin didekap tangan-Nya
Sampai tergeletak tubuhku di hamparan hijau yang sejuk bibirku masih terus bergerak Menggumam walau tak lagi bersuara
Serasa memang Dia benar-benar dekat