No comments
Di Sudut Merah
Di Sini. Ya. Di sudut yang berwarna merah ini. Aku dapat melihat hujan bergulir dari langit.dengan cantiknya. Tapi maaf, dia tak mampu membuat aku basah. Bukan aku tak mau ia membasahiku, tapi ini belum waktunya. Sebentar lagi. Ya. Tunggu aku sebentar lagi, dan aku akan dengan sangat senang hati ia membuatku basah kuyup.
Di sini, Di sudut yang menjadi rutinitasku aku mampu begitu merasakan kerinduanku. Kerinduan akan senja yang bebas tak berarah. Kerinduan suasana sore di pinggiran kota. Kehangatan ibu - ibu muda yang menyuapi anak - anak balitanya makan sore. Atau orang - orang yang menyapu halaman rumah mereka dengan sesekali menyapa dan tersenyum pada tetangganya yang tengah lewat. Sungguh itu semua kini adalah langka bagiku. Tapi, ya, ini lah pilihan, dan aku bahagia atas pilihan. Aku bahagia memiliki rindu itu.
Di sini, di sudut merah temaram ini. Aku dapat lebih mengenal hidup. Aku dapat lebih mengenal 'arti'. Ternyata aku jauh dari mereka. Aku belum cukup baik mengenal mereka. Sudut ini juga lebih mendekatkan aku pada rasa 'syukur'. Ya. Ternyata aku tak sedekat itu selama ini.
Di sini, di sudut merah ini, aku dapat merasakan dinginnya hujan di luar sana. Menggigit. Tapi ia selalu aku rindukan. Aku selalu bergumam, “cantik” selebat apa pun dia turun. Ya. Aku jatuh cinta pada hujan, sejak aku mulai dapat mengenal huruf.
Di sini, di sudut merah yang syarat dengan aroma kopi kesukaanku. Aku belajar. Belajar yang tak mampu aku dapatkan di bangku sekolah maupun kuliah. Belajar bahwa hidup tak hanya sebuah kotak yang tersusun rapi. Kotak itu memiliki siku yang saling melekat. Aku belajar membuka lekatan siku itu. Ya. Aku belajar membuka kotakku dengan penuh kehati – hatian. Perlahan ku buka satu siku saja, aku membukanya bukan berarti aku menghilangkan lekatannya. Suatu hari pasti lah aku butuh untuk melekatkan siku itu. Dan ketika kotakku terbuka, ya, aku dapat lebih banyak belajar.
“Ini lah hidup, nak,” ujar hal dari luar kotakku. “Tak selalu kau tenang di dalam kotak itu”.
Aku hanya tersenyum pada hal di luar kotakku.
“Kau memang harus membuka kotakmu, nak, tapi bukan berarti kau kehilangan aroma kotakmu. Jangan sekali pun kau rubah aromamu, karena suatu saat kau harus kembali ke kotakmu. Jangan sampai kotakmu sendiri asing akan dirimu, nak. Ini lah hidup,” lanjut hal dari luar kotakku.
Ya. Ini lah hidup. Aku dan kotakku, serta hal dari luar kotakku.
Di sini, di sudut merah yang mungil ini, aku bersahabat dengan malam dan tengah hari. Dengan kepulan asap yang dulu aku benci. Dengan kebingaran obrolan atau hanya bualan orang yang tak ku kenal. Aku bersyukur.
Di sini, di sudut merah yang tak seberapa ini, suatu saat akan menjadi bahan ceritaku. akan menjadi komposisi kenangan dalam masa depanku nanti.
"Ini lah hidup. Aku mencoba membuka kotakku dengan hati – hati. Hidup tidak harus selalu kotak yang tersusun rapi"
0 komentar:
Post a Comment