No comments
Pojokan Perempatan
Kota sudah banyak berubah. Ya. Seiring dengan waktu dan hal yang dinamakan ‘pembangunan’. Bahkan bangunan belanda di pojokan perempatan itu sudah runtuh. Bangunan yang selalu membuat saya terpukau setiap pulang sekolah dulu. Kini bekas bangunan itu akan dibuat sebuah square. Entah akan jadi seperti apa nantinya. Sampai saat ini saya juga masih heran, kenapa bangunan kuno sebagus itu harus dihancurkan.
Otomatis, semenjak bangunan kuno itu dihancurkan, tak ada lagi yang membuat saya terpukau saat tengah melewati perempatan itu. Hanya nyala lampu lalu lintas saja yang saya perhatikan. Sampai di suatu sore tiga hari yang lalu pandangan saya terpaku pada satu titik. Titik yang baru saya sadari tidak berunah, tidak mengikuti perubahan yang bernama ‘pembangunan’.
Seorang wanita seumuran ibu saya itu masih saja sama seperti saat pertama saya mendapatinya. Saat saya masih SD. Ia duduk di trotoar dengan alas terpal putih yang digelarnya sedari sore mulai lamat menggeser siang. Di hadapannya tertata rapi jagung rebus dan kacang – kacangan rebus. Dulu, setiap selesai les menggambar, ayah saya selalu mengajak saya untuk mampir membeli jagung rebus di situ.
Kini, setelah duabelas tahun sejak pertama kali saya melihatnya, Wanita itu masih sama. Duduk di trotoar pojokan perempatan itu. Masih dengan gaya rambut yang sama. Masih dengan gaya bicara yang sama. Hanya kerut di wajahnya yang semakin Nampak jelas. Serta, tatapan matanya yang Nampak lebih lelah dari biasanya dulu. Dulu, mata itu berbicara, “sore akan segera habis, nak. Sebentar lagi malam dan saya akan segera pulang”. Namun kini, seiring waktu mata itu seolah berbicara, “sore baru saja datang, nak. Ia masih panjang dan malam masih jauh. Saya mungkin kelamaan akan seperti bangunan itu. Hilang dari pojokan perempatan ini”.
Dengan seikat jagung rebus saya meninggalkan wanita itu yang masih menunggu dagangannya habis. Bersama seikat jagung rebus itu pula saya semakin mengerti bahwa, waktu memang merajai hidup, tapi waktu tak pernah mampu merajai kenangan.
0 komentar:
Post a Comment