Monday, April 23, 2012

3:12 PM - No comments

Aku Senja

Tak ada sekat nyata di antara kita

Namun kita berbatas

Kita tak bisa saling berbaur

Sekalipun terkadang kita menghambur

Aku adalah nyata

Kamu adalah realita

Perbatasan itu terasa,

Yang akhirnya membuat kita tak mungkin berbentuk






Aku selalu menghampirinya. Ia selalu hangat, dan aku selalu merindukannya. Untuk itu lah aku selalu menghampirinya sehari sekali. Ia memikat. Lebih dari kemegahan di dalam istana sana. Sekalipun kami tak pernah dapat menyatu padu. Kami terpisah. Oleh takdir yang dipahat semesta. Kami berbatas. Oleh sekat yang tak pernah kami rasa nyata. Absurd.



Sudah begitu banyak cerita yang berhamburan diantara kami. Sudah banyak rasa yang kami kecap. Semuanya sudah kami lagukan. Dalam simfoni sore yang menyegarkan. Dalam nada lirih yang menggeliat.



Tak banyak waktu yang mampu kuhadirkan untuknya. Semesta hanya memberiku sedikit waktu untuk singgah. Sementara ia tetap berada di tempatnya. Terkadang mendung pun membuat waktuku semakin sedikit bersamanya. Semesta sudah mengatur segalanya.








Aku hanyalah semburat berwarna yang hadir di sejenak waktu. Dan riaknya yang lembut yang menjadikanku indah. Ia tahu betul bagaimana membuatku terlihat begitu sempurna. Ia menyempurnakanku. Sekalipun ia tak pernah mampu menggelungkan tangannya padaku, begitupun juga aku.












Kami terhubung satu sama lain. Tapi seolah kami terpisah dalam dimensi yang berbeda. Setinggi apa pun ia menghambur tak sekalipun ia mampu menyentuhku. Dan serendah apapun aku mencoba menggariskan warnaku, tak pernah aku mampu untuk menyentuhnya. Kami saling tak bersentuhan. Bukan seperti air dan minyak yang disatukan. Kami tak berbentuk.









Aku hanya lah semburat warna pada sore hari. Dan ombak yang menjadikanku terlihat indah. J


Wednesday, April 4, 2012

4:14 PM - No comments

Aku Ombak




Aku selalu berhambur. Menuruti ritme yang telah ditakdirkan semesta untukku. Aku tak pernah jatuh cinta pada kata ‘berhenti’. Aku selalu sulit untuk menjadi indah. Mereka bilang aku kacau tak berupa. Warnaku tak semenyilaukan penghuni taman. Seringnya aku menghambur lepas hingga menepis batas. Tak peduli ternyata keindahan yang kutepiskan. Aku tak butuh bersolek atau mematut diri pada cermin agar mereka mengatakanku indah. Aku tahu, aku telah indah karena adanya. Semesta telah membuatku indah dengan ketidak teraturan yang ada padaku.



Dingin mungkin yang dapat digumamkan telapak – telapak yang pernah kuhampiri, atau telapak yang sengaja menghampiriku. Kadang aku hangat, jika matahari berbaik hati berbagi energi panasnya denganku. Tapi tak peduli lah aku pada apa gumaman. Aku adalah aku, yang menjalani ritme seperti titah Sang Pencipta.



Aku selalu terpukau pada senja. Dengan jingga yang hangat. Serta aromanya yang mengesankan. Senyum lembayungnya tak pernah bosan untuk kunikmati. Kami selalu bersalaman ketika bertemu. Selalu bercanda dan memekikan kegembiraan, juga terkadang melantunkan kekecewaan kepada semesta. Aku selalu menemukan kehangatan pada senja. Walau hanya pada sekelumit waktu saja dapat kutemui.



Seindah apa pun senja memukau ku, tetap saja aku selalu terkait erat pada angin. Aku selalu meminta angin untuk ada. Agar aku dapat terus bergulung ke tepian. Untuk menyapa butir – butir indah dan telapak – telapak yang ada di sana. Aku selalu butuh angin. Tak peduli sekali pun angin tengah mengamuk. Membuatku semakin tak beraturan untuk bergulung. Membuatku harus mengeluarkan energi dan gulungan yang besar. Tak peduli sepanas atau sedingin apa pun angin. Aku membutuhkannya. Tidak kah ombak tak dapat bergerak tanpa angin? Ya. Aku ombak. Ombak yang selalu lebih membutuhkan angin daripada senja, seindah apa pun senja. Yang selalu menghabiskan hampir seluruh waktuku dengan angin. Seperti apa pun angin. Aku selalu jatuh cinta kepada angin. J




Photo From Ari Naibaho







Monday, April 2, 2012

12:35 PM - 1 comment

Sedikit Untuk Senja

Jika masih ada hal yang tersisa itu lah kenangan

Untuk aku dan senja

Seketika ia selalu datang lalu berpamit pulang

Diserahkannya waktu panjang kepada malam yang dingin



Jika masih ada rasa yang membekas itu lah rindu

Untuk semburat jingga yang hangat itu

Yang seketika nanti akan ku reguk lagi

Ku biarkan ia menembus pori – pori kulitku dan jauh ke dalam partikel terkecil tubuhku

Walau hanya mampu menghamburkan sekelumit cerita tapi itu memenuhi

Itu mementalkan dahaga ke kutub yang lain




Jika masih ada lembaran yang tercecer

Maka itu adalah aku

Yang sengaja meninggalkan sedikit saja jejak di tanah tua

Agar nanti dapat ditemui senja jika ia kembali

Sementara aku kembali pada teduhku,

Hati yang membuat aku kembali tanpa pengharusan J