3:12 PM -
No comments
No comments
Aku Senja
Tak ada sekat nyata di antara kita
Namun kita berbatas
Kita tak bisa saling berbaur
Sekalipun terkadang kita menghambur
Aku adalah nyata
Kamu adalah realita
Perbatasan itu terasa,
Yang akhirnya membuat kita tak mungkin berbentuk
Aku selalu menghampirinya. Ia selalu hangat, dan aku selalu merindukannya. Untuk itu lah aku selalu menghampirinya sehari sekali. Ia memikat. Lebih dari kemegahan di dalam istana sana. Sekalipun kami tak pernah dapat menyatu padu. Kami terpisah. Oleh takdir yang dipahat semesta. Kami berbatas. Oleh sekat yang tak pernah kami rasa nyata. Absurd.
Sudah begitu banyak cerita yang berhamburan diantara kami. Sudah banyak rasa yang kami kecap. Semuanya sudah kami lagukan. Dalam simfoni sore yang menyegarkan. Dalam nada lirih yang menggeliat.
Tak banyak waktu yang mampu kuhadirkan untuknya. Semesta hanya memberiku sedikit waktu untuk singgah. Sementara ia tetap berada di tempatnya. Terkadang mendung pun membuat waktuku semakin sedikit bersamanya. Semesta sudah mengatur segalanya.

Aku hanyalah semburat berwarna yang hadir di sejenak waktu. Dan riaknya yang lembut yang menjadikanku indah. Ia tahu betul bagaimana membuatku terlihat begitu sempurna. Ia menyempurnakanku. Sekalipun ia tak pernah mampu menggelungkan tangannya padaku, begitupun juga aku.
Kami terhubung satu sama lain. Tapi seolah kami terpisah dalam dimensi yang berbeda. Setinggi apa pun ia menghambur tak sekalipun ia mampu menyentuhku. Dan serendah apapun aku mencoba menggariskan warnaku, tak pernah aku mampu untuk menyentuhnya. Kami saling tak bersentuhan. Bukan seperti air dan minyak yang disatukan. Kami tak berbentuk.

Aku hanya lah semburat warna pada sore hari. Dan ombak yang menjadikanku terlihat indah. J

0 komentar:
Post a Comment