1:07 PM -
No comments
No comments
Kamu, senja...
Senja, apa kabar kamu di sana? Apakah kamu
masih hangat? Tidak kah kamu kehilangan suatu titik kecil di tengah kota? Aku
merasa kehilangan di sini. Kehilanganmu. Aku kehilanganmu dalam hiruk pikuk
kota yang jauh lebih besar dan jauh lebih berdenyut. Aku kehilanganmu dalam
ketenggelamanku dengan hari baruku. Aku kehilanganmu selama aku masih ada di
tempat yang tak sama denganmu, senja.
Senja, tidak kah kau menghitung lamanya hari
yang berlalu semenjak akhir bulan lalu? Aku terus menghitungnya. Kulingkari dengan
warna merah pada setiap angka yang berjalan. Selalu kuhitung cepat detik
sebelum aku terpejam pada malam hari, berharap aku akan cepat sampai pada suatu
waktu, dimana kugenggam tiket untuk pulang kepadamu. Senja.
Pernah kah di sana kau enggan untuk hadir di
antara orang – orang yang masih mengharapkanmu, senja? Aku selalu ingin menuju
kepadamu. Ingin menyandingmu kala malam belum siap untuk datang.
Senja, masih kah kau ingat langkah – langkah lelah
yang selalu kutunjukkan kepadamu? Langkah yang selalu kuseret setiap kali aku
putus asa. Lalu kau hanya tersenyum melihat ulahku. Kau tak pernah jenuh saat
ku menghentakkan kaki berharap segala lelah rontok seketika ke jalanan aspal.
Senja, masih kah kau jadi temanku? Masih kah
kau mengenalku saat aku kembali nanti? Saat aku kembali menyandingmu. Saat aku
kembali menyeret langkah – langkah lelahku. Saat aku kembali mencari senyummu
di antara tumpukan lelahku.
Senja, sekalipun di sini ada juga yang
berwarna jingga. Tapi itu bukan kamu. Itu bukan senjaku. Aku masih saja terus menunggu untuk kamu. Senja.
Di kota tua. Pada titik nol kilometer.
Untuk rindu yang kuterbangkan pada jarak 311
km J
0 komentar:
Post a Comment