10:14 AM -
1 comment
1 comment
Waktu Yang (Mungkin) Telah Cukup
Aku tahu, ada
saatnya dimana kita bertemu, mengenal, saling bersama, dan merasa nyaman.
Merasa senasib mungkin. Atau merasa terlindungi dan percaya satu sama lain. Ada
masanya saat kita saling merasa tidak akan pernah berpisah dan akan selalu
bersama dalam keadaan apapun. Satu hal yang kita lupakan kala itu. Yaitu, masa
depan. Kita tidak akan pernah tahu apa yang akan dibawa oleh masa depan, bukan?
Entah seperti apa bentuknya. Pahit atau manis. Atau bahkan campuran keduanya.
Atau justru bukan keduanya. Tidak satu pun dari kita yang akan tahu.
Seperti saat
itu. Saat yang akhirnya tiba juga. Masa depan telah membawa apa yang ingin
dibawanya. Tanpa ada yang tahu apa yang akan dia bawa. Kecuali dirinya sendiri.
Hanya dia yang tahu. Tersenyum dan menyindir lah, betapa egoisnya dia. Karena
kadang aku juga melakukannya.
Sudah tidak ada
artinya lagi membicarakan yang telah berlalu. Tapi toh masa lalu tidak pernah
habis. Tidak pernah dapat hilang dan dipisahkan dari kehidupan kita sebagai
manusia dan apapun. Masa lalu adalah bagian. Entah bagi yang hidup maupun yang
mati. Masa lalu adalah bagian terbesar dari sesuatu. Pada tingkat yang lebih
bijak, kadang orang menyebutnya sejarah. Tapi aku tidak ingin menyebutnya
seberat itu. Sebut saja tetap dengan masa lalu.
Jika ingatanku
tidak salah, kita dulu selalu bersama. Berkabar apapun yang tengah terjadi.
Menunggu momentum untuk kita bertemu dan bercerita. Memberikan pandangan yang
berbeda atas suatu hal. Segala keromantisan manusia yang lupa bahwa masa depan
selalu penuh dengan kejutan. Bertahun – tahun semuanya berlangsung dengan
begitu sempurna. Sesuai dengan apa yang kita harapkan. Atau jika kau tidak lagi
sudi menganggapnya sebagai ‘apa yang kita harapkan’, sebut saja dengan ‘apa
yang aku harapkan’. Sepertinya hampir semua hal tercurah dengan begitu tumpah
ruah. Tidak lagi perlu merasa memiliki sekat. Semua terasa aku adalah kamu dan
kamu adalah aku.
Sampai tiba lah
pada giliran masa depan menampakkan dirinya. Tanpa peringatan atau bahkan ia
tidak tahu bahwa kita lupa akan dia. Masa depan datang membawa apa yang tidak
pernah kita tahu. Datang dengan begitu saja. Datang dengan sebagaimana mestinya
dirinya.
Entah karena
kesalahan atau memang sudah seperti apa yang dibawakan oleh masa depan.
Kekentalan yang kerap terdengar dengan ‘kita’ pun mencair. Seolah ada air hujan
yang tiba – tiba tertuang dan membuat apa yang kental menjadi cair. Kecairan
itu pun membuat bejana tidak lagi mampu menampung seluruh cairan. Hingga tiba
waktunya cairan di dalam bejana meluap. Kekentalan itu pun berpisah. Mencari
apa yang mampu membuatnya berhenti. Aku dan kau, pada akhirnya tidak lagi
serasa seperti dulu.
Jika ada
pertemuan yang berpasangan dengan perpisahan. Lalu ada kerekatan yang beranoim
dengan kerenggangan. Ada satu ruangan waktu yang memang harus diisi. Mungkin saat
itu kita tengah mengisi ruangan waktu secara bersamaan, selayaknya dua
rangkaian kereta yang berhenti bersamaan di stasiun yang sama, tapi pada
waktunya harus melanjutkan perjalanannya masing – masing.
Mungkin waktuku
telah cukup dan sudah saatnya kau melanjutkan perjalanan. Mungkin aku sudah
cukup menemanimu, sesuai dengan jadwal yang seharusnya. Perlahan tapi pasti,
akhirnya kita pun melanjutkan perjalanan masing – masing. perlahan tapi
pasti,ternyata arahmu berbeda dengan arahku.
Jika rel kereta api terus diteruskan sampai mengelilingi bumi, layaknya garis bujur dan garis lintang. Mungkin kita akan bertemu lagi pada suatu koordinat yang sama. Atau malah kita akan saling menumbuk bertabrakan. Siapa yang tahu? Kita tidak pernah tahu apa yang akan dibawa oleh masa depan, bukan?
Karena hidup
tidak seperti novel best seller atau
film peraih penghargaan sinematografi. Mungkin ini lah guna dari masa lalu.
Untuk menjadi pengingat agar tidak lagi lupa bahwa, kita tidak pernah tahu apa
yang akan dibawa oleh masa depan. Juga sebagai pembelajaran, bahwa tidak ada
yang pasti dalam hidup. Hanya ketidak pastian lah yang pasti di dalam hidup.
Selamat malam. Semoga tidurmu nyenyak. Sampai jumpa lagi pada koordinat yang sama. Entah di bumi. Atau di surga J
~Untuk waktu yang (mungkin) telah cukup~
Yogyakarta,
August 23rd, 2015

