Sunday, August 23, 2015

10:14 AM - 1 comment

Waktu Yang (Mungkin) Telah Cukup

Aku tahu, ada saatnya dimana kita bertemu, mengenal, saling bersama, dan merasa nyaman. Merasa senasib mungkin. Atau merasa terlindungi dan percaya satu sama lain. Ada masanya saat kita saling merasa tidak akan pernah berpisah dan akan selalu bersama dalam keadaan apapun. Satu hal yang kita lupakan kala itu. Yaitu, masa depan. Kita tidak akan pernah tahu apa yang akan dibawa oleh masa depan, bukan? Entah seperti apa bentuknya. Pahit atau manis. Atau bahkan campuran keduanya. Atau justru bukan keduanya. Tidak satu pun dari kita yang akan tahu.

Seperti saat itu. Saat yang akhirnya tiba juga. Masa depan telah membawa apa yang ingin dibawanya. Tanpa ada yang tahu apa yang akan dia bawa. Kecuali dirinya sendiri. Hanya dia yang tahu. Tersenyum dan menyindir lah, betapa egoisnya dia. Karena kadang aku juga melakukannya.

Sudah tidak ada artinya lagi membicarakan yang telah berlalu. Tapi toh masa lalu tidak pernah habis. Tidak pernah dapat hilang dan dipisahkan dari kehidupan kita sebagai manusia dan apapun. Masa lalu adalah bagian. Entah bagi yang hidup maupun yang mati. Masa lalu adalah bagian terbesar dari sesuatu. Pada tingkat yang lebih bijak, kadang orang menyebutnya sejarah. Tapi aku tidak ingin menyebutnya seberat itu. Sebut saja tetap dengan masa lalu.

Jika ingatanku tidak salah, kita dulu selalu bersama. Berkabar apapun yang tengah terjadi. Menunggu momentum untuk kita bertemu dan bercerita. Memberikan pandangan yang berbeda atas suatu hal. Segala keromantisan manusia yang lupa bahwa masa depan selalu penuh dengan kejutan. Bertahun – tahun semuanya berlangsung dengan begitu sempurna. Sesuai dengan apa yang kita harapkan. Atau jika kau tidak lagi sudi menganggapnya sebagai ‘apa yang kita harapkan’, sebut saja dengan ‘apa yang aku harapkan’. Sepertinya hampir semua hal tercurah dengan begitu tumpah ruah. Tidak lagi perlu merasa memiliki sekat. Semua terasa aku adalah kamu dan kamu adalah aku.

Sampai tiba lah pada giliran masa depan menampakkan dirinya. Tanpa peringatan atau bahkan ia tidak tahu bahwa kita lupa akan dia. Masa depan datang membawa apa yang tidak pernah kita tahu. Datang dengan begitu saja. Datang dengan sebagaimana mestinya dirinya.

Entah karena kesalahan atau memang sudah seperti apa yang dibawakan oleh masa depan. Kekentalan yang kerap terdengar dengan ‘kita’ pun mencair. Seolah ada air hujan yang tiba – tiba tertuang dan membuat apa yang kental menjadi cair. Kecairan itu pun membuat bejana tidak lagi mampu menampung seluruh cairan. Hingga tiba waktunya cairan di dalam bejana meluap. Kekentalan itu pun berpisah. Mencari apa yang mampu membuatnya berhenti. Aku dan kau, pada akhirnya tidak lagi serasa seperti dulu.

Jika ada pertemuan yang berpasangan dengan perpisahan. Lalu ada kerekatan yang beranoim dengan kerenggangan. Ada satu ruangan waktu yang memang harus diisi. Mungkin saat itu kita tengah mengisi ruangan waktu secara bersamaan, selayaknya dua rangkaian kereta yang berhenti bersamaan di stasiun yang sama, tapi pada waktunya harus melanjutkan perjalanannya masing – masing.

Mungkin waktuku telah cukup dan sudah saatnya kau melanjutkan perjalanan. Mungkin aku sudah cukup menemanimu, sesuai dengan jadwal yang seharusnya. Perlahan tapi pasti, akhirnya kita pun melanjutkan perjalanan masing – masing. perlahan tapi pasti,ternyata arahmu berbeda dengan arahku.

Jika rel kereta api terus diteruskan sampai mengelilingi bumi, layaknya garis bujur dan garis lintang. Mungkin kita akan bertemu lagi pada suatu koordinat yang sama. Atau malah kita akan saling menumbuk bertabrakan. Siapa yang tahu? Kita tidak pernah tahu apa yang akan dibawa oleh masa depan, bukan?

Karena hidup tidak seperti novel best seller atau film peraih penghargaan sinematografi. Mungkin ini lah guna dari masa lalu. Untuk menjadi pengingat agar tidak lagi lupa bahwa, kita tidak pernah tahu apa yang akan dibawa oleh masa depan. Juga sebagai pembelajaran, bahwa tidak ada yang pasti dalam hidup. Hanya ketidak pastian lah yang pasti di dalam hidup.



Selamat malam. Semoga tidurmu nyenyak. Sampai jumpa lagi pada koordinat yang sama. Entah di bumi. Atau di surga J


~Untuk waktu yang (mungkin) telah cukup~




Yogyakarta, August 23rd, 2015

1 komentar:

mantab sob ane, pembahasannya bagus..

Post a Comment