Tuesday, August 10, 2010

12:54 AM - No comments

Doa dan Bunga Untuk Eyang :)

kembali saya sampai di tempat yang menjadi idaman masa depan semua manusia pada ujungnya. Tempat yang banyak disapa oleh semilir angin pantai. Dimana atapnya tak terlalu tinggi, namun begitu nyaman untuk bersantai. Saya membayangkan jika suatu hari nanti saya di sini pasti jiwa saya akan sangat bahagia. Tempat dimana ujung dari segala usaha keras kita selama hidup. Tak ada yang dapat memilih desainnya. Semuanya sama setara. Tak ada emas yang melapisi dindingnya atau keramik cina yang menjadi hiasan pada dindingnya. Semuanya bersatu dengan bumi. Dan memang kepada bumi lah kita akan kembali.

Ingatanku langsung melayang pada masa – masa lampau saya. Dimana ada kue ulang tahun di setiap pertengahan bulan Juni. Ada nasi goreng yang tak akan pernah lagi dapat saya temui rasa yang seperti itu, setiap kali saya menginginkannya. Pijatan – pijatan lembut pengantar tidur. Atau petuah – petuah saat berada di ruang tengah. Semuanya itu bagian dari hidup saya. Saya berterimakasih kepada anda wahai Tuhan yang baik J

Saya masih dapat mengingat dengan begitu jelas. Sepertinya hal itu baru saja terjadi. Dua gundukan tanah, tetapi satu gundukan telah bernisan. Di bawah tanah itu lah, ada sebuah ruang hampa yang besar. Dimana di dalamnya dua jasad manusia yang begitu berarti dalam hidup saya. Saya mencintai mereka, mungkin dapat melebihi cinta saya kepada kedua orang tua saya. Saya begitu merasa mereka menyayangi saya melebihi orang tua saya sendiri. Lalu dua tahun yang lalu semuanya berubah. Saya benar – benar sendirian.

Delapan tahun atau dua tahun atau bahkan bertahun – tahun yang lebih lama, saya masih mengingat jelas setiap detil pemakaman mereka. Bagaimana mereka tersenyum dalam tidur panjangnya. Senyum bahagia karena telah sembuh dari sakit yang menggelayuti mereka selama beberapa saat di akhir hidup mereka. Di satu sisi saya bahagia karena mereka telah sembuh. Tapi toh, sisi hati saya yang lain tak dapat memungkiri bahwa saya begitu kehilangan. Saya begitu menjadi sendiri. Dua hari tepat sebelum ulang tahun saya dan dua hari tepat setelah pengumuman kelulusan saya. Ada duka yang mungkin tak mampu sirna di antara dua saat bahagia dalam hidup saya. Kado bagi umur saya yang delapan belas.

Hingga kini, air mata saya masih dapat mengalir deras jika saya betul – betul mengingat mereka. Saya tak dapat menguatkan kerapuhan saya di saat seperti itu. Entah saya sudah ikhlas atau belum. Tapi air mata saya masih belum habis untuk mereka, bahkan mungkin tak akan habis. Saya dapat merasakan kehilangan yang begitu besar. Sepertinya jiwa saya sudah tak memiliki pendamping. Begitu sebatang kara. Dan air mata lah yang hadir menemani. Memberikan jalan pada sesak untuk merajai diri saya.

Mulai sekarang hingga nanti, hanya bunga dan doa yang dapat saya bawakan kepada mereka. Saya hanya dapat bercerita kepada dua gundukan tanah. Saya hanya dapat terus berusaha menjadi manusia yang lebih baik.

Eyang,

Ini doa, sebagai penebus kasih sayang yang tidak pernah dapat terbalaskan.

Eyang,

Ini bunga, sebagai pengganti kue ulang tahun dan sepiring nasi goreng.

Eyang,

Ini semua cerita, sebagai pengganti pijatan halus penghantar tidur.

Eyang,

Ini mimpi yang akan jadi nyata, untuk semua petuah yang pernah saya terima.

Eyang,

Itu keikhlasan, walau mungkin ia masih jauh, tapi saya ingin memilikinya.

Terimakasih Tuhan, untuk apa yang telah saya miliki. Engkau yang menghendaki suatu mula, dan kepada-Mu pula lah semua mula itu berakhir.

0 komentar:

Post a Comment