No comments
Bertanya Pada Jingga
Di suatu sore aku pernah bertanya pada jingga
Apa kau tidak merasa sedih saat kau hanya diberi kesempatan untuk hadir begitu sejenak di antara duapuluhempat jam waktu dalam sehari?
Ia hanya tersenyum syahdu sembari angin berhembus membelaiku
“Jika aku sedih, lantas siapa yang akan membuatmu tersenyum?”
Lalu aku kembali bertanya kepada Jingga,
Apa kau tak takut terkalahkan oleh keindahan pelangi yang lebih beragam itu?
Ia lalu tersenyum teduh
“Jika aku takut, untuk apa Tuhanku mentasbihkan aku untuk menyambut malam datang?”
Aku lalu terdiam, hanya kunikmati saja jingga yang semburatnya selalu indah
Aku jatuh cinta pada jingga
Jatuh cinta karena ia seperti lukisan abstrak yang keindahannya tak pernah lekang
Aku jatuh cinta hingga selalu merindukannya di sepanjang pagi dan siang
Lalu suatu hari pelangi muncul
Ia tersenyum padaku, senyumnya tak pernah seindah jinggaku
Ia menyapaku hangat setelah hujan mengahantarkannya hadir di langitku
Ia berbeda, warnanya tak hanya Satu
Semua orang berdecak kagum akan banyak warna itu
Sementara aku hanya diam memandangnya
Saat ia hadir aku selalu berfikir tentang perbedaan,
Perbedaan yang tak pernah ditunjukkan oleh jinggaku
Ia seolah menyindirku
Aku berbeda,
Berbeda dengan dia
Ya…
Tapi Tuhan tak pernah marah,
Atau ini kah cara Tuhan untuk marah?
Suatu saat aku kembali bertanya pada jingga
“Ada yang salah dengan yang berbeda?”
Jingga tersenyum dengan syahdu kembali
“Jika salah mengapa Tuhanmu menciptakannya?”
Tapi mengapa pelangi tak pernah seindah dirimu?
“Semuanya indah karena Tuhan yang menghendaki”
Tuhan?
“Ya Tuhan. Apa yang kau fikirkan tentang Tuhan?”
Tuhan itu Satu
Jingga lalu tersenyum hangat
“Pernah kah kau sadari, ujung pelangi itu seperti berasal dari satu ujung yang sama, lalu ia memancar berbeda”
Perlahan jingga pamit dan memudar untuk digantikan oleh malam
Aku hanya dapat melihat pudarnya semakin hilang
0 komentar:
Post a Comment