Thursday, November 28, 2013

2:24 PM - No comments

Sepotong Catatan


Ada saat dimana kita mengalami saat – saat pertama bertemu. Pertemuan.
Saat dimana segalanya terasa asing lalu perlahan menjadi erat
Lalu semua berjalan sesuai prosesnya sendiri,
Seperti mengalami seleksinya sendiri,



Ada saat dimana kita merasakan tawa begitu membahagiakan,
Mengerti seperti apa lelah yang tak mau kunjung pergi
Paham bagaimana dingin saat hujan angin tak henti – hentinya menderas
Semua serasa begitu mengalir, tanpa dipaksa, tanpa dinyana,
Bagiku semuanya terjadi begitu saja



Lalu tiba saatnya, detik – detik terakhir. Perpisahan.
Semua adalah ujung dari pertemuan
Pasangan dari sebuah perjumpaan
Yang kadang, semuanya terasa mulai begitu asing,
Seperti saat - saat pertama bertemu


Friday, November 22, 2013

10:07 AM - No comments

Untitled #2

Di sela waktu yang terasa begitu singkat,
Di hadapan layar yang tak juga padam
Aku masih saja mengingatmu dengan utuh,
Bagaimana tubuhmu bergerak saat bangun tidur,
Bagaimana kedua bola matamu berusaha berputar seperti putaran penari bali


Di kisaran suara dengusan lelah manusia – manusia ini
Di dalam bilik yang kaku tak bersahabat ini
Aku masih saja mampu mendengar jelas suara – suaramu
Suara lirihmu yang begitu lembut,
Suara derap langkahmu yang pelan namun pasti saat berjalan ke arahku


Di tengah jarakku dengan senja
Ruang hampa yang terpapar
Ratusan kilometer kau di sana,
Aku masih sangat jelas merasakan hangatnya pelukanmu,



Ah, ini mungkin rindu,


Yang sudah tak tahu lagi bagaimana mencari pelepasannya,


Dalam hawa yang tak pernah aku suka,
Dapat ku cium aromamu yang lekat,
Walau kau berada dalam hawa yang berbeda di sana




Boleh kah aku menitip rindu pada matahari pagi yang akan bersinar esok?



Atau langit senja yang sebentar lagi akan memamerkan semburat jingganya?



Friday, November 8, 2013

8:23 PM - No comments

Pulang #2


Ketika “pulang” sudah menyeruak maka, tak ada hal lain lagi yang dapat menghentikannya. Ia akan terus melaju sekencang ia mampu bahkan, mungkin lebih. Pulang. Sudah mengajak rindu untuk berkomplot dengannya. Untuk saling bergandeng tangan dengan eratnya. Menyatukan kekuatan dan kemampuan. Mereka terus bersekongkol untuk menjadi pemenang, hingga yang lain mengalah, kalah.

Lihat saja, begitu banyak wajah lelah yang kemudian sumringah ketika melihat rentangan jalan yang akan mereka tapaki. Yang akan dinikmati. Berapa pun waktuh yang dibutuhkan. Seberapa pun tenaga yang dihamburkan. Tak ada yang pernah akan menyesal, jika ditanyakan kepada hati yang paling dalam dan paling kecil.

Lalu pulang akan menggiring kepada “rumah”. Rumah, sejatinya tempat semua akan pulang. Tempat ternyaman. Paling teduh. Paling dirindukan. Rumah, tak ada yang akan mampu menyainginya. Se-lebih-besar apapun dan se-lebih-megah apa pun. Rumah tetap lah tempat yang paling ingin dituju.

Pulang selalu terdengar dan bergema di mana pun telinga dapat mencakup pendengarannya. Karena pulang tak hanya sekedar kembali. Pulang adalah tujuan. Tujuan dari segala perjalanan. Tujuan dari segala usaha. Pulang kepada Tuhan. Pulang ke kampung halaman. Semuanya adalah kerinduan. Kerinduan akan rumah. Pada list paling akhir pasti lah ada “pulang”. Karena memang ia adalah tujuan. Pulang adalah setidaknya hal paling akhir yang ingin atau akan dilakukan.

Berkelana lah maka, kau akan merindu. Merindu lah maka, pulang akan menuntunmu. Menuntunmu untuk kembali ke rumah. Tempat paling indah. Dimana hanya hati yang perlu melirih dan bibir hanya perlu tersenyum. Bagaimana air mata adalah bahagia.

Maka, aku akan pulang…

Untuk yang kesekian kali hingga nantinya terakhir kali


"Pulang lah,nak …"



~dalam perjalanan 311 km~

November 8th, 2013

Thursday, November 7, 2013

3:59 PM - No comments

Dua



Kalau matahari hanya satu di bumi ini,
Yang terbit di timur lalu menghadirkan fajar yang menyegarkan
Kemudian tenggelam di barat lalu menghadirkan senja yang mempesona
Mengapa harus kamu harapkan ada dua matahari yang melakukan dua hal mengagumkan itu bersamaan?



Jika bulan hanya satu pada langit malam bumi ini,
Yang memantulkan pendar cahaya matahari ke gelapnya bumi
Yang selalu romantis sembari malam begitu dingin
Mengapa masih saja kau harapkan ada dua bulan yang melakukannya bersamaan?




Tidak kah cukup satu bumi untuk hidup dan menghidupi
Untuk tertawa dan menangis,
Masih kah perlu memijak bumi lain yang dirasa mampu melakukan hal yang sama?


Jika langkah sejatinya hanya mampu menapak pada dataran yang sama,
Masih kah mau dipaksakan untuk menapak pada dataran yang berbeda?


Bila sandal sudah sepantasnya sepasang,
Masih kah kau mau mengenakan setengah pasang dari yang lain?
Dengan masih menggunakan sepasang darimu yang dahulu?


Jika masih ada kekuatan untuk melakukan itu semua,


Maka seharusnya lahir pertanyaan,


Kekuatan kah itu?



Atau




Hanya ketakutan untuk kehilangan?




Sehingga,



Merasa butuh untuk memiliki yang kedua



...........

Monday, November 4, 2013

3:12 PM - No comments

Hujan Di Kota Tua


Ia masih saja muncul satu per satu
Berurutan, berirama, sesuai ritmenya
Ia masih saja menawan tak terelak
Aku pun masih tersenyum menyaksikannya
Perlahan tapi pasti,
Semuanya seperti lagu yang sedang diputar di radio
Runtut sesuai daftarnya


Aku masih menyesap aromanya di sekeliling tubuhku
Aku masih terpukau oleh kehadirannya, tak kunjung habis
Jiwaku masih saja merasa tenang ketika ia semakin menderasi tubuhku
Semakin aku bahagia, semakin aku menari bersamanya
Tarian kami tak  berencana, tapi berirama, sesuai detak kami masing – masing yang setara


Belaian – belaiannya yang lembut membuatku tak pernah merasa kedinginan saat menari dengannya
Aku tidak takut sakit atau pun lelah
Aku hanya tahu bahagia, tertawa dan menari bersamanya
Sesekali aku bernyanyi untuknya,
Melantunkan tembang yang membuatnya semakin tertawa
Kami,
Berbaur dalam dera dan deru


Kini aku hanya dapat menatapnya pada dimensi waktu lalu
Ia masih dengan diriku yang menari
Seperti melihat rekaman video yang tak hentinya ku putar
Itu waktu yang lalu

Kini ?

Aku hanya terpaku mencoba menggapai – gapai aromanya yang masih tertinggal
Terpisah oleh jarak, waktu, dan dimensi
Aku sendiri di sini, kering
Entah ia dimana
Mungkin sedang bersembunyi
Atau bergelung dalam kenyamanan dunianya
Mungkin juga ia tengah berlatih untuk membelai dan menari bersamaku lagi


Aku rindu aromanya,
Aku rindu belaiannya
Aku rindu menari bersamanya dan bernyanyi untuknya
Aku rindu dengan segala dera dan deru


Seperti janjinya, ia akan datang lagi nanti,
Jika masanya sudah tiba untuk kami menari dan bernyanyi lagi
Seperti janjinya di waktu – waktu lalu,
Sembari menjalani waktu aku hanya menunggunya,
Menunggu bertemu lagi


Denganmu...

H


U


J


A


N



di kota tua 

J


~  Surabaya, November 4th  2013 ~


Saturday, November 2, 2013

9:53 PM - No comments

Singgah

Karena langkah tak pernah berakhir. Sekalipun menemukan tempatnya pulang. Langkah akan terus bergerak,. Seiring irama nadi yang tak pernah berhenti saat seiring dengan nafas yang masih ada. Langkah hanya akan berhenti saat nafas sudah habis. Nanti. Saat takdirmu sudah menentukan titik terakhirnya. Hidup memang tak sesederhana lahir, berkembang, tertawa, menangis, hampa, sakit, lalu kemudian mati. Hidup lebih dari itu. Lebih dari kata – kata yang menggambarkan hidup itu sendiri. Karena hidup seharusnya memang dijalani tanpa perlu khawatir, jika sudah memegang kasih Tuhan.

Aku masih di sini. Duduk di antara kebisingan kota besar. Kota yang mengajarkanku hal baru. Kota yang memperlihatkanku sisi lain kehidupan. Bagaimana hidup tak setenang biasanya di kota damai sana. Aku baru mengerti hidup begitu keras dan liar. Seperti bermain tanpa aturan. Di sini aku masih termangu, mungkin aku sudah mulai terbiasa dengan “hidup” yang ada di sini. Dengan kesendirian yang mengajarkanku bagaimana menghargai “pulang”.

Di sini aku mengenal bagaimana berteman. Bagaimana hidup sendiri tanpa keluarga. Bagaimana ketulusan bekerja dengan caranya sendiri untuk menemukan kesejatiannya. Bagaimana semua hubungan mengalami proses evolusinya dan revolusinya sendiri. Bagaimana jarak 311 km begitu dahsyat mempengaruhi emosi. Aku dengan kerinduan yang tak pernah ada habisnya.

Di sini, malam perlahan mulai larut. Mulai memanggil bintang untuk berpesta lebih gemerlap lagi. Mulai menyenandungkan lagu – lagu sepi. Malam selalu saja tak pernah sendiri. Aku menatapnya tanpa arti. Hanya fikiranku yang berjalan ke masa lalu. Menapaki jalur – jalur yang langkahku telah lalui. Tersenyum pada segala jenis kenangan. Manis mau pun pahit. Tertawa pada setiap kejadian. Menyenangkan atau pun menyayat hati. Semuanya terasa begitu dekat. Seolah baru saja kemarin terjadi. Semuanya ternyata begitu singkat. Seolah semua kejenuhan kemarin hanya sebuah canda yang tak ada artinya. 

Di tengah jalan yang begitu besar ini langkahku menapaki jalurnya lagi. Mengitari orbitnya sendiri. Berapa lama lagi aku akan masih ada di sini? akan kah aku kembali melihat jalanan kota yang begitu besar ini?

Singgah. Hanya itu yang ada di kepalaku. Aku singgah ke tempat yang tak pernah ku fikirkan sebelumnya. Aku terdampar pada tepian yang tak pernah ada dalam orbitku.

Tuhan. Terimakasih untuk tempat singgah yang telah kau berikan kepadaku. Terimakasih atas manusia – manusia dan segala hal yang menemaniku selama terdampar di sini. Aku bukan lah sedang tersesat. Aku hanya singgah J



 ~ Surabaya, November 2nd, 2013 ~