Friday, December 26, 2014

12:01 PM - No comments

Untuk Bapak

Jika ingin melihat seorang lelaki yang tengah bekerja keras untuk menghidupi keluarganya, tak perlu lah sampai menengok ke gedung – gedung perkantoran yang berdiri kokoh dengan ruangan yang sejuk karena pendingin udara. Tak perlu penasaran dengan lelaki – lelaki yang berpakaian rapi seolah tak ada yang dapat membuat bajunya kusut selipatan kertas memo pun.

Coba lihat lagi para lelaki yang kita temui saat kita tengah melakukan perjalanan ke kantor atau ke suatu tempat. Lelaki – lelaki paruh baya yang mendorong atau mengayuh gerobak dagangan mereka dengan penuh harapan hari ini dagangan mereka akan laku banyak dan membawa pulang uang yang cukup untuk keluarganya bisa makan agar anak – anaknya mendapat cukup gizi, serta agar anak – anaknya tetap dapat melanjutkan sekolah. Bagaimana wajah para pembawa barang di pasar, stasiun, atau di terminal, berkilo – kilo beban pun mereka pikul agar lembaran rupiah dapat mengisi kantong celana mereka. Atau coba lihat para tukang ojek yang seharian mengendarai motor mereka, panas maupun hujan mungkin sudah tak menjadi soal lagi bagi mereka, yang penting anak – anaknya dapat menempuh pendidikan yang layak. Atau coba lihat para pedagang kecil di pojokan pasar yang dengan setia masih menunggu pembeli untuk membeli dagangannya.

Mereka tidak lagi pernah peduli dengan baju bagus apa yang dikenakan ketika mereka harus bekerja demi menghidupi keluarganya. Mereka tidak lagi peduli dengan panasnya udara hari ini atau hujan yang akan membuat mereka masuk angin. Mereka hanya ingin menggunakan tenaga yang mereka miliki agar dapat memperoleh rejeki untuk dibawa pulang ke rumah.

Lalu seberapa besar ucapan syukur yang telah kita sampaikan kepada-Nya?

Seberapa banyak ucapan terimakasih yang disampaikan kepada seorang lelaki yang dpanggil ayah, bapak, papa, papi, atau panggilan lainnya. Sudah cukup sering kah doa untuk mereka agar mereka selalu sehat dan diberi kebahagiaan, serta agar selalu ada waktu untuk dapat membahagiakan mereka dibanding dengan doa untuk diri sendiri ?

Sudah berapa banyak kalimat “ I Love You, Bapak” yang mereka dengar dari bibir anak – anaknya?

Yang kini sudah pasti akan menjadi kenangan. Yang nanti, yang masih menjadi harapan di masa nanti, belum pasti menjadi kini.


Friday, November 21, 2014

3:44 PM - No comments

Untuk Kita Yang Akan Menempuh Jarak



Untuk kita yang akan menempuh jarak,

 
Jika nanti senja sudah menyingsing dan aku sudah tak lagi berada di sampingmu, jangan pernah lelah untuk kembali merasakan rindu. Merasakan harapan – harapan yang terus berlarian dan menggebu. Harapan untuk dapat kembali melihat nyata senyum yang membuatmu merasakan rindu


Jika nanti malam sudah semakin menjadi dan aku sudah berada di sisi bumi yang lain, jangan pernah berhenti untuk terus merapal doa dalam hati, agar selalu ada waktu kita berjumpa kembali. Agar selalu ada kekuatan untuk menaklukan jarak


Saat nanti, ada pelukan untuk mengantarkan langkah menjauh dan raga terpisah, biarkan saja air matamu jatuh untuk seketika, ketika masih ada dalam pelukan


Sampai nanti, air matamu akan berubah menjadi senyum lebar yang tak juga padam, ketika langkah kita dapat menaklukan jarak yang Nampak begitu angkuh


Jangan heran, kita akan mengalaminya berulang – ulang. Seperti serial drama yang kerap kau tonton


Hingga nanti, di suatu pagi, hanya senyumku yang ada, ketika pertama kali kau membuka mata

pic by weheartit.com


Wednesday, October 22, 2014

11:08 PM - No comments

Menjadi Senyum


Pic by www.mediawebapps.com
Andai kau tahu aku tengah menertawaimu. Menertawai gambar – gambar masa lalu kita. Senyum polos yang tak pernah memikirkan bahwa, akan ada hidup yang begitu berat di hari kedepannya. Kau tahu, aku selalu ingin jadi senyum. Baik dalam suka maupun luka. Aku selalu ingin menjadi hiasan di kedua sudut bibir, sekalipun kadang begitu tipis.


Kau dan aku pada akhirnya tahu bahwa, hidup tak semudah nilai sepuluh di pelajaran matematika saat kita kelas 2 SD. Hidup tak hanya sekedar seindah gambar pemandangan alam pegunungan yang kita gambar saat kita mengikuti ekstrakurikuler menggambar. Hidup jauh lebih berwarna dari warna – warna pastel terbanyak yang pernah kita punya.


Pic by www.break.com

Dan katamu, “hidup jauh lebih absurd daripada noda – noda di tangan dan baju seusai kita bermain cat air”.







Bahasa sudah sedemikian indah di telinga kita. Entah sudah berapa banyak puisi yang telah sampai di telinga kita dan membuat kita terpukau. Bahasa sudah seperti perhiasaan yang tak nampak bagimu dan bagiku. Bait – bait yang terus terutulis seolah tanpa henti. “Namun hidup tak sekedar bahasa yang indah”, ujarmu kala kita melepas senja.

Kita sudah merasakan bahagianya berlari, berlomba mengayuh sepeda mengitari lapangan yang begitu luas. Kita sudah merasakan sakitnya terpeleset saat tengah berlari, perihnya luka karena terjatuh dari sepeda. Kita tahu bagaimana peningnya setelah kepala kita terkena hantaman bola kasti. Kita juga tahu, selalu ada senyum di awal ataupun di akhir setiap luka itu.



pic by www.artoffriendship.org


Kau dan aku pernah merisaukan bagaimana jika hidup tak seerat genggaman tangan kita ketika pertama kali kau mengajakku naik ke atas bukit untuk menerbangkan layang – layang. 








pic by www.hanynh.blogspot.com

“Apa jadinya jika hidup tak lagi sekuat cengkeraman tanganmu di lenganku ketika kau memaksa untuk naik bianglala, sekalipun kau takut ketinggian,” ucapmu lagi. 






Begitu banyak yang kita risaukan bukan?


Jika nanti akan ada senja dimana kita berdiri di atas belahan bumi yang berbeda, di zona waktu yang tak sama. Masih kah akan kita ingat senja yang tengah kita lepas ini? Sekalipun senja besok tak sama dengan senja kali ini.



Saat nanti tiba waktunya ada lambaian tangan dan senyum yang hadir bersamaan. Tolong berusaha lah mengingat bahwa, aku selalu ingin menjadi senyum. Baik dalam suka maupun luka. Aku selalu ingin menjadi hiasan di kedua sudut bibir, sekalipun kadang begitu tipis.




Berusahalah untuk tak risau, kau dan aku ada dalam setiap doa,” bisikmu ketika senja benar – benar sudah pergi dan kini malam yang berkuasa.


Pic by pixgood.com

Tuesday, October 21, 2014

9:13 PM - No comments

Aku, Dia, dan Mereka



Segaris pandangku masih menuju ke arah depan. Menuju  ke arah pantulan cahaya yang menggambarkan diriku seakan nyata. Aku ada, maka ia ada. Aku pergi maka ia sirna. Aku adalah dia dan dia adalah aku. Semua terasa sama dan seirama, namun tak bisa saling menyentuh. Ia bukan masa lalu atau pun masa depan. Meskipun ia juga membawa masa lalu dan berusaha menggapai masa depan. Aku berbisik ia pun berbisik. Aku menangis ia pun menangis. Aku menyipitkan mata, ia pun menyipitkan mata. Sama bukan. Mengapa mereka terus memperebutkan aku? Jika aku ada dua. Bukan kah mereka dapat mendapatkan satu dari masing – masing kami ?



pic by www.erikatzain.wordpress.com



Sejenak aku tersenyum melihatnya. Aku berniat membiarkan salah satu dari mereka mendapatkan aku dan lainnya mendapatkan ia. Tapi kemudian aku terhenyak. “Aku bukan untuk salah satu dari mereka,” ucapnya. “Aku hanyalah untukmu. Hanyalah akan bersamamu. Sampai dunia menghentikan waktunya atas kamu”.

Saturday, October 18, 2014

5:30 AM - No comments

Mencarimu

Aku rentang kan kedua tanganku ketika pagi baru saja muncul
Ku sambut angin pagi dengan pelukanku
Seolah berharap membawamu juga kepada pelukanku


Aku membelalakan mataku, ketika senja hadir dengan keanggunannya
Ku sambut jingganya dengan daya akomodasi tersempurna yang aku mampu
Seolah berharap Tuhan juga melukiskan diri mu bersama senja, agar aku dapat melihatmu dengan senyum


Tapi semua hanya harapan yang belum juga menjadi nyata
Sekedar doa yang belum terkabul
Karena nyatanya aku masih saja memeluk angin dan menatap senja
Sementara engkau, entah berada di sisi bumi yang mana

Aku masih memejamkan kedua mataku ketika riuh rendah suara orang berteriak
Berusaha memekakan kedua telingaku pada sejuta suara yang berbeda
Berharap ada selirih suaramu yang mampu kudengar langsung


Aku masih terus menapakkan langkah – langkah kakiku di atas bumi yang kutempati
Berusaha menuju mana pun tempat yang kau sukai
Berharap ada sepasang kakimu yang tiba – tiba ada di hadapanku


Semua hanya usahaku untuk dapat menemukanmu
Menghadirkanmu secara nyata kepada indera – inderaku

Semoga hati ini belum juga lelah untuk terus mencarimu

Sunday, September 14, 2014

7:40 PM - 1 comment

Tertanda, Kenangan

Aku tahu seberapa berat aku ada dalam hidupmu
Betapa menjadi beban bagi hati dan fikiranmu
Betapa menyesakan seluruh ruang sabarmu


Aku tahu betapa semua terasa berat
Seperti jangkar yang dilempar dari kapal untuk menahannya tetap berhenti
Seperti cakar ayam yang menahan rumahmu tetap berdiri


Aku tahu kau ingin aku pergi
Sehabis – habisnya aku dari hidupmu
Selebur – leburnya kertas yang terbakar api


Sudah kah kau dapat menyingkirkan aku?
Dengan semua usaha yang begitu jamak kau lakukan


Jika saja kau tahu,
Aku hanya dapat kau bunuh dengan tanpa usaha untuk membunuhku

picture by www.rainisrainbow.blogspot.com

Jika saja kau sadar,
Aku akan selalu ada di dekatmu,
Dengan mengambil posisi diam
Untuk membuatmu dapat bahgia dengan masa ini… J




~ Tertanda, Kenangan ~

Thursday, September 11, 2014

10:40 AM - No comments

Sebagaimana Seharusnya




Hadir lah sebagaimana mestinya engkau hadir
Hadir sebagai luka atau gembira
Semua toh sama saja pada akhirnya,
Akan menjadi masa lalu
Akan menjadi sejarah untuk dipelajari


Ada lah sebagaimana harusnya engkau ada
Memberi nyaman atau pun bimbang
Semua toh tak ada beda pada kesempatannya,
Akan menjadi tepat pada waktunya
Sudah tertera pada lembaran takdir di langit sana


Pergi lah sebagaimana layaknya engkau harus pergi
Meninggalkan tawa atau pun air mata
Tak ada yang mampu menghalangimu menjadi apa
karena begitu lah Tuhan menggiring cerita ini


kembali lah sebagaimana engkau ingin kembali
Menjadi cerita lucu atau pun kisah sedih
Jika semua telah menjadi lapang,
Maka hanya akan ada senyum tipis dan bahak tawa untuk menyambutmu





untuk masa lalu yang akan selalu ada,
hanya ada bahak tawa yang menyambutmu kembali

Tuesday, September 9, 2014

3:45 PM - No comments

Untuk Pulang





Riuh dan deru ini begitu akrab

Tak pagi, siang, atau sore

Hanya kala malam larut ia menyepi




Riuh dan deru ini begitu bising

Memekak di telinga,

Bahkan emosi pun tak jarang lepas kendali ingin memecahnya





Riuh dan deru ini terus saja mengejek

Melontarkan segala macam cacian yang begitu mengintimidasi

Begitu menyayat lelah

Begitu mampu membuat tubuh – tubuh itu kehilangan begitu banyak energi




Riuh dan deru ini serupa bukti nyata

Bagaimana semua tubuh ini ingin pulang

Pulang ke bawah atap yang teduh,

Pulang ke atas ranjang yang nyaman




Riuh dan deru ini serupa gambaran

Bagaimana semua jiwa ingin menemukan belahannya

Menyatukan kembali runtuhan yang terlalu berkeping




Riuh dan deru ini...

Ah, aku begitu benci,

Tapi aku ada di dalamnya




www.kucingbalap.wordpress.com



Agar aku dapat kembali menapak di sebuah bidang ruang yang ku sebut rumah

Wednesday, August 27, 2014

6:29 PM - No comments

Luka Kekasih

Kami sama – sama terluka oleh cinta
Dia yang pertama melukai wanitanya, lalu dilukai
Aku yang pertama dilukai lelakiku lalu aku pun ternyata melukai


Jika hidup adalah berpasangan
Maka, kami telah menemukan pasangan – pasangan dalam hidup kami
Kami bertemu karena takdir luka
Tanpa perlu kami berusaha untuk bertemu
Karena luka yang menggiring kami untuk bertemu
Lalu siapa yang ingin terlukai?
Aku rasa tidak, termasuk juga engkau, kekasih


Jika boleh memilih untuk tidak melukai,
Maka aku akan memilih
Jika saja dia tidak memilih untuk melukai,
Maka ia tidak akan terluka
Karena cinta adalah saling melindungi
Sekalipun terluka, maka akan berusaha untuk saling menyembuhkan
Terluka kah kamu membaca ini, kekasih?


Jika saja aku memilih untuk tidak melukaimu…


Tapi aku perlu obat untuk lukaku,
Obat yang tak pernah kau berikan kepadaku


Andai saja tak ada cinta,
Mungkin tak ada luka yang harus disembuhkan…



Untuk luka yang terlanjur ada, sembuhlah...
Kau berhak untuk sembuh...

J