Monday, May 31, 2010

Tuhan yang disebut dengan berbagai nama, Disembah dengan berbagai cara

Kita hidup di dunia tidak hanya dengan satu hal. Kita hidup di dunia berdampingan dengan banyak hal yang berbeda. Kita tidak bisa membiarkan ego kita sendiri, kita hidup dengan ego orang lain yang jelas ingin dituruti. Lalu bagaimana? MENGHORMATI. Itu lah kuncinya. Saling menghormati pasti lah sering kita dengar sedari kita duduk di bangku Sekolah Dasar (SD).

Beda suku, agama, bahasa, dan sifat adalah mutlak. Tuhan menciptakan dunia ini dengan All Varians. Bukan hanya satu macam. Tuhan tidak pernah bermaksud jahat. Ia hanya ingin memberi keindahan pada umat-Nya. Yakin. Tuhan itu baik. Tuhan itu sutradara paling sempurna. Ia juga seorang arsitek yang paling jenius.

Lalu mengapa banyak peperangan karena segala perbedaan tersebut?

Cobaan (mungkin). Tapi pasti ada hal yang lebih dari itu. Analogikan saja seperti saat kita akan naik kelas. Kita pasti lah harus melalui ujian terlebih dulu. Baru lah kita dapat menempati kelas yang lebih tinggi tingkatanya. Simple, bukan! Ya. Sebagian dari kita pasti akan bergumam, "Berkata sangat lah mudah!". Ya. Benar. Berkata adalah sangat mudah. Tapi melakukan dengan keyakinan akan menjadi lebih mudah lagi.

Tuhan disebut dengan banyak nama dan disembah dengan banyak cara?

Saya bukan bermaksud sok tahu. Saya baru mengenal Tuhan selama 19 tahun hidup saya. Saya mengenal Tuhan toh, juga baru sekelumit. Padahal Tuhan sudah mengenal saya secara utuh dan detail. Sedari saya kecil, saya hidup dalam keluarga yang memiliki perbedaan agama. Orang tua dari ayah saya kebetulan bukan seorang muslim. Singkatnya, saya sudah terbiasa hidup dengan perbedaan cara sebut dan cara sembah Tuhan. Saya ke masjid dan kakek saya ke gereja. Tidak hanya itu. Keluarga Ayah saya kebetulan juga penganut "Kejawen" (red. suatu kepercayaan spiritual orang jawa). Sedari kecil Kakek saya memang mencoba menularkan kepercayaan itu kepada saya. Tapi kembali lagi pada kepercayaan individu. Saya hanya percaya kepada Allah. Dan kapasitas saya sampai saat ini adalah menghormati. Saya menghormati keluarga saya saat mereka melakukan ritual dan saya tidak pernah ingin menganggu. Karena saya juga tidak pernah ingin diganggu. Secara universal, menyebut dan menyembah Tuhan dengan cara yang berbeda tidak dapat dibenarkan ataupun disalahkan. Karena semua itu kembali lagi kepada iman (kepercayaan, keyakinan). Tidak juga dapat dikatakan baik ataupun buruk.

Lalu bagaimana dalam Islam (agama yang saya anut)? Sepengetahuan saya, agama saya tidak pernah ingin memusuhi agama atau kepercayaan lain. Kami memang meng-Esa-kan Tuhan, yang kami sebut Allah SWT dan kami sembah dengan sholat. Tapi kami menghargai agama dan kepercayaan orang lain. "Bagiku agamaku, bagimu agamamu". Islam bukan agama bar-bar. Islam adalah agama damai. Semua agama adalah damai. Jika muslim yang berperang, itu disebabkan mereka lebih dulu didzalimi. Mereka hanya membela diri. Bukan kah suatu reaksi normal, seorang manusia membela dirinya jika didzalimi oleh orang lain. Saya rasa semua agama juga akan melakukan hal yang sama.

Bagaimana dengan NATAL dalam islam?

Natal dalam kepercayaan Kristiani adalah kelahiran Isa Almasih yang lalu disebut Yesus Kristus. Islam sebenarnya juga mengakui kelahiran seorang Rasul yang bernama Isa A.S., yang lahir hanya dari seorang ibu, tanpa bapak, dan hal tersebut merupakan suatu mukjizat Allah. Tapi mengapa Islam tidak merayakan Natal? Islam menghargai Natal, tapi dalam islam Nabi Isa A.S adalah seorang Rasul. Beliau bukan lah Tuhan, seperti yang disebut oleh kaum Nasrani. Maka dari itu, ada ulama yang tidak memperbolehkan memberikan ucapan "Selamat Natal". Jujur, sampai saya SD saya selalu memberikan ucapan "Selamat Natal" pada orang-orang dekat saya yang merayakan. Tapi, setelah saya mendengar kabar tersebut, kepercayaan saya berubah. Saya tak lagi mengucapkan "Selamat Natal". Tapi rasa hormat saya akan "Natal" tidak berubah. Saya tetap menghargai orang-orang yang merayakan Natal.

Bagaimana sebenarnya Tuhan ingin disembah? Itu adalah pertanyaan yang muncul difikiran saya setelah saya menonton film "cin(T)a". Saya pribadi meyakini Tuhan hanya lah satu. Tuhan Yang MahaEsa. Lalu mengapa ada lebih dari satu agama? Mereka menyebut Tuhan dengan berbeda dan menyembah-Nya dengan berbeda pula. Sepertinya saya tidak akan pernah mendapatkan jawaban itu. Mungkin itu lah misteri Tuhan yang tidak akan dibagi-Nya pada manusia. Tuhan menyukai perbedaan, terlihat bukan dari perbedaan yang diciptakan-Nya. "Tidak ada yang sempurna di dunia kecuali Tuhan dan perbedaan". Mungkin di sini lah iman dan kepercayaan saya diuji. Iman dan kepercayaan saya tentang bagaimana menyebut dan menyembah Tuhan saya. Memeluk, meyakini dan mengimani Islam dan Allah adalah pilihan hidup saya. Menghormati agama dan kepercayaan lain adalah pilihan saya juga. Karena saya percaya, Tuhan saya baik. Tuhan saya tidak ingin saya menjadi orang yang membenci. Tuhan saya tidak suka saya bermusuhan dengan sesama manusia.

Jika dari anda pernah menonton film "cin(T)a", difilm itu lah esensi Tuhan dicoba dijelaskan. Bagaimana memaknai Tuhan yang disebut dan disembah dengan berbeda-beda.



Saturday, May 29, 2010

Aku atau Kenangan

Kali ini bukan lagi jingga

Kali ini siang yang bercerita

Kala mentari terkalahkan kabut gelap nan mendung

Kala amarah teredam mendung yang dingin

Jalanan itu masih saja beraspal halus dan keras

Cukup untuk membuat kulitku terkelupas jika tergesek

Jalanan itu masih panjang dan lurus

Gedung-gedung perkantoran masih berdiri kokoh di sana, dan semakin apik saja

Tiga gedung yang paling ku suka

Tiga gedung yang akan paling ku kenang



Di gedung pertama,

Aku dapat mencari tahu apa artinya

Aku dapat membaca apa maknanya

Aku dapat mencari logika atas 'nya'



Di gedung kedua,

Aku menemukan kesejukan

Aku belajar membacanya

Aku belajar mengenalnya

Aku belajar mengerti bahasanya

Aku belajar memiliki senyumnya, amarahnya, kemanjaannya



Di gedung ketiga,

Aku melepaskan segala penatku

Aku menantikan 'nya' mendatangiku

Aku memesankan ice chocholate untuk dahaganya,

Tak lupa aku menggenggam erat buku favoritnya

Aku dan 'nya' dapat bergurau, sembari menertawakan hal-hal aneh yang lewat di hadapan



Hey,

Aku melamun sembari menunggu antrean di kasir

Kenangan lalu melambaikan tangannya padaku

Ia pamit untuk berkelana, sudah cukup baginya mengunjungiku kali ini



Ya,

Aku tersenyum kecil pada 'nya'

Melambaikan tanganku juga

Melihat 'nya' yang cepat sekali berlalu

Sekarang,



Aku duduk sendiri di sebuah meja

Hanya ada satu cup ice chocholate dan mochachino muffin di hadapanku,

Serta sebuah buku favoritku

Aku lalu tersenyum, sembari angin mendung kota melewatiku



Aku telah kembali lagi,

Kepada kenangan yang tak pernah ingin ku buang



Atau



Kenangan telah kembali lagi,

Kepada aku yang tak pernah ingin beranjak



--Sudirman Street--

Friday, May 28, 2010

Jalan Sudirman

Seharian aku penat menunggu orang di kampus untuk ku wawancarai, eh, ternyata orang yang ditunggu tak kunjung datang. Tengah hari bolong, akhirnya aku memutuskan untuk langsung pulang saja ke rumah. Dalam perjalanan pulang ke rumah otakku menginstruksikan ragaku untuk mampir sebentar ke bakery favoritku di Jalanan Sudirman. Holland Bakery.

Sedikit bercerita tentang Jalan Sudirman. Jalanan itu lah yang menjadi salah satu jalanan favoritku, setelah Jalan Malioboro dan Jalan Solo. Kenapa? Di jalanan itu lah aku merasa bahagia. Aku merasa begitu bersahabat dengan hujan. Aku merasa mempunyai mimpi dan cinta. Sebenarnya bukan mimpi dan "cinta" yang terlalu bagaimana. Hanya sebuah kekaguman tepatnya. Kekaguman akan kesempurnaan. Ada tiga tempat yang paling aku suka di Jalan Sudirman. Gramedia Book Store, ELTI, dan Holland Bakery. Yapzz. Berkali - kali aku tak pernah bosan ke tempat - tempat tersebut. Di Gramedia Book Store aku dapat membuka hati dan fikiranku, mencoba mengenal. Di ELTI, aku dapat banyak belajar, belajar mengenal orang lain, belajar memahami bahasa orang lain, belajar dengan perbedaan. Di Holland Bakery, aku dapat mengisi perutku kala lelah membaja dan belajar.

Sebenarnya lebih dari hal - hal di atas alasan mengapa aku begitu menyukai ketiga tempat tersebut. KENANGAN. Dia lah yang paling berpengaruh atas alasanku. Kenangan yang hanya tak lebih dari satu tahun. Mengenal sosok yang bagiku sempurna. Mengenal sosok yang sampai saat ini tak lagi dapat kutemukan. Atau memang belum ditakdirkan bertemu. Cukup untuk memenuhi kosakata saja lah sosok itu. Hanya seutas senyum, segerombolan bahak tawa, sebuah wajah polos sebangun tidur, sepasang sandal jepit Swallow warna hijau, dan secarik kertas penuh coretan. Tak perlu lagi disebut dia yang sebenarnya. Cukup aku, Tuhan, dan orang yang sudah tahu saja yang mengerti. Aku hanya dapat mengatakan, "Keberuntunganku adalah saat mengenalnya". Hujan. Ya. Lagi - lagi suasana dingin itu menambah inahnya suatu kenangan yang belum juga lekang di otakku ini. Hujan dan hanya berdua. Bukan untuk hal yang aneh - aneh. Hujan dan bercerita. Hujan dan belajar bersama. Hujan dan berbagi impian masa depan. Impian. Ya. Aku dan dia punya impian. Tak sama memang. Tapi indah bagi kami. Tuhan yang mengakhiri nantinya. Dan kami akan berpasrah pada-Nya.

Sekedar melihat - lihat buku di Gramedia, menghilangkan penat saat ia datang begitu tak sopan. Lalu sejenak menyusup ke dalam ELTI, sekedar berteduh atau mencari segelas air minum, atau bahkan untuk parkir gratis. Di akhiri dengan sebuah mochachino muffin, sepotong cheese roll, atau mexcicano grill, dengan secup es capuccino atau lemon tea. Atau bisa juga memesan setangkup prosperity. Memilih untuk duduk di bawah payung atau naik ke atas balkon dan melihat kendaraan berlalu lalang serta aktivitas di parkiran gedung sebelah. Sambil menunggu hujan reda atau memang menenangkan perut yang sudah tak dapat diajak kompromi.

Tapi siang kali ini aku memilih witbread gandum, cheese crois, mocachino muffin, cheese danish, dan Rum Fruit Flower untuk di bawa pulang. Menyesap sejenak suasana Jalanan Sudirman dengan penuh kerinduan. Ya. Kerinduan. Sekali pun aku sudah tak lagi berdoa akan menemukannya lagi. Kenangan itu akhirnya berlalu seiring menghijaunya lampu lalu lintas. Tak peduli nantinya akan datang kembali.

Pahitnya, bahagianya, harunya, dan segalanya tentang masa lalu di Jalan Sudirman bukan lah hal yang menyakitkan bagiku. Dia tetap lah Dia. Dengan hidupnya sekarang. Kenangan tak akan mengganti namanya. Kenangan tetap ada dan tak akan berpindah. Ia menempati kronologi waktu yang telah lewat. Aku, sudah sampai pada titik dimana saat ini aku menghela nafas. Waktu dimana aku memiliki hidupku. Aku sudah berjalan ke titik yang Tuhan kehendaki. Aku hidup sepaket dengan masa laluku. Dan aku tak ingin membuang KENANGAN. Aku sudah menerima KENANGAN. Aku sudah mengikhlaskan KENANGAN (semoga).

Wednesday, May 26, 2010

Selalu Disampingmu

http://www.4shared.com/audio/vnY9350B/Memes_ft_Christopher_Abimanyu_.htm

Selalu disampingmu, kemana pun kau melangkah
Selalu didekatmu, dekat dihatiku
Kekasihku, dambaan hatiku
Kau ku sayang, selamanya

Selalu disampingmu, dimanapun kau berada
Selalu didekatmu, hingga akhir masa..
Kekasihku, kau pujaan hati
Kau kucinta, selamanya..

Demi cintamu, ku berjanji
Demi kasihmu, setia hatiku
karena cintamu, ku bahagia
Menjalin cinta, Selalu disampingmu selama - lamanya..

Guys, really... this song is so GREAT!!

sumpah gak kalah sama Josh Groban.

Sejak denger kabar duka, meninggalnya Ibu Ainun Habibie, gak tau kenapa lagu ini tiba - tiba nongol di fikiran. Then you know guys, lagu ini cocok banget buat Pak Habibie dan Ibu Ainun. Apalagi waktu liat liputan, dimana Pak Habibie selalu di samping jenasah Ibu Ainun, dimana pun itu. Bahkan, saat keluar dari pesawat, Pak Habibie memilih untuk keluar paling terakhir. So sweet.. ^^ Apalagi, salah seorang reporter yang jadi kontributor dari salah satu TV swasta di Jerman cerita, saat Ibu Ainun pertama masuk rumah sakit di Jerman, Pak Habibie bilang, dia nggak akan keluar dari rumah sakit kecuali sama Ibu Ainun. Aww..aww...aww..

Selain pasangan Pak Habibie dan Ibu Ainun, ada satu pasangan lagi yang buat aku adalah "True and Endless Love". Dimana cinta itu bukan lagi menjadi suatu bagian yang terpisah dari hidup mereka. Cinta adalah biasa. Satu sama lain adalah kebiasaan. Satu sama lain adalah satu. Sederhana. Mencintai dengan ikhlas. Mencintai tanpa harus selalu merayu. Melengkapi tanpa harus meniadakan. Benar - benar cinta yang hanya dipisahkan maut. Pasangan itu gak lain adalah Eyangku sendiri.

Bukan bermaksud menarsiskan Eyangku. Tapi jujur mereka berdua selalu jadi inspirasiku. Ribuan bahkan jutaan pasangan paling romantis, yang dibilang media mana pun gak bisa ngalahin mereka. Karena toh, mereka berdua yang bisa aku liat langsung. Puluhan tahun bersama. Sejak jaman perang Belanda, masa kemerdekaan, perang revolusi, Jaman Orde lama, jaman Orde baru, Masa Reformasi, sampai masa Presiden SBY.

Kedua Eyangku itu selalu melengkapi di sepanjang hidup mereka. Eyang Kakungku yang orangnya keras dan Eyang Putriku yang lembut. "Dibalik seorang lelaki yang hebat ada seorang wanita yang hebat". Itu lah mereka. Saat Eyang Putriku dinyatakan terkena stroke, Eyang Kakungku dengan telatennya mengurus dan menemani Eyang Putriku sampai akhir hayatnya. Bahkan, sampai delapan bulan masa terkritis Eyang Putri. Tak sedikit pun lelah yang diucapkan dari Eyang Kakungku. Sampai - sampai, Eyang Kakung yang sebenarnya sudah gak lagi boleh naik motor, nekat naik motor ke rumah sakit buat nemenin Eyang Putriku, ya saat itu keadaannya bener - bener gak ada yang nganterin dan kendaraan, yang ada cuma motor.

Di kesehariannya mereka berdua selalu melengkapi dan menemani. Yap. Lebih dari sekedar perbedaan dua sifat. Aku masih ingat betul, Eyang Kakung hampir selalu menemani Eyang Putri saat memasak di dapur. Dan ternyata hal itu sudah sejak lama sekali dilakukan Eyang Kakungku, bahkan sejak sebelum aku lahir. Berapa banyak laki-laki yang betah menunggui istrinya berjam-jam ada di dapur? Bukan kah lebih baik jika mereka ada di ruang TV dan menonton berita yang tengah disiarkan. Atau lebih baik mereka ada di ruang tengah untuk membaca koran atau buku favorit mereka. Atau lebih baik lagi, mereka bermain catur dengan tetangga sebelah. Tapi tidak bagi Eyang Kakungku. Berjam-jam menemani Eyang Putriku di dapur adalah hal yang lebih menyenangkan. membantunya memasak. Membantunya mengolah bumbu. Membantunya membersihkan sayuran. Lalu membantunya menata makanan di meja makan. Sederhana memang. Tapi itu lah keindahannya.

Setelah kepergian Eyang Putriku, rumah Eyang terasa begitu sepi. Otomatis, Eyang Kakung tinggal sendirian, lalu beberapa waktu kemudia ditemani oleh seorang pembantu. Tapi toh, itu tidak mengubah kesepian yang teramat menyelubungi rumah tua yang hangat itu. Rasa kehilangan itu benar-benar ada. Bahkan bertahun-tahun lamanya. Sampai saat ini. Rasa hampa dengan senyum penuh kenangan yang ada di sana. Petuah-petuah mereka terus terdengar di telinga. Kelembutan belaian mereka terus terasa di setiap malam yang ku habiskan di sana. Rasa kehilangan begitu dapat aku lihat pada raut wajah Eyang Kakungku. Berkali-kali ia selalu mengatakan tentang kehilangan itu. Dan aku hanya bisa diam dan tersenyum. Ya. Hanya senyum yang dapat menahan air mata untuk tak jatuh. Aku ingat betul Eyang Kakungku memajang foto Eyang Putriku di meja belajar yang ada di kamarnya. Foto yang dapat dilihatnya setiap saat. Hanya foto itu lah pengobat rindunya, selain anak dan cucunya yang tak dapat setiap hari dapat dilihatnya. Saat lebaran adalah saat yang begitu membahagiakan bagi Eyang Kakungku. Hampir semua anak dan cucunya berkumpul. Mungkin dengan begitu rindunya pada Eyang Putri dapat terobati. Karena, jika dilihat-lihat, mata semua anak dan cucu Eyang mirip sekali dengan mata Eyang Putri. Sipit.

Mereka berdua punya rencana yang menurutku indah untuk akhir hidup mereka. "Sehidup Semati". Kata - kata itu bener - bener bisa aku liat di mereka. Bukan berarti mereka meninggal bersamaan. Eyang Kakungku meninggal setelah 6 tahun Eyang Putriku meninggal. Bertahun - tahun sebelum mereka meninggal mereka sudah mempersiapkan rumah masa depan mereka. Dua liang lahat yang dijadikan satu. Dibeton sehingga membentuk suatu ruangan kotak besar. Saat Eyang Putriku meninggal ruangan itu baru terisi satu jasad. lalu, 6 tahun kemudian, saat ruangan itu kembali dibuka... Sungguh. Saat peti jenasah Eyang Kakungku diturunkan ke dalam ruangan itu, seperti disambut dengan senyum Eyang Putriku yang telah menunggu selama 6tahun lamanya. "Selamat datang, suamiku". Mungkin itulah yang saat itu diucapkan Eyang Putriku. Dan sejak dua tahun yang lalu, lengkap lah sudah isi ruangan itu. Tak ada yang hampa. Penantian cinta yang sudah berakhir. Sudah sempurna kini rumah masa depan yang telah lama mereka bangun.

Delapan tahun dan dua tahun atau bertahun-tahun rasanya tetap sama.

KEHILANGAN.

Beribu kali berkunjung. Setiap hari berdoa. Berkeranjang-keranjang bunga ditabur, rasanya tetap sama.

KANGEN.

Ruangan kotak besar, tertutup rapat dan gundukan tanah di atasnya. Itu lah tujuan semua orang. Disitulah serasa aku ingin ada.

Nasi goreng penuh cinta atau seloyang tart ulang tahun yang dibuat semalam suntuk, rasanya tak akan hilang.

Nasehat, senyum, pijatan lamat sebelum tidur, pujian hangat setelah menerima raport, semuanya terasa masih ada.

Kecup maaf saat idul fitri, rengek manja saat ulang tahun, semuanya masih bertengger diingatan.

Hanya doa, lembaran foto, gundukan tanah, dan suasana sebuah rumah tua sepi yang dapat sedikit menghilangkan rindu.

Hanya senyum yang dapat menahan air mata dan keikhlasan yang terus coba di hadirkan dalam hati.

Berjuta kangen untuk Eyang

^^

Monday, May 24, 2010

two things in your love

when i've found the truth
i lost something that i love
when i've found the lie
i got your love
it's between the truth and lie
it's between heart and mind
it's between giving up and giving heart
it's about playing and driving
it's about loving and leaving
it's about stop and step up
it's about hate and hide

not easy to stand up here
not easy to surender between hate and heart

yeah, i know..
there are two things in your love
there are many happiness in my life
but, filled of black ink

loving you, no reason
giving all my hearts, no wonder
it's blaming.
out of the lights
it's irrationality
it's the way that i choose
put your heart in my soul

all the lunacy
all the weakness
all the tears
they're my happiness

their judgment
their glory's words
when they proud of
when they put off all my dreams

many times i talk to you
"i wanna die"
but, you always kiss my lips
you give your arms
"we'll over the seas, we'll spread our wings, we'll get our heaven," you whispered in my ears

Wednesday, May 5, 2010

1:44 AM - No comments

Melelang Artefak = Menjual Harta Orang Tua??

Selasa (4/5) petang, begitu sampai di rumah saya langsung mendengar berita (dari siaran berita di salah satu saluran televise swasta) yang membuat hati saya ngilu. Bagaimana tidak? Dalam berita itu disebutkan pemerintah akan melelang sekitar 271.381 buah benda bersejarah yang berasal dari Dinasti Ming. Hebatnya lagi seluruh benda bersejarah yang terdiri dari piring, guci, terakota, potongan emas, potongan rubi, potongan permata, dan keramik dilelang dengan kisaran harga US $ 60 juta sampai US $ 100 juta. Benar-benar mengenaskan.

Hal yang terlintas pertama kali dalam benak saya adalah betapa beraninya langkah yang diambil tersebut. Melelang ratusan ribu artefak yang merupakan bukti kejayaan jalur sutra pada masa lampau. Lalu pertanyaan yang muncul dalam benak saya adalah “mengapa tak dimuseumkan saja semua benda tersebut?”. Apalagi rencananya benda-benda tersebut akan dijual dalam satu paket, agar jejak budanyanya tidak tercecer. Kalau pemerintah takut akan tercecernya jejak budaya, mengapa masih tetap melaksanakan lelang yang dimulai pada Rabu (5/5) di Kantor Piutang Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jakarta III.

Lalu saya mencoba untuk googling tentang pelelangan artefak tersebut. Dari beberapa artikel terkait, saya mendapatkan alasan-alasan atas pelelangan tersebut. Salah satu alasan dilakukan lelang tersebut adalah karena ketidak mampuan Indonesia untuk memuseumkan ratusan ribu artefak yang ditemukan di Laut Cirebon tersebut. Museum yang dibutuhkan jelas amat lah besar. Selain itu, dalih lainnya adalah, pemerintah sudah mengkoleksi sekitar 9000 buah benda yang dirasa antik, unik, dan langka. Tapi bukan kah itu hanya beberapa? Lalu difikirkan kah bagaimana anak-cucu kita nantinya jika ingin mengetahui seperti apa sebenarnya historis dari bangsa ini?

Ada pernyataan lainnya lagi yang menggelikan bagi saya. Dalam proses pengerukan artefak-artefak tersebut yang berlangsung sejak tahun 2005 ternyata melibatkan pihak swasta. Dari pihak investor tersebut menyatakan bahwa, mereka telah menginvestasikan banyak dana untuk proyek pengerukan tersebut, jadi merupakan hal yang wajar jika mereka mengharapkan keuntungan. Ya. Keuntungan. Keuntungan yang dimaksud adalah dari penjualan artefak-artefak tersebut yang dihargai sekitar 900 Milyar Rupiah. Fantastis bukan! Bukti bersejarah peradaban bangsa ini hanya diakui sebesar 900 Milyar Rupiah! Jika benar benda-benda tersebut terjual maka, kas Negara kita tercinta ini hanya mengantongi 50% dari hasil penjualannya. Bukan kah hal yang menyenangkan? Bahkan, untuk proses pengerukannya saja Negara tidak mengeluarkan uang sepeser pun! Ditambah lagi, kegiatan pelelangan tersebut sudah sesuai prosedur menurut UU Nomor 5 Tahun 1992 tentang benda cagar budaya, sehingga masyarakat tidak lagi perlu meributkan tentang pelelangan ini. Bukan kah lebih baik jika memang harus dijual, negara lah yang membeli barang-barang bersejarah tersebut.

http://id.news.yahoo.com/antr/20100503/tpl-kemenbudpar-lelang-artefak-kapal-ten-cc08abe.html?printer=1

Indonesia adalah bangsa yang besar. Untuk membuktikan kebesarannya, artefak-artefak tersebut seharusnya tetap berada di tempat dimana dia ditemukan. Bagaimana kita dapat membuktikan kebesaran bangsa dan Negara ini, jika bukti-bukti sejarahnya saja berpindah tangan kepada pihak lain. Bagaimana anak cucu kita dapat dengan lantang mengatakan bahwa, “Bangsaku adalah Bangsa yang besar dan hebat!!”, jika bukti sejarahnya saja sedikit yang mereka lihat. Dapat kita lihat sikap para penentu kebijakan di atas sana. Sikap mereka tak jauh halnya dengan anak kampung yang bodoh dan menggantungkan kelangsungan hidupnya dari harta warisan orang tua yang dijual satu persatu. Jika nenek moyang kita dahulu dapat mewariskan harta karun yang bernilai fantastis, lalu akan mewariskan apa kah kita di generasi sekarang ini?

Satu artikel lagi yang saya temukan, menyatakan bahwa Brazil berhasil menemukan harta karun bernilai 9,5 Triliyun dari kapal VOC yang karam sekitar tahun 1700. Kapal yang mengangkut rempah-rempah, the, kain sutera, serta keramik dari China dan Jepang tersebut rencananya akan berlayar dari Batavia menuju Belanda, namun karena terhalang oleh badai, maka diputuskan lah untuk melewati pesisir Brazil. Lalu diduga kapal tersebut karam di perairan Brazil. Selama sekitar 309 tahun kapal tersebut karam di lautan dan tertutup oleh sedimen saat ditemukan kembali. Wow!! Fantastis bukan! Harta karun tersebut kini disimpan sesuai hukum yang berlaku di Brazil.

http://nasional.kompas.com/read/2009/12/01/05175437/.Harta.Karun.Rp.9.5.T.Ditemukan.di.Kapal.VOC

http://korananakindonesia.wordpress.com/2010/05/03/harta-karun-cirebon-warisan-budaya-bangsa-haruskah-dilelang/