Tuesday, February 8, 2011

9:30 AM - No comments

Debu


Pernah kah anda memperhatikan debu pada suatu tempat? Mungkin ada dari anda yang begitu membenci debu. Atau bahkan alergi terhadap debu. Debu mungkin terlihat kotor dan tidak bersahabat. Bisa saja debu merupakan lambang dari kemalasan untuk membersihkan suatu tempat.

Beberapa hari yang lalu saat saya membersihkan kamar, sejenak saya berhenti dan mengamati debu yang menebal di atas meja belajar saya. Debu itu memang berhasil membuat saya terbatuk, namun saya tak lantas membersihkannya atau menghindar darinya. Entah mengapa saya takjub melihat debu yang menebal itu. Warna abu – abunya dan teksturnya yang begitu halus namun sukar dihilangkan jika tanpa terkena air.

Saya tahu debu itu kotoran. Kotoran yang harus sesegera mungkin dibersihkan. Namun saya merasa sayang membersihkannya kala itu, ia terlihat begitu cantik. Ia tidak perlu tersenyum atau menari gemulai untuk saya sebut cantik. Ia cantik dengan caranya sendiri. Dengan diam. Dengan membuat meja belajar saya kotor.

Saya sentuh debu itu. Ia sedikit menyingkap dari permukaan meja belajar saya. kini ia menempel pada telunjuk saya. Saya mencoba menghilangkannya dengan menggosokan telunjuk dan ibu jari saya. Ia hanya secara tidak kasatmata. Namun secara kasatmata, ia masih ada. Saya dapat merasakannya. Saya dapat merasakan butirannya yang begitu lembut.

Saya memikirkan betapa ringannya debu. Ia dapat terbang sesuai arah angin. Ya. Mengikuti kemana angin menuju. Ia begitu santai terbawa angin dan hinggap di suatu tempat yang baru. Dengan mudahnya ia dapat berpindah tempat dan keadaan. Begitu bebasnya ia.

Dala, keyakinan saya ada debu yang dapat menjadi pengganti bagi air wudhu. Itu artinya ia dapat membersihkan kotoran. Debu yang ini jelas berbeda dengan debu yang ada di atas meja belajar saya. Ya. Itu juga lah yang membuat saya semakin mengangkat kopi terhadap debu. Ia kotor. Namun, di satu sisi yang lain, ia juga membersihkan kotoran.

Lalu saya berfikir, apakah menjadi debu adalah bahagia?

Ia ringan dan dapat berpindah tempat dengan mudah. Ia kotor namun di sisi lain membersihkan kotoran. Ia hanya tinggal mengikuti kemana angin berhembus. Ia tidak perlu menghabiskan waktu untuk berfikir kemana ia akan pergi. Angin akan membawanya serta dengan senang hati.

Tapi pernah kah debu ingin pergi ke suatu tempat? Suatu tempat yang sungguh – sungguh diinginkannya. Tempat yang kebetulan berlawanan dengan arah angin. Pasti lah sangat menyiksa bagi debu saat ia tak mampu mencapai tempat itu, tempat yang arahnya berlawanan dengan arah angin. saya tahu betapa kesalnya saat kita tidak mendapatkan apa yang kita inginkan, bahkan sewaktu kecil, saya kerap menangis jika tidak mendapatkan hal yang saya inginkan. Apa kah debu juga menangis? Jika ia menangis, tidak kah air matanya justru meluruhkan dirinya sendiri?

Tuhan yang baik, terimakasih untuk debu yang Kau hadirkan di kamarku. Untuk debu yang Kau hadirkan di sekitarku J

0 komentar:

Post a Comment