Thursday, November 28, 2013

2:24 PM - No comments

Sepotong Catatan


Ada saat dimana kita mengalami saat – saat pertama bertemu. Pertemuan.
Saat dimana segalanya terasa asing lalu perlahan menjadi erat
Lalu semua berjalan sesuai prosesnya sendiri,
Seperti mengalami seleksinya sendiri,



Ada saat dimana kita merasakan tawa begitu membahagiakan,
Mengerti seperti apa lelah yang tak mau kunjung pergi
Paham bagaimana dingin saat hujan angin tak henti – hentinya menderas
Semua serasa begitu mengalir, tanpa dipaksa, tanpa dinyana,
Bagiku semuanya terjadi begitu saja



Lalu tiba saatnya, detik – detik terakhir. Perpisahan.
Semua adalah ujung dari pertemuan
Pasangan dari sebuah perjumpaan
Yang kadang, semuanya terasa mulai begitu asing,
Seperti saat - saat pertama bertemu


Friday, November 22, 2013

10:07 AM - No comments

Untitled #2

Di sela waktu yang terasa begitu singkat,
Di hadapan layar yang tak juga padam
Aku masih saja mengingatmu dengan utuh,
Bagaimana tubuhmu bergerak saat bangun tidur,
Bagaimana kedua bola matamu berusaha berputar seperti putaran penari bali


Di kisaran suara dengusan lelah manusia – manusia ini
Di dalam bilik yang kaku tak bersahabat ini
Aku masih saja mampu mendengar jelas suara – suaramu
Suara lirihmu yang begitu lembut,
Suara derap langkahmu yang pelan namun pasti saat berjalan ke arahku


Di tengah jarakku dengan senja
Ruang hampa yang terpapar
Ratusan kilometer kau di sana,
Aku masih sangat jelas merasakan hangatnya pelukanmu,



Ah, ini mungkin rindu,


Yang sudah tak tahu lagi bagaimana mencari pelepasannya,


Dalam hawa yang tak pernah aku suka,
Dapat ku cium aromamu yang lekat,
Walau kau berada dalam hawa yang berbeda di sana




Boleh kah aku menitip rindu pada matahari pagi yang akan bersinar esok?



Atau langit senja yang sebentar lagi akan memamerkan semburat jingganya?



Friday, November 8, 2013

8:23 PM - No comments

Pulang #2


Ketika “pulang” sudah menyeruak maka, tak ada hal lain lagi yang dapat menghentikannya. Ia akan terus melaju sekencang ia mampu bahkan, mungkin lebih. Pulang. Sudah mengajak rindu untuk berkomplot dengannya. Untuk saling bergandeng tangan dengan eratnya. Menyatukan kekuatan dan kemampuan. Mereka terus bersekongkol untuk menjadi pemenang, hingga yang lain mengalah, kalah.

Lihat saja, begitu banyak wajah lelah yang kemudian sumringah ketika melihat rentangan jalan yang akan mereka tapaki. Yang akan dinikmati. Berapa pun waktuh yang dibutuhkan. Seberapa pun tenaga yang dihamburkan. Tak ada yang pernah akan menyesal, jika ditanyakan kepada hati yang paling dalam dan paling kecil.

Lalu pulang akan menggiring kepada “rumah”. Rumah, sejatinya tempat semua akan pulang. Tempat ternyaman. Paling teduh. Paling dirindukan. Rumah, tak ada yang akan mampu menyainginya. Se-lebih-besar apapun dan se-lebih-megah apa pun. Rumah tetap lah tempat yang paling ingin dituju.

Pulang selalu terdengar dan bergema di mana pun telinga dapat mencakup pendengarannya. Karena pulang tak hanya sekedar kembali. Pulang adalah tujuan. Tujuan dari segala perjalanan. Tujuan dari segala usaha. Pulang kepada Tuhan. Pulang ke kampung halaman. Semuanya adalah kerinduan. Kerinduan akan rumah. Pada list paling akhir pasti lah ada “pulang”. Karena memang ia adalah tujuan. Pulang adalah setidaknya hal paling akhir yang ingin atau akan dilakukan.

Berkelana lah maka, kau akan merindu. Merindu lah maka, pulang akan menuntunmu. Menuntunmu untuk kembali ke rumah. Tempat paling indah. Dimana hanya hati yang perlu melirih dan bibir hanya perlu tersenyum. Bagaimana air mata adalah bahagia.

Maka, aku akan pulang…

Untuk yang kesekian kali hingga nantinya terakhir kali


"Pulang lah,nak …"



~dalam perjalanan 311 km~

November 8th, 2013

Thursday, November 7, 2013

3:59 PM - No comments

Dua



Kalau matahari hanya satu di bumi ini,
Yang terbit di timur lalu menghadirkan fajar yang menyegarkan
Kemudian tenggelam di barat lalu menghadirkan senja yang mempesona
Mengapa harus kamu harapkan ada dua matahari yang melakukan dua hal mengagumkan itu bersamaan?



Jika bulan hanya satu pada langit malam bumi ini,
Yang memantulkan pendar cahaya matahari ke gelapnya bumi
Yang selalu romantis sembari malam begitu dingin
Mengapa masih saja kau harapkan ada dua bulan yang melakukannya bersamaan?




Tidak kah cukup satu bumi untuk hidup dan menghidupi
Untuk tertawa dan menangis,
Masih kah perlu memijak bumi lain yang dirasa mampu melakukan hal yang sama?


Jika langkah sejatinya hanya mampu menapak pada dataran yang sama,
Masih kah mau dipaksakan untuk menapak pada dataran yang berbeda?


Bila sandal sudah sepantasnya sepasang,
Masih kah kau mau mengenakan setengah pasang dari yang lain?
Dengan masih menggunakan sepasang darimu yang dahulu?


Jika masih ada kekuatan untuk melakukan itu semua,


Maka seharusnya lahir pertanyaan,


Kekuatan kah itu?



Atau




Hanya ketakutan untuk kehilangan?




Sehingga,



Merasa butuh untuk memiliki yang kedua



...........

Monday, November 4, 2013

3:12 PM - No comments

Hujan Di Kota Tua


Ia masih saja muncul satu per satu
Berurutan, berirama, sesuai ritmenya
Ia masih saja menawan tak terelak
Aku pun masih tersenyum menyaksikannya
Perlahan tapi pasti,
Semuanya seperti lagu yang sedang diputar di radio
Runtut sesuai daftarnya


Aku masih menyesap aromanya di sekeliling tubuhku
Aku masih terpukau oleh kehadirannya, tak kunjung habis
Jiwaku masih saja merasa tenang ketika ia semakin menderasi tubuhku
Semakin aku bahagia, semakin aku menari bersamanya
Tarian kami tak  berencana, tapi berirama, sesuai detak kami masing – masing yang setara


Belaian – belaiannya yang lembut membuatku tak pernah merasa kedinginan saat menari dengannya
Aku tidak takut sakit atau pun lelah
Aku hanya tahu bahagia, tertawa dan menari bersamanya
Sesekali aku bernyanyi untuknya,
Melantunkan tembang yang membuatnya semakin tertawa
Kami,
Berbaur dalam dera dan deru


Kini aku hanya dapat menatapnya pada dimensi waktu lalu
Ia masih dengan diriku yang menari
Seperti melihat rekaman video yang tak hentinya ku putar
Itu waktu yang lalu

Kini ?

Aku hanya terpaku mencoba menggapai – gapai aromanya yang masih tertinggal
Terpisah oleh jarak, waktu, dan dimensi
Aku sendiri di sini, kering
Entah ia dimana
Mungkin sedang bersembunyi
Atau bergelung dalam kenyamanan dunianya
Mungkin juga ia tengah berlatih untuk membelai dan menari bersamaku lagi


Aku rindu aromanya,
Aku rindu belaiannya
Aku rindu menari bersamanya dan bernyanyi untuknya
Aku rindu dengan segala dera dan deru


Seperti janjinya, ia akan datang lagi nanti,
Jika masanya sudah tiba untuk kami menari dan bernyanyi lagi
Seperti janjinya di waktu – waktu lalu,
Sembari menjalani waktu aku hanya menunggunya,
Menunggu bertemu lagi


Denganmu...

H


U


J


A


N



di kota tua 

J


~  Surabaya, November 4th  2013 ~


Saturday, November 2, 2013

9:53 PM - No comments

Singgah

Karena langkah tak pernah berakhir. Sekalipun menemukan tempatnya pulang. Langkah akan terus bergerak,. Seiring irama nadi yang tak pernah berhenti saat seiring dengan nafas yang masih ada. Langkah hanya akan berhenti saat nafas sudah habis. Nanti. Saat takdirmu sudah menentukan titik terakhirnya. Hidup memang tak sesederhana lahir, berkembang, tertawa, menangis, hampa, sakit, lalu kemudian mati. Hidup lebih dari itu. Lebih dari kata – kata yang menggambarkan hidup itu sendiri. Karena hidup seharusnya memang dijalani tanpa perlu khawatir, jika sudah memegang kasih Tuhan.

Aku masih di sini. Duduk di antara kebisingan kota besar. Kota yang mengajarkanku hal baru. Kota yang memperlihatkanku sisi lain kehidupan. Bagaimana hidup tak setenang biasanya di kota damai sana. Aku baru mengerti hidup begitu keras dan liar. Seperti bermain tanpa aturan. Di sini aku masih termangu, mungkin aku sudah mulai terbiasa dengan “hidup” yang ada di sini. Dengan kesendirian yang mengajarkanku bagaimana menghargai “pulang”.

Di sini aku mengenal bagaimana berteman. Bagaimana hidup sendiri tanpa keluarga. Bagaimana ketulusan bekerja dengan caranya sendiri untuk menemukan kesejatiannya. Bagaimana semua hubungan mengalami proses evolusinya dan revolusinya sendiri. Bagaimana jarak 311 km begitu dahsyat mempengaruhi emosi. Aku dengan kerinduan yang tak pernah ada habisnya.

Di sini, malam perlahan mulai larut. Mulai memanggil bintang untuk berpesta lebih gemerlap lagi. Mulai menyenandungkan lagu – lagu sepi. Malam selalu saja tak pernah sendiri. Aku menatapnya tanpa arti. Hanya fikiranku yang berjalan ke masa lalu. Menapaki jalur – jalur yang langkahku telah lalui. Tersenyum pada segala jenis kenangan. Manis mau pun pahit. Tertawa pada setiap kejadian. Menyenangkan atau pun menyayat hati. Semuanya terasa begitu dekat. Seolah baru saja kemarin terjadi. Semuanya ternyata begitu singkat. Seolah semua kejenuhan kemarin hanya sebuah canda yang tak ada artinya. 

Di tengah jalan yang begitu besar ini langkahku menapaki jalurnya lagi. Mengitari orbitnya sendiri. Berapa lama lagi aku akan masih ada di sini? akan kah aku kembali melihat jalanan kota yang begitu besar ini?

Singgah. Hanya itu yang ada di kepalaku. Aku singgah ke tempat yang tak pernah ku fikirkan sebelumnya. Aku terdampar pada tepian yang tak pernah ada dalam orbitku.

Tuhan. Terimakasih untuk tempat singgah yang telah kau berikan kepadaku. Terimakasih atas manusia – manusia dan segala hal yang menemaniku selama terdampar di sini. Aku bukan lah sedang tersesat. Aku hanya singgah J



 ~ Surabaya, November 2nd, 2013 ~

Friday, October 4, 2013

8:33 PM - No comments

Dan Selanjutnya....

Kalau ini adalah perjalanan maka, aku sedang berada di suatu persimpangan. Suatu keputusan harus ku ambil. Aku berbelok ke kanan atau ke kiri. Atau aku harus mengambil jalan lurus. Atau yang terburuk adalah kembali ke titik awal. Apakah akan adda penyesalan di balik keputusan yang nantinya akan ku ambil? Penyesalan. Hal itu bisa saja terjadi. Dan hal itu akan terjadi saat keputusan sudah diambil. Selalu seperti itu kejadiannya.


Kalau ini adalah sebuah cerita yang tengah ku tulis maka, aku harus menentukan bagaimana cerita pada bagian selanjutnya. Bagaimana nasib tokoh – tokoh yang ada dalam ceritaku tersebut. Apakah aku harus menghidupkan kembali tokoh yang telah lama tak ku munculkan. Ataukah aku akan menciptakan suatu tokoh baru. Atau kah aku masih harus mempertahankan tokoh lama?

Di sini, di titik ini entah sudah berapa jauh aku berjalan. Dengan kedua kakiku sendiri. Dengan segenap tenagaku. Dengan iringan doa ibuku. Dengan rindu dari semua terkasih. Aku masih ingin terus berjalan. Menggembara sisi lain dari hidup yang belum pernah ku jamah. Aku masih ingin mencari jalan menuju Tuhanku. Menuju apa yang semua orang sebut sebagai “surga”. Aku masih ingin mengatakan kepada diriku sendiri bahwa, “aku belum lelah untuk berhenti”.

Di persimpangan ini, aku masih terus berfikir sampai saat ini. Mana jalan yang akan ku ambil. Bagaimana cerita ini akan ku lanjutkan. Semuanya terasa begitu absurd.

Sudah ku coba untuk menarik nafas sedalam mungkin. Sudah ku coba untuk berjongkok seperti kata orang – orang. Entah sudah ku dengarkan berapa banyak mulut berbicara tentang bagaimana “sebaiknya”. Sudah ku lapangkan hatiku agar aku dapat merasakan lebih luas lagi apa yang sekiranya ada di hadapanku nanti.

Tapi masih saja belum ada satu keputusan pun yang ku buat. Yang pada akhirnya aku masih saja menatap bingung ke segala arah di hadapanku. Sembari menanti Tuhan membisikkan suatu kata atau kalimat yang mungkin akan menjadi keputusanku nantinya.


~Ladang Coffee, Surabaya~
October 4, 2013


Saturday, August 31, 2013

10:10 PM - No comments

August's Notes



Hidup tidak pernah semudah kelihatannya. Tapi kadang hidup tidak serumit kelihatannya. Ya. KELIHATANNYA. Apa yang terlihat oleh sepasang mata belum tentu sama dengan apa yang dilihat oleh sepasang mata yang lain. Meskipun mereka ada di tempat yang bersebelahan tanpa jarak satu milimeter pun.


Takdir tidak pernah puas untuk membuat kita bahagia sampai tersedak-sedak ataupun bersedih sampai terlunta-lunta. Takdir hanya akan puas membuat kita terkejut samapi kejang. Karena itu lah kepuasan dari takdir. Mengejutkan sampai kita manusia mengucapkan, “wow”, “amazing”, “siapa dinyana”, “bagaimana mungkin”, “kita tidak pernah bisa tahu”, dan berbagai ungkapan rasa terkejut tak percaya atas kehaadirannya.


Air mata tak pernah mampu menghapuskan luka walau iya hanya luka lecet ringan. Air mata juga tak pernah mampu melunturkan kebahagiaan walau iya hanya semburat kilas yang tipis di sudut bibir. Ia juga tak mampu memadamkan amarah yang baru sepercik. Ia hanya keluar seiring dengan emosi yang menginstruksikannya untuk mengalir. Perlahan, hangat, perih, lalu menjadi deras dan membuat sesenggukan. 


Manusia hanya bertindak sesuai apa yang ada di dunianya. Berlaku berdasar apa yang menurutnya benar. Beradu dalam emosi dan egonya masing – masing. Manusia hanya menghela udara yang dapat dijangkaunya. Tapi hatinya. Hati manusia. Ya. Hati manusia siapa yang mampu mengetahuinya. Siapa yang mampu menebaknya. Baik pun di raut wajahnya belum tentu raut hatinya. Santun dalam ucap dan tingkahnya belum tentu seperti apa bisikan hatinya. Karena hati manusia adalah batas yang sulit ditembus manusia lainnya.


Tapi Tuhan, berlaku sesuai kehendak-Nya. Sesuai janji yang sudah tertera dalam kitab sejak jaman nabi menyeru. Tuhan selalu mampu menembus batas yang tak mampu disentuh oleh manusia. Tuhan tak perlu beradu untuk memenangkan takdir. Tuhan hanya perlu menjentikkan keinginannya maka terjadi lah. Karena Tuhan tidak memerlukan manusai dan seluruh semesta untuk menjadikan Ia sebagai Tuhan. Tapi manusia dan seluruh semesta memerlukan Tuhan, untuk menjadikan mereka ada.


August’s Notes

Surabaya, August 31st , 2013

Tuesday, June 25, 2013

2:12 PM - No comments

PULANG

Kalau ada waktu dua puluh empat jam untukku dapat memelukmu tanpa terhenti. Tanpa terputus oleh rasa lapar. Tanpa perlu aku merasa mengantuk. Maka, akan kulakukan walaupun ada bintang di langit luar sana begitu menggoda untuk dilihat.

Kalau ada waktu tujuh hari penuh aku dapat menemanimu di dalam rumah sederhana ini. Tanpa kau perlu berteriak atas kesalahan – kesalahan kecilku. Tanpa aku perlu mendebat caramu dalam menjemur pakaian, yang menurutku begitu menyusahkanku. Aku akan selalu berada di dalam rumah bersamamu. Bertukar cerita. Menyesap cangkir – cangkir teh hangat atau es sirup cocopandan kesukaanmu.

Kalau ada waktu empat minggu untuk menemanimu pergi ke tempat mana pun yang kau inginkan, tanpa perlu terganggu oleh pekerjaan – pekerjaan dari duniaku. Maka, dengan senang hati aku akan mengantarkan dan menemanimu. Walau hanya sekedar melihat lembaran – lembaran kain di toko. Atau hanya sekedar mencoba – coba sepatu di toko yang selalu kita datangi saat aku pulang.

Jika ada duabelas bulan waktu untukku bisa merubah jalan hidupku seperti mimpi yang selalu kau ceritakan tanpa perlu aku membuatmu menaikkan nada bicaramu. Maka, sudah akan kulakukan sedari dulu. Sebelum kau menceritakannya berulang – ulang setiap hari. Walau aku harus selalu kehilangan sore hariku untuk menyesap kopi hitam hangat yang dicampur bubuk kayu manis dan gula palem kesukaanku. Walau aku harus menganggap meja di hadapan ku selayaknya kasur nyaman yang ada di kamarku sewaktu aku masih berumur lima tahun.

Tapi ijinkan di satu waktu kau lihat mimpiku di sini. Yang mungkin belum sempat aku ceritakan. Belum sempat aku tuliskan di halaman mana pun yang pernah tertoreh tulisanku. Yang belum pernah direkam oleh perekam apa pun di dunia ini. Coba lihat bagaimana sebenarnya aku mampu bahagia hanya dengan sekedar senyum pertama di bibir orang – orang yang aku sayangi, saat mereka terbangun dari tidur lelap mereka di pagi hari.

Sejauh apa pun aku berjalan dan berkelana. Seliar apa pun egoku menguasai diriku. Sekeras apa pun aku untuk tak mau mengikuti kata – katamu. Aku hanya selalu ingin PULANG.

PULANG ke pangkuanmu, sembari kau mengusap lembut rambutku dan membisikkan, “Jangan nakal ya, Nak”.



Thursday, May 9, 2013

3:32 PM - No comments

Di sudut sore

Ketika kamu mencari sesuatu, 
dan ternyata itu adalah masa lalu 
Maka, kamu hanya akan menemukan rindu
:)



Hay,
Saya tengah berada di sudut yang nyaris sama seperti sudut yang dulu,
Sudut yang memberi saya seribu senyum, seribu cerita, dan perlu sekotak tisu untuk mengusap air mata
Saya masih di sudut ini sendirian
Ya, sendirian seperti biasanya saya menanti
Menanti anda,
Anda yang mungkin tak pernah menanti saya,
Mungkin juga sudah lupa bahwa, saya pernah ada di kehidupan anda

Saya masih mendengar alunan lagu yang sama, walau tempat ini berbeda
Saya dapat merasakan masa itu,
Sudah lama memang,
Tapi segaris senyum di bibir saya cukup mengisyaratkan bahwa, saya merindukan masa itu

Seperti sore kala itu,
Udara sore dan aroma kopi yang menyeruak ke seluruh penjuru ruangan
Sepertinya sudah terlalu lama saya tidak hidup dan kali ini saya merasa hidup
Sekali pun kali ini tanpa anda,

Ini sudah lewat entah berapa tahun dan tak jarang saya menanti anda,
Bukan untuk mengharapkan anda kembali,
Tapi,
Untuk melihat masa depan yang saya terka di masa lalu

"Sore, sembari aku menunggu senja,
Ku lepaskan saja rinduku di sini untuk sementara waktu,
Sebelum aku pulang :)"



~Surabaya, 9 Mei 2013~

Friday, March 29, 2013

10:17 AM - No comments

Pulang



Dari ketinggian sepuluh lantai ini aku mampu mendengar suara kereta
Suara yang seakan memanggilku untuk pulang
Pulang ke tempat rumah ternyaman,
Pulang ke kota yang penuh dengan cinta,
Karena kalian ada di sana


Dari dinding – dinding beku ini,
Suara itu tak dapat teredam,
Ia terus menembus lapisan – lapisan tebal dinding dan kaca ini
Menyampaikan pesan rindu dan ku titipkan lagi pesan rinduku

Frekuensi yang diciptakannya menghamburkan  dilema yang tak pernah menemukan ujung,
Bertahan dengan mimpi yang telah lama ada,
Atau kembali ke ranah cinta yang tak akan kunjung habis


Pada senja kali ini,
Ku hamburkan lagi siluet rinduku yang hanya mampu ku simpan,
Sampai nanti roda – roda besi itu menghantarkan tubuh nyataku kepadamu,

Pulang 

J

Sunday, March 10, 2013

8:09 PM - No comments

Untitled


Waktu,
Boleh kah aku mencurimu ?
Sebentar saja...
Untuk dapat kunikmati dengannya...


Senja,
Boleh kah aku menyimpanmu ?
Sepotong saja...
Agar aku dapat membagimu dengannya,
Dengan dua cangkir teh hangat di teras yang teduh



Bintang jatuh,
Benar kah kau ada untuk mewujudkan harapan ?
Jika benar,
Muncul lah sekali di hadapanku,
Agar jarak ini menjadi dekat J






                                                10th Floor
End Of February

Wednesday, March 6, 2013

9:31 PM - No comments

Membunuh Waktu


Waktu seperti memiliki ego yang begitu tinggi
Memiliki keacuhan yang begitu besar
Ia terus saja berlalu,
Tanpa peduli bagaimana keadaan manusia yang bersamanya
Manusia yang berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan sesuatu,
Atau mungkin merubah sesuatu
Tidak sadarkah kau waktu, bahwa kau terlalu egois untuk menjadi suatu kesatuan,
Kau terus melesat tanpa tahu bagaimana mereka berusaha menyesuaikan ritmenya denganmu



Waktu, kalau saja ada senjata yang ampuh untuk membunuhmu,
Akan kugunakan senjata itu dengan sekuat tenaga
Akan ku bunuh kau agar tak terus berlari sesukamu,
Bukan kah kita harusnya beriringan,
Sebentar saja sesuaikan ritmemu denganku,
Sebegitu susahnya kah bagimu?



Begitu panjang kau jika dibayangkan untuk ku hitung,
Terlalu panjang untuk dijalani sendirian hanya bersamamu
Tidak kah kau bosan hanya bersamaku setiap saat?



Hey, ini bukan dendam,
Hanya saja...
Hanya saja terlalu sepi jika aku hanya bersamamu,



Jadi, boleh kah aku membunuhmu, waktu?

Thursday, February 21, 2013

3:35 AM - No comments

Kamu-Waktu-Aku




Waktu,
Demi masa yang sudah tenggelam
Masa yang sudah beristirahat pada posisinya masing – masing
Dimana jejak telah tertapak,
Dan rasa sudah terukir di sana

Aku masih terus memanggilmu,
Untuk engkau yang lalu,
Untuk engkau yang telah usai
Untuk engkau yang tak akan lagi hadir lagi, seperti adanya engkau dulu

Masih dapatkah frekuensi suaraku ini kau tangkap?
Masih mampukah doa ku ini menjangkaumu?
Kita sudah berbeda dimensi kini

Engkau kah yang statis?
Aku yang terus berjalan melewatimu,
Terus berlalu memahat dinding – dinding terjalmu,

Atau kah....

Aku yang statis ?
Engkau yang terus berjalan melewatiku,
Menghamparkanku banyak peristiwa,
Memberiku partikel – partikel untuk nantinya kujadikan kenang

Ah, Tuhan,
Engkau Maha Ajaib,
Semua mampu Kau kendalikan dengan sempurna,
Segala yang menurut hati dan fikiranku kacau,
Ternyata adalah rencanamu yang tersusun begitu rapi


Waktu,
Bisa kah kita sama – sama statis sejenak?
Dapat kah kita sama-sama saling bertatapan dengan energi kinetik yang kosong?
Aku ingin menikmati senja bersama mu,
Dengan teh hangat yang masih segar,

Siapa kah engkau?
Engkau yang belum datang,
Engkau yang akan dibawa oleh waktu,
Atau aku yang menyeretmu pada waktu

........

Surabaya, 12 Februari 2013