Tuesday, December 14, 2010

10:01 PM - No comments

Syair Kenangan

Hai, malam…

Ini sudah entah untuk yang keberapa kalinya kau datang

Aku masih suka dinginmu

Aku masih suka dengan bintang yang jauh itu

Aku masih ingat betapa waktu cepat berlalu saat tawa – tawa itu lepas ke udara luas

Apa kamu juga masih ingat?

Aihh, entah sudah berapa kali kau beristirahat, tapi ingatanku ini tak pernah juga mau berhenti mengingat.


Hai, pagi…

Ini entah sudah yang keberapa kali sejukmu membangunkan aku dari kelelapan

Selalu ada harapan saat kau membelaiku dan menyapaku dengan sinar si matahari

Masih kah kau ingat bagaimana detak jantung yang akhirnya dipaksa berdetak lebih kencang dari biasanya?

Bagaimana cairan tubuh yang coba dikeluarkan melalui pori kulit?

Bagaimana hangatnya si matahari memeluk perlahan dengan lembut?

Aku masih ingat J

Bahkan, saat kau sudah lelah bercerita padaku dan beristirahat di sisi dunia yang sana

Hatiku belum juga lelah menjaga



Hai, senja

Ini entah sudah keberapa kalinya aku merindukan jingga dan dia selalu datang

Entah sudah berapa panjang sajak rindu yang berderet, namun tetap saja rindu itu tak memudar

Gurat – gurat jingga di langit itu yang aku tunggu seharian tadi dan dia datang juga

Tapi semburat – semburat rindu yang sedari dulu itu belum juga terurai



Hai, kotak ingatan…

Apa masih ada ruang untuk menyimpan yang lain?

Belum juga rapuh kah bingkai – bingkai yang menghiasi dindingmu?

Masih banyak kah senyum yang ada untuk setiap kenangan yang terkuak?



Hai, kenangan…

Masih saja kau tak bosan di situ?

Belum juga kah kau lelah tak berlalu?

Monday, December 6, 2010

1:45 AM - No comments

Best wishes for our life… great wishes for our days


“Aku ini uda dewasa kok!”

Sesering apakah kita mendengar pekikan yang demikian?

Apa arti dewasa? Apakah seseorang yang benar – benar dewasa menyadari bahwa dirinya memang sudah dewasa? Atau pernyataan semcam itu hanya untuk menutup – nutupi sifat kekanak – kanakannya. Keduanya bisa jadi benar.

Tua itu pasti, tapi dewasa adalah pilihan. Sesering apakah kita mendengar kalimat itu?

Sejak SMA saya sudah sering mendengarnya. Bahkan, itu adalah salah satu judul dari salah satu artikel saya di majalah sekolah di SMA.

Kalau saya sendiri ditanya, apakah saya sudah dewasa? Saya sendiri bingung untuk menjawab iya atau tidak.

Jujur saya orang yang kurang dapat menilai diri saya sendiri. Bahkan, cenderung saya tidak suka menilai diri saya sendiri. Kerap saya mengatakan, “Orang lain yang lebih tahu bagaimana saya”, jika ada yang bertanya seperti apa diri saya. Jika pertanyaan tersebut terlontar, maka saya hanya akan mendiskripsikan diri saya dalam tiga kata, “simple, fleksible, low profile”.

Seperti artikel saya sebelumnya. Life begin at 20th. Ya. Saya benar – benar merasakannya. Dalam fase hidup saya yang ke duapuluh tahun ini saya merasakan benar – benar berjuang untuk cita – cita dan masa depan saya. saya mulai merasa cemas akan masa depan saya.

Terus terang, saya bukan orang yang memiliki rasa percaya diri yang begitu tinggi. Bahkan, kerap saya merasa tidak percaya terhadap diri saya sendiri. Terlalu takut mungkin tepatnya. Saya terlalu sering bertanya tentang hal – hal kecil sebelum melakukan sesuatu, yang bagi orang lain tidak perlu ditanyakan. Tapi entah bagaimana saya perlu untuk menanyakannya.

Di umur saya yang sekarang ini, ada banyak sekali hal berat yang harus saya hadapi. Saya tidak lagi dapat menghindar seperti saat saya masih berumur limabelas tahun. Di titik ini, saya benar – benar merasakan bahwa yang namanya masalah itu harus disikapi dan dihadapi. Bukan justru dilupakan, ditinggalkan. Ataupun dihindari begitu saja. Masalah, jika sudah waktunya dia akan muncul dengan sendirinya.

Dulu, saat saya masih kelas 3 SD, ketika saya melihat papan tulis kelas 5 SD, dimana masih ada soal – soal matematika yang tertulis, kerap saya merasa merinding. Ketakutan besar muncul pada diri saya. akankah saya dapat menyelesaikan soal – soal yang saat itu bagi saya rumit? Sempat saya merasa tidak ingin naik kelas dan ingin terus berada di kelas 3 SD. Tapi toh nyatanya sekarang saya sudah dapat melewatinya. Itu adalah salah satu contoh sederhana menyikapi suatu masalah. Masalah saya adalah soal matematika kelas 5 SD.

Lalu saat ini, masalah saya adalah kejenuhan. Kejenuhan atas kuliah saya. ketakutan saya adalah saya terkalahkan oleh rasa jenuh saya. Beruntung saja jika saya hanya merasa jenuh sejenak. Barang satu semester saja, itu wajar. Tapi apa jadinya kalau selamanya saya jenuh? Saya jenuh belajar, saya jenuh dengan suasana kampus. Saya jenuh dengan teman – teman saya?

Terlebih, di semester lima saya ini, saya baru benar – benar merasakan kuliah. Saya benar – benar merasakan bagaimana mengerjakan tugas yang terasa terus menerus menumpuk. Saya benar – benar merasa tidak pernah memahami materi yang seharusnya menjadi landasan saya nantinya. Mau jadi apa saya nantinya? Sarjana akuntansi macam apa yang jurnal akuntansi saja tidak begitu paham? Berbagai cercaan atas diri saya sendiri terus terlontar.

Sejak kecil, saya selalu mengikuti apa yang menjadi pilihan kedua orang tua saya. Dimana saya bersekolah. Dimana saya kuliah. Kegiatan apa yang boleh saya ikuti. Kapan saya boleh bermain. Semua keputusan besar dalam hidup saya selalu diputuskan oleh kedua orang tua saya. Mungkin itu lah yang membuat saya merasa canggung saat harus mengambil keputusan sendiri. Dan saya mulai belajar mengambil keputusan – keputusan besar dalam hidup saya, walau pun keputusan – keputusan saya bertolak belakang dengan pemikiran kedua orang tua saya. bukan berarti saya membangkang. Tidak. Saya hanya mencoba untuk belajar membuat keputusan. Saya masih punya Tuhan untuk saya takut. Saya masih punya keluarga untuk saya ingat. Saya hanya ingin belajar untuk menyikapi hidup. Terasa berat memang. Dimana selalu ada pertengkaran dan selisih paham. Tapi saya rasa Tuhan selalu memberi yang terbaik untuk saya dan keluarga saya.

Seorang yang dewasa selalu menyikapi masalah yang di hadapannya. Hati dan fikiran tenang adalah senjata ampuh untuk bersahabat dengan masalah hidup. Analogikan saja hidup adalah suatu petualangan. Saat kita sedang menuruni lereng maka, kita akan merasakan langkah kita begitu ringan. Gaya gravitasi jelas membantu kita turun ke bawah. Namun, saat kita mendaki gunung, saat kita tengah naik, maka pasti rasa berat yang akan terasa.

Hanya keikhlasan yang dapat meringankan langkah dalam hidup. Percaya terhadap Tuhan yang baik. Dia selalu memberikan apa yang saya butuhkan. Cuma Tuhan yang tahu bagaimana rasanya jadi diri saya ini. Cuma Tuhan yang tahu bagaimana cara terbaik untuk hidup saya. Seorang wanita dewasa harus lah konsekuen terhadap pilihan yang telah dipilih dan harus menyikapi masalah hidup, bukan justru menghindar. Dewasa adalah bersikap bukan merajuk.

Best wishes for our life… great wishes for our days J

Thursday, December 2, 2010

4:29 AM - No comments

Life begin at 20th, don’t you realize it?

“Saya memilih jalan ini untuk menuju apa yang saya sebut cita – cita dan untuk mewujudkan apa yang saya sebut mimpi”

Setiap manusia pasti mengalami fase dari kanak – kanak, lalu remaja dan dewasa. Itu adalah siklus bagi manusia. Setiap orang pasti lah mengalami birthday moment, dimana umur kita selalu bertambah.

Saya sering mendengar bahwa, masa transisi kita adalah saat kita berumur tujuh belas tahun. Beberapa orang bahkan men-sakral-kan, saat usianya menginjak tujuhbelas tahun. Merayakannya dengan pesta yang mewah, merasa akan mengalami perubahan besar dalam hidupnya. Dulu saya juga pernah beranggapan seperti itu. Saat saya akan mengawali tujuhbelas tahun saya. saya merasakan suatu euphoria sekaligus ketegangan tersendiri saat matahari ketujuhbelas tahun saya terbit untuk pertama kalinya. Bahkan, dalam perjalanan pulang sekolah, di hari terakhir enambelas tahun saya, saya terus – terusan mengucapkan harapan untuk tujuhbelas tahun saya yang sepertinya sacral itu.

Tapi nyatanya, saat saya menjalani tujuhbelas tahun saya tersebut, saya merasa tidak ada perubahan yang berarti. Tidak ada perubahan mencolok seperti yang kerap dikatakan orang – orang. Saya masih merasa kanak – kanak. Saya juga tidak merasakan perubahan emosi yang mencolok. Satu – satunya perubahan mencolok yang saya alami adalah saya mendapatkan KTP (Kartu Tanda Penduduk).

Banyak yang mengatakan bahwa, masa remaja adalah pada kisaran umur 17 – 21 tahun. Pada masa remaja tersebut, seseorang tengah mencari jati dirinya yang sesungguhnya. Wajar jika seseorang mencoba – coba gaya hidup yang berbeda dan dirasanya nyaman. pada masa remaja, sesungguhnya seseorang memilki ketidak jelasan status. Ia tidak lagi kanak – kanak, tapi ia juga belum saatnya disebut dewasa.

Bagi saya, masa – masa tersulit dalam hidup adalah saat kita berumur duapuluh tahun. Di titik tersebut, rasa bingung, sepi, dan labil begitu terasa. Dimana kita benar – benar bukan lagi kanak – kanak. Kita sudah dewasa. Di titik ini lah kita akan merasa begitu kesepian walau kita memiliki begitu banyak teman. Merasa semuanya harus menjadi begitu sesuai dengan apa yang kita inginkan. Saat ada satu hal saja yang tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan, maka kita akan merasa begitu gagal.

Saya sendiri merasa begitu susah mengendalikan emosi di titik ini. Serasa sebagian besar waktu saya terkendalikan oleh emosi saya. saya merasa begitu sendiri. Serasa tidak memiliki teman untuk mendiskusikan hal – hal yang menurut saya mengganjal. Sebenarnya, saya memiliki banyak teman dan pastinya kami mendiskusikan banyak hal. Tapi kembali lagi, emosi yang menguasai saya. Saya merasa tidak menemukan titik dimana diskusi tersebut dapat membantu saya.

Berkali – kali saya merasa gagal, saat ada 1% alpha saja dalam suatu hal yang saya rencanakan. Semuanya harus sesuai dengan apa yang saya rencanakan. Tanpa memperhitungkan faktor alpha.

Suatu saat saya mengobrol dengan seorang teman yang kebetulan usianya satu tahun di atas saya. “Umur duapuluh itu memang masa yang berat,” kata seorang teman saya tersebut. Saya lalu berfikir tentang hal itu. Saya mem-flash back ke saat saya berumur tujuhbelas tahun dan tahun – tahun sebelumnya. Betapa sederhana fikiran dan cara saya menyikapi hidup. Hal terberat dalam hidup saya adalah bagaimana caranya saya mendapatkan nilai yang baik. Bagaimana di rapor saya nilai yang tercantum adalah minimal enam. Bagaimana saya harus segera menyelesaikan pekerjaan rumah yang diberikan guru saya di sekolah. Bagaimana saya harus mampu tampil maksimal saat ujian kenaikan tingkat taekwondo.

Tapi menginjak usia duapuluh tahun, saya dapat merasakan bagaimana mulai rumitnya saya berfikir dan menyikapi hidup. Bagaimana saya harus begitu mendengarkan suara pihak – pihak yang ada di sekitar saya. Bagaimana saya begitu memiliki rasa was – was jika sikap saya ternyata tidak lah sepantasnya.

Di usia duapuluh juga lah, saya mulai terus berfikir keras bagaimana kehidupan saya ke depannya. Bagaimana hidup saya lima tahun lagi. Bagaimana saya dapat lulus kuliah dengan baik dan pada waktu yang semestinya, lalu mendapatkan pekerjaan yang layak untuk menghidupi kehidupan saya. Bagaimana saya mulai memikirkan keluarga saya, karena notabenenya saya adalah anak pertama.

Dilema pun mulai bermunculan. Tentang pendidikan dan cita – cita saya sedari kecil dulu. Jujur, di saat ini saya merasa langkah yang saya ambil adalah salah besar. Saya merasa, pendidikan yang saya tempuh ini tidak lah semestinya. Berkali – kali saya berkata pada diri saya sendiri, “ini bukan duniaku!”. Tahu kah bagaimana rasanya, saat kita sudah memiliki cita – cita yang begitu kuat sedari kita kecil, tiba – tiba menghilang begitu saja berganti dengan harapan lainnya. Tapi, saat proses mewujudkan harapan yang lain itu tengah terjadi, justru cita – cita sedari kecil itu muncul kembali. Jalan yang saat ini diambil adalah berbeda. Di depan ada sebuah pertigaan. Lurus jalan terus. Atau berbelok ke kiri. Anda sendirian dan sama sekali tidak tahu jalan ke depannya.

Usia duapuluh memang lah masih dapat dikatakan muda. Tapi, saya sendiri merasa pada usia ini lah ada suatu sambutan yang membuat saya sendiri takut, “Welcome to the jungle”. This is the real jungle? Di usia ini lah saya harus mulai mengambil keputusan atas hidup saya sendiri. Tapi dalam memutuskan suatu keputusan saya harus begitu mempertimbangkan banyak hal. Keluarga saya, teman – teman saya, dan masa depan saya.

Bertambahnya usia adalah hal yang alami bagi seorang manusia dan tidak perlu ditakutkan. Yang perlu dilakukan adalah belajar dari apa yang sudah pernah kita dapatkan. Bagaimana kita harus berfikir lebih jeli dan lebih bijaksana lagi. Satu hal yang harus saya lakukan di usia saya yang keduapuluh, melakukan sesuatu untuk cita – cita besar saya. Saya harus mulai memilih jalan yang saya yakini membawa saya pada hal yang saya harapkan. Saya memilih jalan ini untuk menuju apa yang saya sebut cita – cita dan untuk mewujudkan apa yang saya sebut mimpi.

Wednesday, December 1, 2010

2:22 PM - No comments

Mengenal Budaya dari Wisata


Setiap kota sebenarnya memiliki suatu objek yang dapat dijadikan obyek wisata. Karena setiap kota memiliki kebudayaannya masing – masing. percaya atau tidak, melalui wisata, kita dapat mengenal kebudayaan suatu daerah. Karena melalui wisata ini lah pengenalan kebudayaan akan lebih efektif.

Misalnya saja di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Seperti telah kita ketahui, di provinsi ini kaya akan budaya daerah. Tradisi masyarakatnya pun masih kental terasa. Wisata alam dan budaya menjadi andalan provinsi ini. jelas, provinsi ini juga masuk dalam trip list masyarakat, tak hanya lokal, tapi juga internasional.

Coba lihat dulu, Ibu Kota dari provinsi ini, Kota Yogyakarta. Letaknya berada di tengah provinsi. Di sini lah pusat pemerintahan berada. Tak hanya itu, keunikan provinsi ini yang dipimpin oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X, yang notabennya adalah pemimpin budaya, juga menjadi daya tarik tersendiri. Bukan masalah jabatan atau siapa yang memimpin, sebenarnya. Tapi, karena di sini lah Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat berada. Kraton ini sendiri telah berumur lebih dari duaratus tahun. Kraton ini lah tempat pusat kebudayaan masyarakat Yogyakarta.

Kita mungkin sering mengenal istilah kejawen. Kepercayaan yang dianut oleh masyarakat jawa. Jangan dilihat dari segi kepercayaannya. Karena masing – masing orang berhak menjalani apa yang masing – masing percayai. Tapi lihat lah dari keindahan budayanya. Bagaimana riuhnya upacara adat sekaten, yang diselenggarakan setiap maulud nabi. Bagaimana ritual jamasan, yaitu memandikan kereta dan pusaka – pusaka kraton.

Lalu lihat saja di daerah Bantul. Ada hal menarik lainnya yang dapat dijadikan daya tarik wisata. Pernah kah anda mendengar tradisi labuhan? Tradisi melabuhkan hasil bumi ke lautan. Sebagai tanda syukur kepada pencipta.

Hal yang disebutkan di atas hanya merupakan beberapa contoh saja. Dapat dibayangkan berapa banyak upacara adat di Indonesia ini? Hampir di setiap daerah memiliki upacara adat masing – masing. Itu berarti betapa banyaknya potensi wisata di negeri ini. Jika saja kita dapat mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki negeri ini, maka hal tersebut dapat menjadi sumber pendapatan bagi masing – masinmg daerah. Selain itu, kebudayaan yang dimiliki oleh masing – masing daerah tersebut dapat dilestarikan dan dapat diperkenalkan kepada khalayak luas.

Thursday, November 11, 2010

12:49 PM - No comments

Maaf, Tuhan...

Kembali saya merasa tengah berada di suatu titik yang tidak menyenangkan. Dimana saya merasa begitu lemah. Ya. Memang pada dasarnya saya adalah lemah. Rasa lelah dan bosan tengah menumpuk tebal. Terakumulasi hingga penyangganya retak. Mungkin, sudah patah. Anda tahu rasanya? Begitu menyebalkan. Semuanya terasa melelahkan. Bahkan, hal paling ringan sekali pun. Semuanya terasa memuakkan. Bahkan, hal paling menyenangkan sekali pun. Semuanya terasa salah dan menghakimi.

Saya tahu banyak orang di sekeliling saya. banyak orang yang sadar akan kehadiran saya. banyak orang yang mengajak saya berbicara. Banyak orang yang memperhatikan saya. Tapi saat saya berada di titik ini, semuanya serasa menghilang. Semuanya tak lagi berasa. Seperti semua orang tak menyadari kehadiran saya. serasa semua orang tak menginginkan kehadiran saya. serasa semua orang tengah sibuk dengan kepentinganya masing – masing. semuanya terasa menyesakkan.

Berkali – kali saya mencoba menenangkan diri. Mencoba memilih diam untuk mengendapkan perasaan yang tidak menyenangkan itu. Berkali – kali pula saya dapat mengalahkan perasaan tidak menyenangkan itu. Tapi ternyata semuanya seperti selingan. Perasaan ringan dan menyenangkan itu lebih sejenak dibanding dengan perasaan tidak menyenangkan. Sekeras apa pun tawa yang saya umbar. Selucu apa pun cerita yang tengah saya dengar. Saya merasa kan sekali lagi yang namanya KOSONG.

Anda tahu, betapa menyiksanya hal yang satu itu. Betapa cukup untuk membuat niat dan semangat saya perlahan mati. Mungkin saat saya kehilangan dukungan dan semangat dari orang lain, saya masih mampu bertahan dengan semangat dari diri saya sendiri. Tapi, kali ini semangat dari diri saya sendiri lah yang hilang. Lalu bosan perlahan datang dengan suka cita, diikuti oleh lelah yang mengharu biru. Semuanya lengkap! Tanpa ada yang kurang.

Bercangkir – cangkir kopi bahkan bulan sabit dan para bintang ternyata tak mampu membuat KOSONG pergi dari saya. Ia masih saja ada di dalam diri saya. merasuki hati dan fikiran saya. dan saya mengalami kelumpuhan. Puluhan artikel dan buku – buku pembangkit penyemangat pun tak pernah mempan untuk mengembalikan semangat saya. kali ini saya benar – benar lemah. Dan sampai pada titik mengharapkan kejaiban.

Pada suatu subuh saya terbangun. Hawa dingin subuh mulai menyerang saya. cukup untuk membuat saya enggan turun dari ranjang. Bersamaan dengan suara adzan yang menggema, saya tiba di depan keran yang menetes. Ada suatu ketenangan di sana. Ada kedamaian yang tersenyum pada saya. Bukan lagi dingin menusuk yang mencengkeram saya saat air keran membasuh wajah dan sebagian tubuh saya. yang tertinggal hanya kesejukan dan ketenangan. Rasa ringan mulai memeluk hati saya. dan ketenangan mulai menyusup ke dalam fikiran saya. ini lah keajaiban. Seperti sebuah teras yang telah berdebu tebal dan akhirnya ada kucuran air yang membasuh debu itu hingga lenyap. Seperti itu lah saya selama ini ternyata.

Saya akhirnya menemui lagi Tuhan saya yang baik. Setelah lama saya tidak menemui-Nya. Rasanya menyenangkan. Seperti euphoria pulang kampung saat hari raya tiba. Saya merasa begitu ringan saat bersujud. Sepertinya selama ini otak saya kekurangan suplai darah dan oksigen, sehingga tak dapat berfikir dengan jernih. Ketenangan semakin menyusup ke dalam diri saya. Tak ada lagi rasa dingin di awal saya membuka mata tadi.

Saya berbicara lagi pada Tuhan saya, setelah sekian lama saya tak menyapa-Nya. Seperti menemukan teman yang tepat. Seperti menemukan sandaran yang nyaman. Saya terus bercerita. Lalu hati saya pun ikut berbicara. Menuturkan segala apa yang saya rasa membebani. Semua kekosongan dan rasa bosan yang begitu tidak menyenangakan. Ternyata hanya Tuhan yang mau mendengar dengan penuh. Hanya Tuhan sandaran nyaman yang saya cari.

Mungkin selama ini Tuhan tengah marah pada saya dengan menghadirkan perasaan yang tidak menyenangkan. Mungkin Tuhan marah karena sudah lama saya tidak menyapa-Nya. Sudah lama saya tidak bercerita pada-Nya. Dan ternyata bukan teman yang selalu ada yang saya butuhkan. Bukan kata – kata mutiara pembangkit semangat yang saya butuhkan. Tapi Tuhan saya yang baik dengan segala kasih-Nya. Hanya Tuhan saya yang baik.

Kebodohan saya untuk sekian kalinya adalah saya lupa saya punya Tuhan. Saya sudah memiliki Tuhan sejak dulu. Saya sudah mengenal Tuhan sejak dulu, tapi saya tetap mencari hal lain yang dapat membuat saya bahagia. Padahal Tuhan selalu memberikan kebahagiaan sesuai kebutuhan saya. Saya selalu memikirkan dan menyayangi hal lain melebihi Tuhan. Tapi Tuhan tetap menyayangi saya. Ia tidak lantas mencabut nikmat-Nya.

Maaf Tuhan… untuk kesekian kalinya. Atas kebodohan yang membuat saya jauh dari-Mu. Maaf untuk waktu yang selalu saya sia – sia kan. Maaf untuk pernah melupakan-Mu. Karena sesungguhnya hal terburuk dalam hidup saya adalah jauh dari-Mu.

Saturday, October 30, 2010

2:34 PM - 2 comments

Scrub Kopi

Satu lagi alternatif merawat diri. Yaitu dengan kopi. Bagi anda yang sering membuat kopi tubru di rumah, ampas kopi yang ada jangan lantas dibuang. Gunakan ampas tersebut untuk scrubbing. Campurkan seperempat cangkir ampas kopi tersebut dengan madu asli secukupnya, sampai terbentuk campuran seperti pasta. Lalu lakukan scrubbing pada kulit wajah dengan gerakan melingkar. Lalu bersihkan dengan air hangat dan di akhiri dengan air dingin. Setelah itu gunakan pelembab. Sangat disarankan untuk langsung menggunakan campuran seusai dicampur. Lakukan scrubbing ini dua minggu sekali. Selain untuk wajah, scrub ini juga baik digunakan untuk tubuh anda.

Selamat mencoba ^^

Have a nice day with your coffee :)

Tuesday, October 26, 2010

11:04 PM - No comments

-____-

Aku suka apa yang kamu suka..

Aku benci apa yang kamu benci..

Tapi kenapa bukan sebaliknya juga?

Kenapa kamu susah untuk suka apa yang aku suka?

Kenapa kamu justru suka apa yang aku benci?

Sesusah apa suka apa yang aku suka?

Sesusah apa benci apa yang aku benci?

Apa sebenarnya susah untuk suka apa yang kamu suka?

Tidak!

Aku mudah melakukannya

Aku bisa melakukannya

Apa sebenarnya janggal untuk benci apa yang kamu benci?

Tidak!

Aku merasa semuanya wajar – wajar saja

Lalu kenapa kamu tidak pernah bisa melakukannya?

Saturday, October 16, 2010

12:20 AM - No comments

wanita dan pilihannya

Saya ini hanya seorang wanita biasa. Mudah menangis dan merasa bahagia saat disanjung. Saya suka sekali diperhatikan. Saya akan mudah suka pada orang yang memperhatikan saya. hanya dengan sebuah belaian di rambut saya saja, saya sudah dapat merasakan kebahagiaan kecil. Suatu rasa nyaman. Saya juga seorang wanita yang dengan mudah merasa bahwa, seseorang tengah membicarakan saya. Terlalu berlebihan mungkin.

Saya memang belum pernah tahu bagaimana rasanya disakiti secara langsung oleh seorang lelaki. Tapi saya dapat merasakan bagaimana seorang lelaki menyakiti seorang wanita. Saya banyak mendengar lalu saya merasa. Saya memposisikan hati dan diri saya. memang itu hanya sebuah ‘memposisikan’, tapi setidaknya ada gambaran bagaimana rasanya. Dan rasanya adalah sakit. Rasanya adalah menyebalkan. Bagaimana seorang lelaki memakai egonya terhadap wanitanya. Bagaimana seorang lelaki memaksimalkan bahwa, ia adalah lelaki dengan memiliki wanita lain. Bagaimana seorang lelaki dengan bangganya meremehkan seorang wanita karena harta yang dimilikinya.

Terkadang, seorang wanita dapat bertahan dalam kondisi – kondisi yang begitu buruk. Seorang wanita dapat begitu kuat menerima kenyataan bahwa, lelakinya tidak lagi sebaik yang ia harapkan saat di awal mereka bersama. Seorang wanita dapat begitu menerima perubahan lelakinya dengan begitu ikhlas. Mungkin terdengar seperti wanita yang bodoh. Tapi itu lah kekuatan seorang wanita yang sering tak pernah disadari seorang lelaki. Yang sering disebut dengan “kebodohan yang ditutupi dengan istilah kekuatan”.

Tapi ada juga wanita yang tidak dapat menerima seorang lelaki yang sudah tak lagi sesuai harapannya. Seorang wanita yang hanya mau menerima seorang lelaki saat lelakinya menuruti semua keinginannya.

Saya rasa, seorang wanita berhak menentukan sikap. Berhak memilih memperlakukan lelakinya seperti apa. Seorang wanita berhak menjadi kuat atau tidak. Karena di balik kuat atau tidaknya seorang wanita pastilah ada sesuatu yang indah. Saya percaya itu.

saya tidak tahu pasti bagaimana jalan fikiran seorang lelaki. Yang masih saja mencari wanita yang lain saat ia telah menemukan seorang wanita yang mau menerimanya apa adanya. Mau Menerima tidak hanya kekuatannya, tapi juga ketidak setiaan. Saya juga tidak membayangkan bagaimana perasaan seorang wanita yang baru mengetahui kesetiaan lelakinya ternyata tak pernah ada setelah sekian lama bersama.

Seorang wanita memang diciptakan untuk seorang lelaki. Seorang wanita memang pada kodratnya lebih lemah dibanding lelaki. Tuhan menciptakan seorang lelaki dulu, baru lah seorang wanita diciptakan dari rusuk seorang lelaki. Tulang rusuk memang rawan dan lemah. Maka, seorang lelaku harus lah menjaganya. Tapi, tanpa tulang rusuk, hati seorang lelaki tidak mempunyai perisai. Tidak memiliki suatu perlindungan dari hantaman di luar tubuhnya. Itu lah seorang wanita.

Seorang wanita harus lah lebih pandai dari lelakinya, karena suatu saat wanita lah yang akan lebih banyak mengurus dan mendidik anak – anaknya, serta membantu lelakinya menyelesaikan pekerjaan. Namun, seorang wanita juga lah harus lemah atau pura – pura lemah di hadapan lelakinya, karena pada dasarnya seorang lelaki senang saat dibutuhkan.

Friday, October 15, 2010

9:05 AM - No comments

cahaya redup malaikat kecil

Ada seorang gadis kecil yang cantik. Dia seperti malaikat. Malaikat kecil untuk hati yang mencintainya. Tawa dan manjanya adalah senjata ampuhnya untuk menghadapi orang – orang dewasa. Saat ia tertawa, maka aku dapat mengatakan, “Terimakasih Tuhan karena kau ciptakan dia”. Saat ia merengek manja, sungguh rasanya hanya ingin menuruti permintaannya. Tuhan yang baik memang sungguh baik telah menghadirkannya di dalam hidupku.

Banyak hati yang menyayanginya. Aku yakin, ia tak akan pernah kekurangan kasih sayang selama ia hidup. Ia tak akan pernah kehilangan cahaya, karena ia juga cahaya bagi kami yang menyayanginya. Entah magnet apa yang dimiliki gadis kecil itu, hingga aku benar – benar ingin selalu melihat senyumnya. Ingin selalu tahu bahwa, ia selalu bahagia. Ingin selalu mendengar ia bercerita tentang hari – harinya.

Tapi, maaf Tuhan. Untuk satu kali ini aku menganggap-Mu tidak terlalu baik. Saat Kau takdirkan sesuatu yang membuat senyum malaikat kecilku memudar. Saat kau mengganti tawanya dengan tangis di dalam hatinya hingga kini. Saat kau jadikan ia tak lagi bercerita tentang hari – harinya. Saat kau meredupkan cahaya yang terpancar dari hatinya. Mungkin juga ini cara-Mu untuk menyayanginya. Tapi, sekali lagi maafkan aku karena sejenak berfikir Kau tidak terlalu baik.

Si cahaya kecil itu ternyata juga memiliki cahaya dari hati yang lain. Yang mungkin juga sumber cahaya lain bagiku. Lalu dalam sekejap saja, Tuhan mematikan cahaya dari hati yang lain itu. Tak hanya redup. Tapi mati. Lenyap. Padam. Tak lagi ada pancarannya. Padamnya cahaya itu diakhiri dengan senyum. Senyum yang memang begitu indah baginya. Senyum kebahagiaan baginya. Tapi deraian air mata bagi kami yang di sampingnya.

Seperti malaikat kecilku, aku juga kehilangan. Aku kehilangan sahabat. Aku kehilangan penjaga. Ia juga malaikatku yang lain. Kalian tahu bagaimana rasanya? Seketika aku seperti sendirian berada di sebuah tempat yang kosong dan begitu luas. Begitu luas hingga aku tak tahu harus melangkah kemana. Semakin aku melangkah, tempat itu terasa semakin luas. Aku berteriak tapi tak ada seorang pun yang menyahut. Tak ada yang mendengar. Rasanya kosong. Tak ada yang dapat ku pegang. Tak ada yang dapat aku genggam, bahkan pasir pun tak ada di sana.

Waktu memang telah berganti terlalu banyak. Tapi sungguh, aku tahu pasti, cahaya malaikat kecilku belum kembali seperti itu. Masih redup. Masih ada kesedihan yang besar di sana. Tuhan yang baik, terangkan lagi cahaya malaikat kecilku. Kembalikan lagi senyum dan kebahagiaannya.

Untuk sahabatku, apa kabar di sana? Apa rasanya bahagia di sana? Apa masih sama seperti bermain sepeda di sore hari? Lebih menyenangkan kah dibanding dengan makan es krim coklat? Apa di sana lebih sejuk dari hawa pegunungan? Apakah di sana ada senja seperti di pantai? Apa kamu masih dapat melihat laut dari bukit selatan pantai? Kamu pasti bahagia ya… salam kangen dan doa selalu untuk kamu di sana J

Hay, malaikat kecilku, semua orang butuh cahayamu lagi. Tapi bukan cahayamu yang redup. Semua telinga ingin mendengarmu tertawa lagi. Aku juga ingin sekali mendengarmu bercerita riang tentang hari – harimu. Selamat bertambah dewasa Kee J

Friday, October 1, 2010

2:05 AM - No comments

percaya pada Tuhan dengan keihlasan

Percaya Tuhan punya kuasa yang besar. Ia punya keabsolutan yang tinggi. Ia maha dari segala Maha. Percaya lah juga Tuhan tak pernah salah dalam memberi. Ia selalu benar dan tahu yang terbaik bagi kita, bahkan melebihi diri kita sendiri.

Anda percaya?

Saya begitu percaya.

Saya percaya atas apa yang terjadi dalam hidup saya adalah atas seizin dari Tuhan. Kuasa-Nya tiada batas. Kasih-Nya tiada lelah.

Keikhlasan adalah salah satu cara untuk terus dapat menempuh hidup dalam jalan-Nya. Berkali – kali kata ‘ikhlas’ saya dengar dan saya ucapkan. Entah sudah sejak kapan tahun. Tapi sampai detik ini saya masih hanya dapat mengatakan “saya terus mencoba ikhlas”. Ya. Saya sendiri tidak tahu seberapa ukuran untuk ‘ikhlas’ itu sendiri. Apakah taraf keikhlasan itu tetap atau terus meningkat. Ketidak tahuan saya tersebut sama halnya dengan ketidak tahuan saya akan umur saya di dunia.

Menurut teori yang saya yakini, keikhlasan akan membawa ketenangan dalam kehidupan seorang manusia. Keikhlasan tak hanya saat kita kehilangan sesuatu. Tapi justru juga saat kita memiliki sesuatu. Misalnya saja, saat kita memiliki sejumlah uang yang begitu banyak. Kita selalu siap untuk memiliki uang tersebut, tapi apakah kita bersiap juga untuk kehilangannya? Saat kita telah kehilangan uang tersebut, kita akan berkata, “ya sudah diikhlaskan saja.” Tapi pernah kah kita mendengar kalimat tersebut saat kita memiliki sejumlah uang yang tadi? Saya selalu ingin mengucapkan kalimat tersebut. Tak hanya itu, saya juga ingin memiliki keikhlasan itu.

Bayangkan saja, saat kita memiliki banyak uang, pastilah hati kita akan gelisah saat itu. Kita takut jika uang itu tiba – tiba hilang tanpa sebab yang pasti. Kita takut jika uang itu dicuri. Tapi pernahkah terfikir, jika kita memiliki rasa ikhlas saat memilikinya? Kita tidak akan merasa ketakutan yang berlebih. Kita tidak akan terlalu merasa takut uang itu dicuri. Kita percaya bahwa yang kita miliki adalah hanya titipan Tuhan. Hanya itu. Banyak memang yang mengatakan hal tersebut sesungguhnya hanya lah berat. Mungkin itu lah yang menyebabkan saya begitu sering mendengar kata ‘ikhlas’.

Untuk kesekian kalinya saya begitu mempercayai Tuhan saya. saya memang bukan seorang umat yang menghafal sabda Tuhan dengan baik. Dengan sedikit baik pun, saya rasa tidak. Saya hanya mampu menghafal sedikit sabda Tuhan yang tak terlalu panjang. Saya tidak lah rajin membaca kitab yang diturunkan Tuhan untuk kaum saya. Nilai pelajaran agama saya pun tidak lah sempurna, bahkan dapat dikatakan rata – rata bawah. Saya mengimani Tuhan dengan cara yang saya mengerti. Dan cara yang saya mengerti adalah mempercayai-Nya dengan sepenuh hati. Mencoba ikhlas atas apa yang diberikan-Nya dalam hidup saya. saya juga mengimani bahwa, Tuhan saya adalah baik. Tuhan saya tidak ingin saya menyakiti orang lain walau orang lain menyakiti saya. Mungkin Tuhan saya sudah memiliki cara bagaimana untuk membalasnya.

Pada setiap bahagia yang terjadi pada diri saya, saya mencoba mengikhlaskan, agar saat sudah waktunya sedih menemani, saya tidak akan terlalu terpuruk. Pada setiap sedih yang membelenggu saya, saya percaya. Bahwa, ada kebahagiaan yang membalut lebih kuat lagi saat saya menguasai rasa sabar dan ikhlas.

Termasuk hati yang saya miliki. Semoga saya mencintai dengan ikhlas seseorang yang masih disimpan oleh Tuhan. Agar saya tidak terlampau sedih saat sudah waktunya saya kehilangan orang tersebut.

Untuk kamu yang masih disimpan oleh Tuhan.semoga siang dan malammu bahagia selalu.semoga pagi dan soremu penuh makna tanpa hampa.suatu saat Tuhan akan memberikan yang terindah untuk kamu :J

Tuesday, September 28, 2010

8:48 AM - No comments

Let Me Tell You About Something

Let me tell you about something…

I’d ever seen how a boy makes his kite fly away

How he’s so excited..

Many happiness in his eyes..

I’d ever heard, how a girl cry..

She was crying on something that she loves

When she lost something, when she cant find something new latter..

I’d ever gone to a place that make me comfort and deleted all my pains..

I’d ever lost something that can make me so meaningful

When I feel emptiness in my heart..

Can you see the beautiful rainbow after the rain?

I can see it

can you believe in that there’s a beautiful place over the rainbow?

I believe in

Do you believe that God always loves you?

I believe in My God

Can you hear I whisper, “I trust on you. Everything that you do, that you say”

Even you never believe in me..

No matter..

Someday, in somewhere, with someone, I’ll find something and I’ll be meaningful

J

Sunday, September 26, 2010

8:57 PM - No comments

Tuhan Itu Sayang :J

Aku kerap merasa sendiri..
Aku kerap merasa terasing..
Aku kerap mendapati kekecewaan..
Aku kerap terdekap kelelahan..
Aku kerap mengeluh kejenuhan..
Tapi aku pun kerap tak sadar bahwa Tuhan selalu penuh menyayangi..
Tak ada detik tanpa kasih-Nya.

8:53 PM - No comments

Kemenangan Hidup

Apa yang akan dimiliki hidup jika tak ada petualangan dan kesalahan?
Karena sesungguhnya hidup itu bertualang dan mencari kebenaran di antara kesalahan-kesalahan yang ada.
Hidup itu bagaimana berjalan tenang di atas beban penat yang membuncah.
Kadang kala kita tak sadar bahwa kepenatan adalah suatu awal dari kekuatan baru yang terpendam.
Sering kita melihat bahwa penat adalah kebosanan yang harus ditinggalkan,tapi padahal sesungguhnya penat adalah harus kita lawan dan menindasnya hingga dia jadi pecundang.
Pecundang dalam hidup adalah mereka yang tak pernah sadar bahwa hidup mereka itu sesuatu kebaikan,suatu anugerah.

Mengapa hidup adalah kebaikan dan anugerah?

Sadarkah bahwa kita adalah pemenang.
Pemenang dari berjuta-juta sperma yang ingin menembus dinding sel telur.maka dari itu seharusnya kita pula lah pemenang atas diri,hidup,dan emosi kita.

Memenangkan hidup bukan lah perkara mudah memang.
Tapi tidak kah kita ingat, bahwa ada Tuhan yang selalu ada untuk kita berteduh dan menyusun kekuatan untuk menang dari diri,hidup,dan emosi kita..

Friday, September 24, 2010

8:42 AM - No comments

Anda

Saya suka malam yang datang terlalu larut dan lupa diri

Saya suka hujan yang tak pernah berhenti hingga telapak kaki begitu beku

Saya suka dengan kekanak- kanakan yang selalu muncul dalam tubuh yang dewasa

Karena itu adalah kebahagiaan

Kebahagiaan itu adalah Anda.

J

Friday, September 17, 2010

3:06 AM - No comments

Sebuah Rumah Tua

Sebuah rumah tua adalah hanya sebuah bangunan lama yang tetap berdiri di tengah modernnya bangunan – bangunan lainnya di sekitar. Sebuah rumah tua yang hanya diam tak bergerak. Si pemilik hanya memperbaikinya dan mencoba tetap membuatnya berdiri kokoh walau pun si pemiliknya pun telah renta. Rumah itu tadinya baru dan ramai. Riuh oleh celoteh bocah yang menggemaskan sekaligus menjengkelkan. Namun, seiring waktu, rumah itu menjadi tua. Separuh abad sudah rumah itu merasakan sengatan mentari. Menikmati dinginnya malam. Menyesap acuh pada titik – titik hujan yang tak juga berhenti.

Tapi rumah itu tak sekedar rumah tua. Ia tak hanya diam seperti bentuknya. Ada banyak kenangan yang di simpan oleh rumah itu. Kapasitas penyimpanannya tak terbatas. Sekali pun si pemilik nantinya telah pikun. Ada banyak tawa dan tangis yang menjadi dendang bagi rumah itu. Ada banyak luka dan kebahagiaan yang menyertai keberlangsungan waktunya. Jaman memang berganti tapi rumah itu tetap saja berdiri seperti semula didirikan. Tanpa pernah lelah dan iri pada sekitarnya yang terlihat semakin cantik seiring dengan modernnya jaman.

Di dalam rumh tua itu ada lima kamar tidur. Satu kamar tidur utama yang hingga kini diskralkan. Bukan disakralkan seperti ada hal magis. Tapi begitu dihormati, hingga tak sembarangan orang dapat memasukinya. Ada sebuah dapur yang begitu besar di bagian belakangnya. Ada dua kamar mandi, dengan satu kamar mandi yang begitu besar. Ada sebuah ruang keluarga dan dua ruang tamu yang hangat. Dan ada sebuah kebun yang lumayan luas di bagian paling belakangnya dengan sebuah kolam yang tadinya berisi ikan guramih. Rumah itu sebenarnya biasa saja. Seperti kebanyakan rumah tua lainnya. Rumah sebuah keluarga dengan empat anak yang pada akhirnya satu per satu meninggalkan rumah itu untuk menjalani kehidupannya. Lalu yang tertinggal hanya lah sepasang orang tua. Sepasang kakek nenek yang tetap bahagia di dalam rumah itu. Tetap menyambut kedatangan anak – anak dan cucu – cucunya setiap liburan datang.

Banyak hiasan keramik – keramik kecil di rumah tua itu. Banyak pula koleksi perkakas makan dan cangkir – cangkir. Menandakan si empunya mengagumi koleksi perkakas makan. Jendela dan pintunya kebanyakan terbuat dari kaca, sehingga sinar matahari dengan mudahnya dapat memasuki rumah itu dengan riang gembira. Tak ada foto yang terpajang di dinding rumah itu. Atau tergeletak di atas meja mana pun di rumah itu. Foto – foto semuanya terletak di dalam album foto yang tersimpan rapi pada salah satu lemarinya. Sedari dulu rumah itu berdinding kuning muda yang hangat dan kayu – kayu pintu dan jendelanya berwarna biru. Selalu begitu. Setiap tahun tak pernah warna – warna itu berubah. Perabotnya hamper semuanya berwarna coklat. Ya. Kuning, biru, dan coklat. Entah mengapa tiga warna tersebut tak pernah lekang dalam waktu separuh abad.

Di setiap malam takbiran rumah tua itu selalu riuh dengan suara – suara cucu si empunya rumah. Cucu – cucu ciliknya yang kebanyakan laki – laki. Tepat setelah makan malam pasti nyala kembang api, yang pada siang sebelumnya telah dijemur dengan telaten oleh cucu – cucu si empunya rumah, terlihat indah dari ruang tamu yang terletak agak ke dalam rumah. Lalu beberapa mercon air mancur yang jumlahnya lebih sedikit daripada kembang api yang menyumbangkan nyala paling besar. Kembang api digantungkan berjajar rapi pada tali – tali jemuran dan dinyalakan bersamaan. Itu lah malam paling semarak sepanjang tahun di rumah tua itu. Tawa geli dan teriakan cemas orang dewasa tak lekang mengiringi indahnya kembang api di malam takbir.

Di esok harinya. Setelah acara sungkeman berlangsung, tibalah waktu bermain bagi cucu – cucu si empunya rumah. Petak umpet adalah permainan favorit mereka. Kaki – kaki kecil itu pun terdengar ke seluruh penjuru rumah hingga menimbulkan teriakan – teriakan cemas dari orang – orang dewasa. Tempat bersembunyi mereka ada di bawah kolong tempat tidur, di balik lemari, di dalam lemari, bahkan sampai ke kebun belakang. Setahun sekali rumah tua itu serasa menjadi rumah yang baru.

Jika waktu makan tiba, berarti tiba lah waktu bagi suara sendok dan piring beradu. Bahkan terkadang disertai suara piring atau gelas yang pecah. Suara celoteh pun tetap terdengar walau pun waktu makan tiba. Itu lah kebahagiaan di rumah tua itu. Itu lah kenangan yang tersimpan dalam rumah tua itu. Mulai hari ketiga lebaran, rumah tua itu akan perlahan menjadi sepi, hingga genap seminggu pertama di bulan syawal berlalu. Yang tertinggal kembali hanya lah sepasang kakek dan nenek. Sepasang manusia yang mulanya hanya berdua dan kini kembali berdua.

Pot – pot tanaman di rumah tua itu begitu banyak ditumbuhi suplir. Dari depan rumah hingga kebun belakang. Kelebatan suplir yang hijau pasti menyegarkan mata. Suplir itu begitu telaten dirawat oleh sang nyonya rumah. Disiram dengan sisa air rendaman teh.

Hingga sampai pada suatu tahun rumah tua itu menemui duka pertamanya. Awan hitam menyelimuti langit rumah tua itu. Air mata tak henti menetes seiring dengan hujan yang terus mengguyur, cerminan banyak hati yang menangis. Takdir Tuhan tengah terjadi. Ini adalah apa yang sudah digariskan. Semua penghuni rumah hanya dapat menerima dan mengikhlaskan. Sebuah sesi kehidupan yang baru memang sudah seharusnya dijalani.

Bulan sepuluh 2002 adalah awan mendung bagi rumah tua itu. Kini tinggal seorang lelaki tua yang setia ada di dalam rumah tua itu. Merawat rumah itu dengan sisa – sisa tenaga yang dimilikinya. Dengan ketelitian yang belum juga pudar walau setengah abad sudah terlampaui jauh. Ia masih dengan kasih sayangnya. Hanya kini, kesendirian menjadi teman barunya. Dan kerinduan akan anak dan cucunya semakin membuncah di setiap hari. Hanya saat libur sekolah lah yang begitu dinantinya. Dimana ada celoteh cucu – cucunya dan mungkin suara gelas yang pecah saat acara makan malam.

Malam – malam lebaran selanjutnya tak sesempurna biasanya. Tak ada rasa nastar dan kastengel yang sama seperti yang dulu. Tak ada opor dengan aroma yang sama seperti sebelumnya. Ini lah sesi baru dalam rumah tua itu. Kehangatannya masih saja sama. Namun kesepian juga kadang menari begitu gemulai. Langkah – langkah kecil itu pun semakin menjadi dewasa. Semakin tak ada suara anak – anak berlari. Berganti dengan cerita semalam suntuk dari kehidupan masing – masing.

Rumah tua itu selalu rapi seperti biasanya. Semua diletakkan pada tempatnya. Semuanya terawat, seakan debu enggan menebalkan dirinya di dalam rumah tua itu. Rumah itu selalu ramai di saat libur lebaran. Hingga menginjak tahun keenam setelah awan mendung pertama di rumah tua itu. Itu lah mendung kedua bagi rumah tua itu. Sekali lagi hujan turun dengan kesedihan. Jika kesedihan itu adalah debu, maka hujan yang deras tak mampu menaklukkan debu. Semuanya di akhiri dengan senyum yang satu dan air mata yang lainnya. Begitu lah akhir dari suatu hidup. Rasa dingin yang lebih menyeruak ke seluruh penjuru rumah. Rumah tua itu menyiratkan suatu ketakutan. Takut kesepian. Takut tak ada yang merawat, takut tak berpenghuni. Takut tak ada kehangatan yang akan mengisinya lagi.

Dan memang, rumah tua itu benar – benar menjadi rumah tua. Sepi. Ada gurat sedih pada rumah itu. Tapi gurat sedih itu akan sesegera mungkin hilang saat ada yang mengunjunginya. Membersihkan seluruh penjurunya. Memandangi foto – foto dan mengingat kembali kenangan yang tak pernah mau lari begitu saja.

Memang bukan lagi ‘untuk siapa’ jika datang ke rumah tua itu. Tapi ‘untuk apa’. Untuk bersilahturahmi dengan kenangan yang tersimpan begitu banyak di dalam rumah itu. Memang tidak ada lagi nyala kembang api di setiap malam lebaran. Tak ada lagi nastar dan kastengel yang tertata rapi di setiap meja tamu dan ruang keluarga. Tak ada lagi langkah – langkah kecil yang berlarian dan suara teriakan orang – orang dewasa. Semuanya itu ada pada kenangan yang tersimpan rapi oleh rumah tua. Begitu rapi hingga begitu syahdu saat diingat. Begitu menenangkan walau memang pada akhirnya air mata yang ternyata menemani mengenangnya.

Untuk kasih sayang lah rumah itu dibangun. Untuk kehangatan lah rumah itu dipertahankan. Untuk cinta yang ikhlas dan tanpa batas lah rumah itu tetap berdiri. Di sana masih ada harapan dan cita – cita jika ingin ada yang mendengarnya. Ada kenangan yang tak terhingga jika ingin menyapanya. Ada doa dan petuah jika ingin merenungkannya.

Untuk semua yang masih memiliki cinta, kasih sayang, keikhlasan, dan harapan,

Memang hanya kenangan yang ada saat berkunjung ke sana. Tapi kenangan itu lah yang membuat semua yang ada saat ini nyata. Yang membuat tapak – tapak kaki merasakan kerikil, jalanan aspal, dan keramik mengkilap.

JJJ

listen this song when you read this part : Pulang Ke Hatimu