Tuesday, December 4, 2012

6:48 AM - No comments

Hello Buddy :)


Menikmati suatu proses itu ternyata begitu mengharukan. Sekali pun banyak keluhan saat proses itu terjadi. Proses. Entah apa yang sesungguhnya membuatnya terasa begitu mengharukan walaupun kadang ternyata begitu menyakitkan.
Pagi ini, saya tiba – tiba teringat dengan teman – teman kuliah saya. Mungkin kurang lebih empat tahun yang lalu. Pertama kali kami mengikuti ospek. Menjadi mahasiswa baru. Masih buta dengan keadaan kampus. Masih menerka seperti apa kuliah itu. Kuliah sepertinya begitu menyenangkan bagi kami saat itu. Begitu bebas tanpa beban. Kami masih tertawa lepas. Tertawa tanpa tahu apa yang sebenarnya ada di depan kami. Teman, dimana pun kalian. Ingat kah kalian?


Lalu saat – saat pertama mengikuti kuliah di kelas. Dengan baju bebas tak berseragam. Dengan satu binder yang kami bawa, tidak seperti saat SMA, kami harus membawa berbagai macam buku sesuai ata pelajaran pada hari itu. Dengan bawaan tas yang lebih ringan. Dengan sepatu yang lebih bergaya. Dengan semangat yang begitu harum dan hangat. Kami mahasiswa baru. Mahasiswa semester satu.


Saat – saat pertama kami mengenal organisasi kampus dan kegiatan kampus. Saat – saat pertama kami mendengar cerita tentang aktivis kampus. Tentang organisator kampus yang begitu menyenangkan sepertinya. Kami mulai memilih pilihan organisasi kami masing – masing. Sesuai minat dan bakat. Kami memiliki semangat yang masih begitu hangat untuk mengikuti kegiatan – kegiatan kampus yang masih begitu baru kami kenal. Lama kelamaan kami mulai mengenal politik kampus. Liku – liku dalam politik kampus yang seringnya menjengkelkan.


Kami lalu semakin menjadi senior, seiring dengan bertambahnya semester yang kami tempuh. Setiap tahun berikutnya selalu ada adik – adik angkatan yang baru. Kami semakin larut dalam kegiatan kampus, dalam sibuknya kuliah, dalam menumpuknya tugas, dalam hiruk pikuk urusan administrasi kampus yang kerap membuat emosi. Kami adalah mahasiswa. Ingat kah kalian, teman?


Lalu saat – saat dimana kami bergelut dengan waktu dan dana yang terbatas untuk mewujudkan suatu kegiatan. Untuk membuat kegiatan tersebut sesempurna mungkin dengan keterbatasan yang kami miliki. Walau banyak kekecewaan dan kekurangan, kami tetap menganggapnya berhasil. Kami berhasil untuk menjadi satu. Untuk belajar bekerja sama.


Ketika tiba waktunya kami memiliki sebutan ‘Mahasiswa Tingkat Akhir’, saat kami harus bergumul dengan sesuatu yang bernama Skripsi. Hal yang harus kami tempuh agar kami dapat lulus, diwisudan, dan menjadi sarjana. Saat kami kerap harus berjalan sendirian. Melakukan bimbingan dengan dosen yang belum tentu sama. Berjam – jam tenggelam dalam rak – rak buku di perpustakaan. Kami menyusun kata dengan kata. Kalimat demi kalimat. Hingga menjadi tumpukan halaman dengan komposisi limam bab. Kami menempuh waktu yang berbeda – beda untuk hal ini. Kami berjuang demi masa depan kami yang sesungguhnya. Tinggal sejengkal namun, begitu berat rasanya.


Satu per satu kami menjalani sidang skripsi. Ujian lisan untuk skripsi yang kami susun. Rasa cemas menyelimuti menjelang waktu itu tiba. Rasa tegang lalu menyergap begitu menit – menit itu terjadi. Lalu rasa haru menyeruak ketika kami dinyatakan lulus. Satu per satu. Kami menuju masa depan yang sesungguhnya. “Welcome to the real jungle”.


Saat haru selanjutnya adalah saat satu per satu dari kami diwisuda. Dan saya merasa begitu haru di saat hari ini tiba. Sekalipun banyak orang yang mengalami hal yang sama. Kami lulus. Kami sarjana. Tapi kami pengangguran.


Waktu kembali beraksi. Sudah bertahun – tahun kami bersama. Kami bergurau. Kami beradu pendapat. Dan tiba saatnya kami kembali memilih jalan kami masing – masing. Satu per satu dari kami pergi. Menuju hal yang kami sebut masa depan. Bergulat mencari pekerjaan terbaik. Mulai membangun hidup kami masing – masing sebagai seorang manusia dewasa. Ini lah hidup. Hidup yang akhirnya merangkul kami untuk mewujudkan cita – cita.
Teman, dimana pun kalian. Menjadi apa pun kalian saat ini. Selamat menempuh hidup baru. Nanti, suatu saat ada titik kita akan bertemu lagi. Dengan cerita yang semakin banyak. Dengan kenangan yang dulu pernah kita jalani.


J J J

Sunday, November 18, 2012

11:48 PM - No comments

Mencintai Dalam Absurd


Pernah kamu menyukai tanpa tahu apa itu? Pernah mencintai tanpa tahu bagaimana itu? Pernah merasa mengenal tapi sesungguhnya absurd? Aku. Aku pernah.


Bukan hal yang buruk. Bukan hal yang tabu. Meski ada yang mengatakannya bodoh. Tapi menurutku itu cerdas. Berani. Berbeda.


Tuhan telah memberikan pengelihatan tersendiri untuk hal – hal tersebut. Percaya? Aku percaya. Maka dari itu aku bahagia dengan itu .


Kadang tak perlu identitas bukan untuk mencintai sesuatu. Biarkan lah itu menjadi universal. Dan rasakan bagaimana luasnya. Bagaimana lautan kebahagiaanmu tak bersyarat. Tak perlu rumus “if”, “or”, dan “and”. Yang perlu dilakukan hanyalah tekan “ctrl + A”. Tak perlu lah takut akan terjadi #REF!. Karena itu bukan cinta.


Pernah kah matahari memilih manusia untuk disinarinya? Pernah kah Tuhan memilih manusia untuk tidak disebut mansia dan/atau tidak diberi berkah-nya? Tidak.


Cintai lah maka kamu akan dicintai. Sekalipun hanya Tuhan yang mencintaimu. Tapi itu jauh lebih baik daripada Tuhan yang membencimu.


Aku menyukai banyak hal. Tanpa aku tahu itu apa, siapa, dan bagaimana.


Seperti meraba dengan mata terpejam. Mencoba memperkenalkan diri. Mencoba mengenal tekstur asing yang ada di hadapanku.


Aku mendengar dan mengagumi tapi tak tahu itu siapa. Karena aku menyukai iramanya. Siapapun yang membunyikan.
Aku melihat dan merasa terpukau. Berkali – kali. Selalu merasa rindu dan mendatanginya setiap ia hadir. Tapi aku tak mampu mengenal pasti siapa saja yang ada di sana. Dalam aliran apa mereka bergerak. Bagiku mereka indah.


Kadang banyak hal yang kita dapat kita nikmati dan kita kagumi tanpa kita perlu tahu detail tentangnya. Karena ia akan menjadi indah saat ia menjadi universal. Saat ia terkadang absurd. :)


Wednesday, October 31, 2012

8:13 PM - No comments

The Day After 4 Years


Hari dimana ada salah satu senyuman terbaik dalam hidup. Dimana ada suatu kebanggan yang mungkin sudah banyak orang yang memilikinya. Hari dimana kedua orang tuamu tersenyum. Itu lah hari setelah empat tahun. Empat tahun yang entah dapat dikatakan berjuang atau tidak. Empat tahun kesempatan untuk belajar. Empat tahun untuk membangun fondasi masa depan. Empat tahun yang menjadi tumpuan harapan orang tua. Empat tahun yang mengajarkan, bahwa hidup harus diperjuangkan sendiri, bukan bergantung pada orang lain, sekali pun sahabatmu.

Setelah waktu panjang yang pada akhirnya terasa begitu singkat. Dan benar saja, sesuatu yang telah hilang akan berarti. Tapi ini bukan kehilangan. Aku hanya berjalan maju. Maju sesuai jalurku. Sesuai masaku. Lalu, saat aku menengok ke belakang. Bbbooooommmmmm !!!! jutaan rasa rindu menggenang seketika begitu melihat jejak – jejak yang masih jelas. Sudah ! itu memang masa lalu.

Masa depanku bukan berakhir pada hari itu. Itu hari pembukaan. Hari dimana aku akan lepas. Aku tak lagi terikat. Aku yang nantinya menemui rimba. Hutan. Aku memasukimu. Dengan segala kejutan yang ada di dalammu.

Terimakasih untuk segala cinta dan benci yang menyertaiku selama empat tahun. Terimakasih untuk segala hinaan dan kesepelean yang telah dilemparkan kepadaku. Semoga kalian mampu menjadi lebih baik J an, baX � h d �i `�e diperjuangkan sendiri, buakn bergantung pada orang lain, sekali pun sahabatmu.


Setelah waktu panjang yang pada akhirnya terasa begitu singkat. Dan benar saja, sesuatu yang telah hilang akan berarti. Tapi ini bukan kehilangan. Aku hanya berjalan maju. Maju sesuai jalurku. Sesuai masaku. Lalu, saat aku menengok ke belakang. Bbbooooommmmmm !!!! jutaan rasa rindu menggenang seketika begitu melihat jejak – jejak yang masih jelas. Sudah ! itu memang masa lalu.

Masa depanku bukan berakhir pada hari itu. Itu hari pembukaan. Hari dimana aku akan lepas. Aku tak lagi terikat. Aku yang nantinya menemui rimba. Hutan. Aku memasukimu. Dengan segala kejutan yang ada di dalammu.
The day after 4 years ^^

Terimakasih untuk segala cinta dan benci yang menyertaiku selama empat tahun. Terimakasih untuk segala hinaan dan kesepelean yang telah dilemparkan kepadaku. Semoga kalian mampu menjadi lebih baik J

with friends

with you :*

with family :D

Wednesday, October 17, 2012

9:02 AM - No comments

Bye :)




Setiap pertemuan adalah awal dari perpisahan dan setiap perpisahan adalah awal dari sebuah pertemuan. Keduanya saling berujung. Ujung yang satu adalah ujung yang lain. Seperti ujung barat dan timur bumi. Akhir dari ujung timur adalah awal dari ujung barat. Dan akhir dari ujung barat adalah awal dari ujung timur.



Pada setiap pertemuan fikiran saya mengarah pada suatu perpisahan. Entah seperti apa perpisahan itu nantinya. Dalam bentuk yang bagaimana. Pada waktu yang bagaimana. Dengan rasa yang seperti apa. Itu adalah kekuasaan masa depan. Bukan perkara ketakutan untuk berpisah di sini. Tapi suatu kenyataan yang ada di depan, namun masih tertutup kabut. Masih terlalu pagi untuk melihat tapi itu pasti terjadi. Lalu pada sebuah perpisahan fikiran saya kembali mengarah kepada sebuah pertemuan. Entah itu baru atau berulang.



Rasa takut adalah penimbul rasa sakit untuk sebuah proses. Nikmati lah proses itu. Katakan "Hay" pada suatu pertemuan dan katakan "sampai jumpa lagi" pada suatu perpisahan.







Tuesday, October 9, 2012

1:13 PM - No comments

Rindu Hujan


##
Semoga aku tak pernah lupa bagaimana rasanya kamu. Sekali pun aku tak merasakan kamu
#
Aku rindu baumu yang melenakan.mengantarkanku pada mimpi. Meletakkanku pada ranjangku. Dari jarak rindu yang begitu jauh aku membayangkan baumu.
#
Dan di sini aku masih menanti saat untuk melepas rindu. Sudah begitu masaknya buah rinduku. Petik lah segera. Hampiri aku.
#
Nanti suatu detik. Saat kita bertemu. Pada waktu yang telah ditentukan Tuhan. Kita memenuhi janji melepas rindu.
#
Kita yang lama terpisah, terpisah oleh siklus. Oleh ketentuan yang tak sama. Aku dan kamu.
#
Rindu mungkin sudah berkerak pada bejana hatiku. Aku butuh kamu untuk meluruhkan keraknya. Nanti, rendamlah aku semaumu.
#
Nanti tembus lah aku hingga ke pori tubuhku. Aku biarkan engkau meresap ke dalamnya. Biar saja karena aku sudah terlalu rindu kamu.
#
Iya. Aku tengah menjalani malam- malam pengap tanpa kamu. Hanya bersama rindu yang tak kunjung terurai. Sampai jumpa nanti. Kamu.
##




~ Menanti kamu yang tak kunjung datang ~


Saturday, September 29, 2012

10:47 AM - No comments

Sudut Baru

Di suatu titik aku bertolak
Mencoba melangkah di luar kenyamanan
Di luar garis kehangatan
Aku mencoba untuk berdiri benar - benar sendiri



Lalu aku sampai di sini
Di tanah yang tak pernah kucium baunya sama sekali
Bahkan tak pernah terbayangkan olehku



Mimpi ternyata bisa terbang kemana saja
Kemana pun ia mau
Tak kenal arah dan rencana
Tak peduli keasingan atau kehangatan
Mimpi ternyata bisa menjadi begitu asing,
Dan aku terbawa oleh mimpiku sendiri
Terdampar di sisi lain bumi



Kali ini aku bukan lagi tergeletak,
Aku masih membawa energi yang dulu begitu hangat
Dan kini aku harus mulai memiliki energiku sendiri,
Jauh dari selimut hangatku,
Aku lah yang harus merajut selimut hangatku sendiri,
Untukku dan untukmu, 
Kamu, siapa pun, bagaimana pun, apa pun itu



Ini hanya tinggal kebiasaan,
Bagaimana aku terbiasa dengan senja yang berbeda
Bagaimana aku terbiasa dengan hawa pagi yang tak sama
Tapi aku tak pernah mampu terbiasa untuk tak merindu


Kolong langit, 
Sediakan sepetak tempat untukku
Untukku menikmati bintang dan bulan seperti di sana
Untukku menatap mendung yang lalu menjadi hujan
Untukku berebah dari lelah
Untukku tetap menikmati cangkir - cangkir rindu


Di sudut ini,
Sudut yang baru saja aku tempati
Sudut yang baru saja tata,
Sekali pun aku sendirian di sudut baru nan asing ini,
Aku masih selalu merasakan rindu,
Di sudut nyaman yang berjarak 311 km dari ku :)


Friday, September 28, 2012

6:23 PM - No comments

You, Me and two cups of coffee :)

I'm waiting for this momment, always...


Only, you, me and two cups of coffee





When we can read each other. When I can look at your eyes. Then You can look at my eyes. We'll find the greatest thing that we need, for the future 








The times when i can share many things with you are the finest hour in my life 




There is no reason to love you,






And, oneday, i just can say 'YES' for the future that you offer to me :) 




*Sugar*











Wednesday, September 26, 2012

1:07 PM - No comments

Kamu, senja...


Senja, apa kabar kamu di sana? Apakah kamu masih hangat? Tidak kah kamu kehilangan suatu titik kecil di tengah kota? Aku merasa kehilangan di sini. Kehilanganmu. Aku kehilanganmu dalam hiruk pikuk kota yang jauh lebih besar dan jauh lebih berdenyut. Aku kehilanganmu dalam ketenggelamanku dengan hari baruku. Aku kehilanganmu selama aku masih ada di tempat yang tak sama denganmu, senja.

Senja, tidak kah kau menghitung lamanya hari yang berlalu semenjak akhir bulan lalu? Aku terus menghitungnya. Kulingkari dengan warna merah pada setiap angka yang berjalan. Selalu kuhitung cepat detik sebelum aku terpejam pada malam hari, berharap aku akan cepat sampai pada suatu waktu, dimana kugenggam tiket untuk pulang kepadamu. Senja.

Pernah kah di sana kau enggan untuk hadir di antara orang – orang yang masih mengharapkanmu, senja? Aku selalu ingin menuju kepadamu. Ingin menyandingmu kala malam belum siap untuk datang.

Senja, masih kah kau ingat langkah – langkah lelah yang selalu kutunjukkan kepadamu? Langkah yang selalu kuseret setiap kali aku putus asa. Lalu kau hanya tersenyum melihat ulahku. Kau tak pernah jenuh saat ku menghentakkan kaki berharap segala lelah rontok seketika ke jalanan aspal.

Senja, masih kah kau jadi temanku? Masih kah kau mengenalku saat aku kembali nanti? Saat aku kembali menyandingmu. Saat aku kembali menyeret langkah – langkah lelahku. Saat aku kembali mencari senyummu di antara tumpukan lelahku.


Senja, sekalipun di sini ada juga yang berwarna jingga. Tapi itu bukan kamu. Itu bukan senjaku.  Aku masih saja terus menunggu untuk kamu. Senja. Di kota tua. Pada titik nol kilometer.


Untuk rindu yang kuterbangkan pada jarak 311 km J

Friday, August 10, 2012

10:37 PM - No comments

Hallo, Hidup…


Hallo, Hidup…

Hidup. Sudah tidak mampu lagi aku menjabarkanmu. Dengan rumus maupun dengan deskripsi. Karena sudah terlalu banyak yang menafsirkanmu. Dengan caranya masing – masing. Karena kau sendiri hadir dengan rasa yang berbeda – beda pada setiap hati.
Terimakasih karena telah menghinggapi takdirku, telah menyinggahi waktuku, telah menjadi dunia bagiku. Aku, yang tak pernah memiliki keinginan dihidupkan atau ditakdirkan. Dan hanya karena Tuhan aku memiliki takdirku. Terimakasih karena telah menghadirkan harapan, kebahagiaan, derita, kehampaan, dan kehangatan. Terimakasih untuk memberiku ruang untuk memaknaimu, menceritakanmu dengan banyak cara kepada orang lain.

Senyatanya kau memberiku rasa bagaimana menyentuh dan disentuh. Bagaimana memukul dan dipukul. Bagaimana tertawa dan ditertawakan. Bagaimana menangis dan ditangisi. Bagaimana mencintai dan dicintai. Bagaimana teregoisi dan mengegoisi. Kau juga memberiku angan dan impian, lalu membangunkanku sesaat kemudian, terimakasih tidak terlalu lama melelapkanku.
Hidup, tahu kah sampai kapan kau akan bersamaku? Sampai kapan kau akan merangkulku dengan segala yang ada padamu? Tidak perlu kau jawab. Karena aku tahu, kau pasti akan menggeleng untukku. Bagimu, akan lebih menarik untuk tak mengetahui berapa lama kau akan bersamaku. “itu kejutan terbesarku bagimu,” katamu dengan segaris senyum manis.

Hidup, pernah kah kau bosan memberiku terus menerus teka – teki untuk waktu yang selanjutnya? Tidak kah kau lelah membiarkanku terlelap dalam mimpi dan membangunkanku lagi?. “Apa kau bosan dan lelah?”, tanyamu sambil mengangkat kedua alismu. Aku tidak pernah bosan dan lelah untuk segala teka – teki dan mimpi yang selalu dihamparkan padaku.

Terimakasih untuk kejutan yang tak terduga. Untuk waktu yang terus berjalan tanpa terduga. Untuk kenangan yang selalu tercipta dengan tak terduga. Untuk masa depan yang nantinya tak terduga. Terimakasih, sudah mau bersamaku. Sampai detik ini J

-          Detik saat masih bersamamu, hidup - 

Wednesday, August 1, 2012

12:36 AM - No comments

July

Maaf untuk Juli yang tidak tertuliskan. Namun, sesungguhnya terlalu banyak yang tertuliskan dalam Juli. Juli yang tak hanya sekedar Juli. Juli yang menjadi sebuah lapangan besar yang melegakan sekaligus membingungkan. Juli bukan muara, tapi ia adalah titik kecil dari kehidupan yang begitu besar. 

Ini bukan Juli yang diam. Tapi justru nantinya akan banyak bercerita. Ia hanya menyimpan energinya, mengubah energinya menjadi potensial. Lalu nantinya ia akan bergerak dipercepat dan kadang diperlambat. Sesuai ritme yang telah disesuaikannya dengan semesta. 

Terimakasih untuk semua yang memberikan warna pada Juli :)

Thursday, June 28, 2012

11:18 PM - No comments

Kepada Anda


Kepada Anda,

Masih ada jejak – jejak anda yang tertinggal. Tertutup debu dan pasir yang dibawa angin dari pantai. Masih ada sekelebat bayangan yang seketika melintas. Seperti angin yang berhembus di hadapan wajah saya. Anda. Ya. Anda. Yang dulu ada dan kini masih ada. Dulu dan kini anda ada, hanya berbeda tempat untuk berpijak. Seperti juga saya. Saya yang dulu dan kini masih tetap ada, hanya berbeda bidang untuk menyerah. Menyerahkan segala kelemahan dan kekuatan.

Masih ingat kah anda dengan pertanyaan saya akan lima tahun kemudian? Saya, anda, dan mereka. Mereka yang dulu kita tak pernah tahu. Mereka yang kala itu masih memijakkan langkahnya pada bidang yang lain. Mereka yang pada akhirnya perlahan menuju kepada anda dan saya. Kita dengan masing – masing ‘mereka’.

Lalu anda dan saya tertelan waktu. Saling meniadakan sejenak. Anda dan saya merelakan waktu untuk menang atas kita. Membiarkan siang yang terik kembali angkuh, bahkan malam, sore, dan pagi turut menjadi angkuh. Anda dan saya tak pernah merasa berkeberatan bukan? Karena kita merangkai langkah menuju suatu tempat yang dulu pernah kita sebut dengan impian. Impian itu tak terdefinisi kan secara jelas. Impian itu yang hanya ingin kita tuju. Impian itu masa depan. Dengan atau tanpa saya dan anda.

Masih kah anda ingat sudut ruangan dimana semua impian itu mengalir perlahan. Bagaimana impian itu tersusun rangkanya secara perlahan? Sudut ruangan yang kini telah lekang. Mungkin suatu sore nanti anda dan saya akan bertemu di sudut ruangan yang lain, dengan langkah yang telah sampai kepada impian.


Saya

Tuesday, June 26, 2012

9:19 PM - No comments

Hello, June. How are you ?


Hallo Juni, apa kabarmu? Setahun yang lalu kalau tidak salah ingat kamu begitu bahagia. Aku masih ingat bagaimana semuanya terasa begitu ringan dan mengalir. Tanpa beban dan tak banyak liku yang harus dilewati. Lalu kali ini, kamu sangat berbeda.

Aku dapat melihat gurat – gurat cemas dan nyaris putus ada. Warna – warna gelap yang nyaris tak tertembus cahaya. Aku tahu ada harapan begitu besar padamu kali ini, Juni. Tapi harapan itu harus statis seketika. Harus diam tak menghambur. Harapan itu seperti menemui ketersesatan. Mungkin salah dalam menafsir peta, atau memang jalanmu kali ini memang lebih panjang dan terjal, Juni J

Ada banyak impian yang ingin kau akhiri dan kau mulai seketika. Pintu yang ingin kau tutup dan nantinya kau membuka pintu selanjutnya, pintu yang baru. Lorong yang baru. Tapi ternyata membuka dan menutup pintu itu tidak semudah seperti membuka bungkus permen coklat.

Juni, kali ini kamu menangis lebih kencang,berteriak lebih lantang, berlari lebih laju, dan terengah lebih berat. Sudah hampir habis mungkin energimu kali ini, Juni. Tapi masih saja kau berharap dan percaya bahwa energimu masih lah banyak tak terhingga, hingga nanti kau sampai di garis estafet dan menyerahkan segalanya kepada Juli.

Semuanya mungkin belum mencapai titik signifikansi yang baik kali ini, Juni. Tapi nanti, ada kalanya ia akan menjadi sempurna dan normal. Tak perlu lah kau berkecil hati. Semuanya sudah beralur. Tak perlu lagi kau ganggu alur itu. Alur itu akan menuju pada suatu muara yang lebih indah dari apa yang kau bayangkan. Semuanya adalah masa depan, Juni.

Semuanya bukan menunjukkan kau lemah, Juni. Tapi mengajarimu untuk menjadi lebih kuat lagi. Masih kah ada keyakinan itu, Juni? Keyakinan untuk suatu muara yang indah. Suatu titik yang bersignifikansi sempurna. Hanya keyakinan, Juni, yang dapat membawamu kepada Juli. Yang mampu menghantarmu menyerahkan tongkat estafet kepada Juli.

Juni, ini bukan akhir. Ini hanya suatu proses pengujian. Segala instrumen yang kau miliki, segala perangkat yang kau miliki. Sudah tak berlaku bukan semua angkuhmu yang dulu masih kau sesap. Berlapang fikiran lah, Juni. Ini sudah waktumu, untuk mengatakan bahagia pada keterpurukan, menyatakan kebersyukuran atas kebelum mampuan atas harapan. J
Selamat berproses, Juni. Semoga aku dapat melihatmu tahun depan dengan lebih dewasa J

8:37 PM - 1 comment

:)


Jika salah satu dari kita adalah api dan yang lain air, lalu kita bertemu pada satu titik hingga menjadi hangat. Tapi hangat itu bisa saja lenyap, saat api membara terlalu besar, hingga menjadikan air semakin memanas, surut lalu menguap. Lalu yang ada hanya akan ada sebuah bejana yang kerontang dan tak lagi terbasahi oleh air. Akhirnya melapuk dan merapuh.
Lalu saat semua merapuh, hanya lah debu hitam yang terlihat. Itu lah kita. Pada akhirnya menjadi satu kembali dengan saling melebur dan tak membawa wujud awal masing – masing.
Jika ada satu senja yang dapat ku simpan untuk ku bawa hingga nanti, akan ku letakkan senja itu di langit – langit kamarmu. Agar ia berwarna jingga dan hangat. Agar ia dapat membuatmu tersenyum, sekalipun malam di luar dingin dan siang nanti menyengat. Tapi sayangnya aku bukan lah penangkap senja, aku hanya dapat melihat dan menikmati senja. Seperti aku menikmati waktu saat di dekatmu.
Jika saja aroma pagi dapat ku alirkan ke dalam botol parfum kesayanganmu. Maka akan ku alirkan ia setiap pagi. Agar kau selalu merasa segar, agar kau tak pernah merasa pengap. Tapi sayangnya aroma pagi tak pernah ingin dialirkan ke dalam botol parfummu. Kita hanya dapat menghirupnya dari tempat yang berbeda, dari pelataran yang berbeda.
Jika saja aku memiliki daya untuk terus mengalah dan kalah di hadapanmu. Maka, tak akan ku habiskan daya itu. Karena jika hanya daya itu yang dapat membuatmu terus ada bersamaku, maka akan kau biarkan kau terus menang tanpa alasan atasku. Tapi sayangnya daya itu tak berlaku dalam medan kita. Bukan itu yang dibutuhkan medan kita. Cakramnya dan jalinan rantainya harus terus berputar dengan seimbang. Karena hanya dengan itu lah kita dapat terus berjalan hingga nanti kita sampai di suatu tempat yang kita sebut bahagia. Bukan aku atau kamu yang kuat. Tapi kita yang kuat. Bukan aku atau kamu yang menang, tapi kita yang menang. Bukan daya yang saling meniadakan yang dibutuhkan. Karena ia tak akan bertahan. J

Thursday, June 7, 2012

7:10 PM - No comments

Dengan Hujan


Hujan, aku pernah berjanji untuk tidak lagi angkuh. Dan aku sudah tak lagi ingin angkuh. Sudah aku biarkan engkau membasahiku. Menembus helai pakaianku. Lalu merembes dan menyentuh kulitku. Tak pernah lagi ku tepis engkau, sekali pun deras. Aku menikmatimu. Sudah bukan lagi ‘mulai’, tapi ‘telah’. Dan hari ini engkau kembali hadir. Di tengah siang yang selalu meracau. Kau padamkan hawa pengapnya dan kau sapa aku kembali, sembari bertanga padaku, “masih ingat kah kau padaku?”. Cukup bukan senyum yang segaris ini menyiratkan jawaban, “ya”.

Hujan, jujur aku rindu untuk menari bersamamu. Menari bebas saat engkau terus menerus mengguyur hebat. Menari lincah seperti saat aku masih kecil. Aku, engkau, dan tawa. Masih kah kau ingat hujan ?

Aku masih ingat betul J
Saat engkau memanggiku dari luar jendela kamar tidurku. Mencoba menggodaku agar meninggalkan tumpukan bantal dan guling yang kususun tinggi hingga menutupi seluruh tubuhku. Aku tahu begitu menggodanya dirimu yang terus mengetuk – ngetuk kaca jendela kamar tidurku.

Lalu masih ingat kah kau, saat aku merentangkan kedua tangan mungilku ? aku ingin memelukmu. Seperti kataku tadi, engkau begitu menggoda. Lalu kita menari. Bukan music klasik atau salsa yang menjadi pengiringnya. Namun langkah kakiku yang mengetuk – ngetuk bumi dan bunyi dirimu yang menghempas ke bumi. Ada irama yang tak mampu ku ceritakan ulang. Irama yang hanya akan muncul dan terasa saat kita bertemu dan menari. Irama yang tak akan kutemukan di lain kesempatan. Irama saat engkau membasahi kulitku. Irama dengan aroma yang menggoda. Ya. Sama menggodanya dengan dirimu sendiri, hujan J

Hujan, hadir lah sedikit lebih lama. Agar aku bisa lebih banyak bercerita kepadamu. Sudah banyak kisah yang ku tabung untuk kuceritakan kepadamu, yang ku harap bisa kuceritakan kepadamu secepatnya dengan secangkir teh hangat di sini.

Buat lah janji di suatu saat nanti hujan, untuk engkau datang lagi dan menggodaku untuk menari lagi bersamamu. Datang lah suatu saat nanti dengan lebih lama dan aku akan banyak memberimu cerita yang telah kupersiapkan untukmu. J

Monday, April 23, 2012

3:12 PM - No comments

Aku Senja

Tak ada sekat nyata di antara kita

Namun kita berbatas

Kita tak bisa saling berbaur

Sekalipun terkadang kita menghambur

Aku adalah nyata

Kamu adalah realita

Perbatasan itu terasa,

Yang akhirnya membuat kita tak mungkin berbentuk






Aku selalu menghampirinya. Ia selalu hangat, dan aku selalu merindukannya. Untuk itu lah aku selalu menghampirinya sehari sekali. Ia memikat. Lebih dari kemegahan di dalam istana sana. Sekalipun kami tak pernah dapat menyatu padu. Kami terpisah. Oleh takdir yang dipahat semesta. Kami berbatas. Oleh sekat yang tak pernah kami rasa nyata. Absurd.



Sudah begitu banyak cerita yang berhamburan diantara kami. Sudah banyak rasa yang kami kecap. Semuanya sudah kami lagukan. Dalam simfoni sore yang menyegarkan. Dalam nada lirih yang menggeliat.



Tak banyak waktu yang mampu kuhadirkan untuknya. Semesta hanya memberiku sedikit waktu untuk singgah. Sementara ia tetap berada di tempatnya. Terkadang mendung pun membuat waktuku semakin sedikit bersamanya. Semesta sudah mengatur segalanya.








Aku hanyalah semburat berwarna yang hadir di sejenak waktu. Dan riaknya yang lembut yang menjadikanku indah. Ia tahu betul bagaimana membuatku terlihat begitu sempurna. Ia menyempurnakanku. Sekalipun ia tak pernah mampu menggelungkan tangannya padaku, begitupun juga aku.












Kami terhubung satu sama lain. Tapi seolah kami terpisah dalam dimensi yang berbeda. Setinggi apa pun ia menghambur tak sekalipun ia mampu menyentuhku. Dan serendah apapun aku mencoba menggariskan warnaku, tak pernah aku mampu untuk menyentuhnya. Kami saling tak bersentuhan. Bukan seperti air dan minyak yang disatukan. Kami tak berbentuk.









Aku hanya lah semburat warna pada sore hari. Dan ombak yang menjadikanku terlihat indah. J


Wednesday, April 4, 2012

4:14 PM - No comments

Aku Ombak




Aku selalu berhambur. Menuruti ritme yang telah ditakdirkan semesta untukku. Aku tak pernah jatuh cinta pada kata ‘berhenti’. Aku selalu sulit untuk menjadi indah. Mereka bilang aku kacau tak berupa. Warnaku tak semenyilaukan penghuni taman. Seringnya aku menghambur lepas hingga menepis batas. Tak peduli ternyata keindahan yang kutepiskan. Aku tak butuh bersolek atau mematut diri pada cermin agar mereka mengatakanku indah. Aku tahu, aku telah indah karena adanya. Semesta telah membuatku indah dengan ketidak teraturan yang ada padaku.



Dingin mungkin yang dapat digumamkan telapak – telapak yang pernah kuhampiri, atau telapak yang sengaja menghampiriku. Kadang aku hangat, jika matahari berbaik hati berbagi energi panasnya denganku. Tapi tak peduli lah aku pada apa gumaman. Aku adalah aku, yang menjalani ritme seperti titah Sang Pencipta.



Aku selalu terpukau pada senja. Dengan jingga yang hangat. Serta aromanya yang mengesankan. Senyum lembayungnya tak pernah bosan untuk kunikmati. Kami selalu bersalaman ketika bertemu. Selalu bercanda dan memekikan kegembiraan, juga terkadang melantunkan kekecewaan kepada semesta. Aku selalu menemukan kehangatan pada senja. Walau hanya pada sekelumit waktu saja dapat kutemui.



Seindah apa pun senja memukau ku, tetap saja aku selalu terkait erat pada angin. Aku selalu meminta angin untuk ada. Agar aku dapat terus bergulung ke tepian. Untuk menyapa butir – butir indah dan telapak – telapak yang ada di sana. Aku selalu butuh angin. Tak peduli sekali pun angin tengah mengamuk. Membuatku semakin tak beraturan untuk bergulung. Membuatku harus mengeluarkan energi dan gulungan yang besar. Tak peduli sepanas atau sedingin apa pun angin. Aku membutuhkannya. Tidak kah ombak tak dapat bergerak tanpa angin? Ya. Aku ombak. Ombak yang selalu lebih membutuhkan angin daripada senja, seindah apa pun senja. Yang selalu menghabiskan hampir seluruh waktuku dengan angin. Seperti apa pun angin. Aku selalu jatuh cinta kepada angin. J




Photo From Ari Naibaho







Monday, April 2, 2012

12:35 PM - 1 comment

Sedikit Untuk Senja

Jika masih ada hal yang tersisa itu lah kenangan

Untuk aku dan senja

Seketika ia selalu datang lalu berpamit pulang

Diserahkannya waktu panjang kepada malam yang dingin



Jika masih ada rasa yang membekas itu lah rindu

Untuk semburat jingga yang hangat itu

Yang seketika nanti akan ku reguk lagi

Ku biarkan ia menembus pori – pori kulitku dan jauh ke dalam partikel terkecil tubuhku

Walau hanya mampu menghamburkan sekelumit cerita tapi itu memenuhi

Itu mementalkan dahaga ke kutub yang lain




Jika masih ada lembaran yang tercecer

Maka itu adalah aku

Yang sengaja meninggalkan sedikit saja jejak di tanah tua

Agar nanti dapat ditemui senja jika ia kembali

Sementara aku kembali pada teduhku,

Hati yang membuat aku kembali tanpa pengharusan J